Bab. 5 - Ingin Dimanja

1310 Kata
“Kita mau ke mana lagi, Pak?” Danang mengerutkan dahi saat diajak mertuanya keluar rumah. Danang yang memang bertugas sebagai asisten, sekaligus pengawal mertuanya itu sigap mengikuti perintah demi agar tidak dipecat sebagai anggota keluarga. “Ke rumah Asep, katanya dia lagi demam, butuh bantuan,” jawab Pak Sholihin, mulai memakai sandalnya. “Hah, demam? Perasaan kemarin sehat-sehat aja tuh si jomlo lapuk.” Danang mengangkat alisnya, mengekor di belakang sang mertua. “Nang, Danang. Penyakit itu bisa datang kapan saja, bisa menyerang siapa saja. Detik ini mungkin kamu masih terlihat sehat, tetapi detik berikutnya, siapa tahu kan kamu langsung koit di tempat!” Pak Sholihin melirik menantunya itu agak kesal. Danang memang laki-laki penurut, tetapi kadang mulutnya sama seperti istrinya—putri kedua Pak Sholihin--yang memang super cerewet. Danang terdiam, lalu tersenyum. “Detik berikutnya siapa tahu kan dapat bini muda, hihii,” kikik Danang dalam hati. Melihat mimik wajah Danang yang entah memikirkan apa, Pak Sholihin hanya bisa geleng-geleng kepala. *** Benar saja, saat ditemui Pak Sholihin, kondisi Asep memang sedang demam. Panas tinggi hingga badannya gemetar sedikit kejang-kejang. Pak Sholihin dikabari oleh tetangga Asep, seorang ibu rumah tangga yang bermaksud ingin belanja sayur, dia sengaja mendatangi rumah Asep sebab sejak pagi bujang lapuk itu belum kelihatan mengeluarkan gerobak sayurnya. Pak Sholihin mendengarkan cerita tetangga Asep dengan baik, lalu dia mengatakan ingin membawa Asep berobat ke Puskesmas terdekat. Mendengar akan dibawa berobat, Asep segera membantah. “Ja-jangan bawa saya ke berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit, Pak RT. Saya takut,” kata Asep, dengan suara gemetar. “Kenapa takut, Sep? Kan biar kamu lekas sembuh. Mau, ya?” bujuk Pak Sholihin lembut. Ditatapnya Asep penuh keyakinan. “Kalau sakit itu harus ssegera diobati. Kalau dibiarkan saja, takutnya tambah parah. Kamunya sakit, orang lain juga kerepotan.” Iya, betul itu, Asep!” timpal Danang agk sinis. Entah ada masalah apa Danang sepertinya kurang begitu suka dengan Asep sejak dulu. “Saya takut, Pak Rt, saya takut.” “Iyaaa, kamu teh takut kenapa?” “Takut ... disuntik, Paak. Huaaa!” Asep menangis histeris, dia memang membenci jarum suntik. Apa pun sakitnya, dia anti pergi berobat ke Dokter. Pak Sholihin tersenyum dengan sikapnya yang berkharisma. Sementara Danang tertawa lebar sampai seekor lalat masuk ke mulutnya. “Trus, maunya gimana, Kasep?” tanya Pak Sholihin, “Kamu mau sembuh apa gak?” “Mau, dong, Pak RT. Tapi saya jangan disuntik.” “Minum pil?” “Mau,” jawab Asep seperti anak balita yang ingin dimanja. *** “Ah, sialan si Asep bujang lapuk!” sungut Danang, saat dalam perjalanan menuju apotik, dimintai tolong sang mertua untuk membelikan obat untuk Asep. “Ngerepotin wae!” ucapnya lagi, terlihat kurang senang dengan tugasnya kali ini. “Nang! Lagi kenapa atuh, mukanya kok udah kayak buntut sapi.” Danang tak sengaja bertemu dengan Juki dalam perjalanan. Jarak antara rumah Asep dan Apotek cukup jauh. Jika ingin ke Apotek, warga Desa Ramah Tangga harus keluar desa menuju jalan raya, toko tersebut terletak di pinggir jalan raya di seberang jalan masuk desa. Danang yang berjalan malas-malasan menuju keluar desa, tak sengaja berpapasan dnegan Juki yang mengendarai sepeda motor bututnya. “Mau beli obat, disuruh Boss.” Danang menjawab ketus, dia menyipit menatap Juki yang menatapnya penasaran. “Siapa yang sakit?” tanya Juki, terlihat sekali tampangnya ‘kepo’ tingkat tinggi. “Tuh, si bujang lapuk tukang sayur keliling.” “Cecep?” “Asep!” “Ih, sama we lah, Asep kek, Cecep kek. Sama!” semprot Juki. “Ya, beda atuh, Juki! Namanya Asep, belum tentu dia mah mau dipanggil Cecep. Udah, ah, aing buru-buru, nih.” Danang sewot, mirip perempuan lagi PMS. Dia kembali melangkah meninggalkan Juki dan sepeda motornya yang berhenti di pinggir jalan. “Gitu aja sewot,” cengir Juki, “apes sekali hidup Pak Rete punya menantu si Danang. Tampangnya gak ada murah-murahnya, eh ramahnya!” Juki ingin segera pergi, tetapi entah kenapa dia justru menawarkan jasanya pada Danang. “Nang, woii!” panggilnya pada Danang yang sudah beberapa langkah menjauh, “Hayuk, dianter pake motor. Biar cepat beli obatnya.” Danang menoleh. “Nah, gitu, dong jadi orang. Harus baik!” “Kampret dasar si Danang!” maki Juki dalam hati. *** Danang dan Juki sudah kembali membeli obat untuk Asep, sesampainya di rumah Asep yang minimalis itu, keduanya dikejutkan dengan sosok wanita manis di rumah Asep, wanita itu duduk di samping Asep yang terbaring di kasur. “Neng Lastri?” Juki seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kenapa Lastri ada di rumah Asep? Pikirnya, dia mulai mencium bau-bau pengkhianatan di sana. Apakah Lastri mengkhianati cinta sahabatnya Rudin? “Iya, Kang, saya,” jawab Lastri lembut. “Ngapain kamu di sini?” Juki menginterogasi seperti bapak yang menciduk anak gadisnya ketahuan pacaran. “Saya yang suruh Lastri ke sini, Juki. Asep sejak tadi mengigau nyebut nama Lastri terus. Saya tidak tega, barangkali Asep bisa lebih baik kalau ada Lastri di sini.” Pak Sholihin bersuara, dia memang perlu menjelaskan kenapa Lastri ada di sana bersamanya dengan Asep. “Halah, dasar modus!” Danang setengah melempar kantung obat ke arah Asep, lalu dengan tampang sebal meninggalkan ruangan. “Saya tahu Danang iri sama saya Pak RT. Secara saya ini lebih kasep daripada dia. Saya lebih mapan daripada dia.” Asep bersuara lemah, “kalau ada wanita yang mau sama saya, sungguh beruntung sekali wanita itu, Pak RT.” Diliriknya Lastri di sampingnya dengan kepala sedikit tertunduk. Pak Sholihin hanya tersenyum penuh kesabaran mendengar ucapan Asep. Sementara Juki, masih masih mematung di tempatnya. Menatap Lastri, seakan dia menunggu waktu untuk mengatakan bahwa begitu teganya Lastri mengkhianati Rudin. “Jangan berprasangka buruk terhadap orang lain, sebaiknya, pikirkan saja kesehatanmu sekarang, Sep,” kata Pak Sholihin, lalu dia meraih plastik berisikan obat yang tadi dibeli oleh Danang. “Nih, kamu minum pil penurun panas ini. obat ini obat andalan saya dan keluarga kalau lagi panas, kalau memang tak ingin pergi ke Dokter.” Asep mengangguk paham. Lalu dia meminta Lastri untuk menuangkan minum untuknya agar dia bersemangat menelan pil. “Ayo atuh, Neng, bantu Aa’ ambilin minum,” rengek Asep, terdengar menjijikkan di telinga Juki saat ini. Lastri mengangkat wajah. Tampak bingung, ditatapnya wajah memelas Asep, lalu wajah Juki yang menatapnya sinis. Karena takut, akhirnya Lastri mengelak. “Kang, maaf, Akang minta tolong Kang Juki aja, ya, saya teh mendadak mules, sakit perut, Kang.” Lastri seketika berdiri dari duduknya, lalu dia segera pamit pada Pak Sholihin untuk segera pulang. Alasannya macam-macam, mulai dari sakit perut, encok, pegal linu, sampai gatal-gatal. “Sakit apa kamu, Sep?” Juki menarik napas lega, setelah Lastri pergi. Tak lupa dia bergerak mengambilkan segelas air minum untuk Asep. Asep, segera meminum pil sesuai apa yang dianjurkan oleh Pak Sholihin. “Semalam habis ngelihat dedemit, Kang.” Asep menjawab setelah berhasil menelan pil berukuran jempol kaki. Juki dan Pak Sholihin saling pandang, lalu kedip-kedipan. “Demit? Yang bener kamu, Sep?” Juki bertanya serius, ditatapnya Asep lekat. “Bener, Juki. Sumpah. Saya gak bohong.” “Di mana?” Pak Sholihin ikut penasaran dengan cerita Asep. “Di-di kebon milik Bapak. Huaaa!” Asep kembali ketakutan, dia berteriak sambil menutupi wajahnya dengan selimut. “Semalam kan malam Jumat, bukannya ngaji di rumah malah kelayapan. Salah kamu!” Juki menjitak kepala Asep, gemas. “Aing sakit hati, Juki. Kenapa Lastri lebih memilih Rudin daripada saya yang kasep ini!” Sekarang baru mengertilah Pak Sholihin dan Juki, kenapa Asep terus mengigau menyebut nama Lastri, dan kenapa pula Lastri ada di sana. Rupanya Asep patah hati, lalu mengurailah cerita soal pertemuannya dengan demit cantik yang seksi itu. “Kawin we lah kamu sama nenek-nenek, biar gak jadi bujang lapuk sok kasep sedunia!” Danang mendengkus kesal di ambang pintu, setelah diam-diam tak ingin melewatkan cerita Asep. “Lastri itu heunte pilih tampang, tapi pilih kesetiaan!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN