BAB 3 . HAPPY BIRTHDAY GADIS CANTIK!

1451 Kata
Perdebatan pria dewasa dengan gadis bau kencur di meja bar menjadi sebuah pemandangan seru bagi sang bartender. Hingga tanpa dia sadari, gadis kecil bermulut pedas itu yang merupakan kenalan dari bosnya itu sudah mulai pusing karena tak sadar merebut minuman pria di depannya dan menenggaknya sekali teguk. "Oh, jadi kamu sedang berulang tahun hari ini?" tanya pria itu seraya melihat jam di pergelangan tangannya. "Masih ada waktu, ayo kita rayakan!" lanjutnya seraya bangkit berdiri dan bersiap berjalan walau sudah mulai oleng. "Aku mau tiup lilin dan nyanyi heppi besde seperti orang-orang," racau gadis yang mulai mabuk itu. Dia pasrah saja ketika tangannya di genggam oleh pria tak di kenalnya. "Ya, ayo beli kue dan lilin, kita akan bernyanyi heppi besde seperti maumu." Pria itu berkali-kali berkedip dan menggeleng-gelengkan kepala guna menyadarkan diri. Sesekali tangan kirinya memukul-mukul pelipis sendiri. Sementara sang bartender yang sibuk melayani pelanggaan yang semakin ramai, tidak punya waktu untuk mengawasi gadis itu lagi. Dan tanpa dia sadari gadis itu sudah berlalu bersama pria asing itu. Bagai sepasang kekasih, sang pria memegang tangan Cecilia berjalan di trotoar sekitaran bar itu dan setelah beberapa menit, mereka menemukan toko kue yang masih terbuka. "Kamu tunggu disini, aku beli kuenya disana!" tunjuknya ke arah toko kue di seberang jalan. Gadis yang sedang pusing dan hampir mabuk itu hanya mengangguk dan mengguman dengan manja. "Jangan lama-lama." Gadis itu duduk di salah satu tangga bangunan dan melihat om om yang sok akrab itu berlari pelan di tengah jalan untuk membeli kue ulang tahun dan lilin. "Mam, Pap, lihat orang asing itu, dia berlari di tengah jalan untuk membeli kue ulang tahun Cecil. Sementara kalian, apa kalian ingat bahwa hari ini hari ulang tahun Cecil?" ucapnya sendu seraya menatap nanar ke depan. Tak terasa air matanya menetes. Om-om yang baru saja di temuinya di dalam bar, bahkan Cecil belum menanyakan siapa namanya, tapi lihatlah, dengan beraninya dia menyeberangi jalanan ramai hanya untuk membeli kue ulang tahun untuk Cecilia. "How lucky to be your kids," gumamnya pelan. ***** Sementara itu di toko kue. "Saya mau kue ulang tahun." Pelayaan toko yang hampir menutup toko itu terdiam dengan permintaan pria keren di depannya. "Maaf?" "Saya mau kue ulang tahun!" ulangnya sekali lagi. "... Ya, bisa lebih spesifik? Kue yang seperti apa, untuk anak-anak atau dewasa, kita ada beberapa pilihan. Silahkan di pilih." Menjawab dengan sabar setelah terdiam sejenak. Pelayaan itu pasti sudah paham tipe pria seperti ini. Ini adalah salah satu contoh pria yang tidak pernah membelikan kue ulang tahun. Makanya permintaannya sungguh sangat simple tapi tidak dapat di mengerti. "Kue ulang tahun untuk anak remaja, Tolong pilihkan!" Dengan pikiran marketing yang luar biasa hebat dan licik sekaligus memanfaatkan keadaan, sang pelayaan itu merekomendasikan kue yang paling mahal di tokonya. "Ini selera anak jaman sekarang," ucapnya dengan wajah sangat polos dan meyakinkan. "Ya, jika itu sedang trend, tolong di bungkus juga dengan beberapa lilin," pintanya tak peduli dengan harga kue itu. Sesekali dia menoleh ke belakang, memastikan gadis yang berulang tahun itu masih ada di seberang atau tidak. "Mau di tulis apa?" "Biasanya apa?" "Siapa namanya?" tanya si pelayaan dan bersiap menuliskan kata selamat ulang tahun di atas kue tersebut. Lebih baik dia kerjakan sendiri dari pada bertanya pada pria tidak tau apapun itu. Bisa bikin gula darah naik. "Saya tidak tahu!" Jawaban yang membuat sang pelayaan menghela napas kuat. "Selamat ulang tahun ke 17 gadis cantik! Tuliskan itu saja!" pintanya dan di turuti oleh pelayaan itu dalam diam tetapi kesal di dalam hati. "Tolong dua botol air mineral juga," pintanya menunjuk air botolan yang berbaris dalam satu rak. Setelah selesai, pria itu berlari keluar dan segera menyeberangi jalan raya yang mulai sepi di larut malam. Langkahnya di ikuti oleh gadis pelayaan itu dengan pandangan matanya. Dan gadis itu melihat pria itu mendekati gadis yang sedang duduk di emperan salah satu bagunan di seberang. "Luar biasa, merayakan ulang tahun orang yang tidak di kenal, ck..ck..ck.." ****** "Hei, kok menangis, apa aku terlalu lama?" tanya pria itu begitu dia berdiri di depan gadis yang sedang menatap ke arahnya dengan pandangan kosong. "Disini bukan tempat yang bagus untuk merayakan ulang tahun. Ulang tahun ke tujuh belas biasanya sangat berkesan bagi perempuan, apa kamu ingin ke suatu tempat?" Pertanyaab berikutnya untuk mengembalikan atensi gadis itu. "Ya, aku ingin rayakan disana," tunjuknya pada sebuah bangunan tinggi. Pria itu melihat arah telunjuk itu lalu menghela napas berat. Langkah yang salah sejak awal. Tapi sudah terlanjur terlibat, dengan terpaksa harus mengabulkannya. "Baiklah, ayo berangkat!" "Aku pusing, gendong!" ucapnya manja dengan tangan merentang. Ingin mengumpat kesal tapi entah kenapa ada rasa tidak tega. Akhirnya dengan penuh ketidak iklasan, dia berjongkok di hadapan gadis remaja itu. Dan tanpa ada rasa tidak tahu malu, gadis itu melompat ke punggung pria itu. Menempelkan seluruh tubuhnya pada punggung pria itu. Cecilia menelungkupkan wajahnya di bahu pria itu. Wangi dan segar! batinnya. Dia menutup mata dan membayangkan dia sedang di gendong oleh papanya. Berjalan sambil bercanda dan mamanya berada di samping mereka. Sungguh impian yang sangat dia impikan selama ini. "Semoga suatu saat aku bisa merasakannya," gumamnya pelan. "Om, ini bukan daerah rumah Om, kan? Gue takut di jambak istri Om karena nemplok di punggung Om sampe teteek gue gepeng gini." "Sekali lagi mulutmu bicara seperti itu, aku turunkan disini!" ancam pria itu yang mulai jengah dengan bahasa remaja itu. "Muna bangat, padahal Om pasti menikmati kekenyalannya di punggung Om," jawabnya sambil mendengus dan malah makin merapatkan tubuhnya di punggung lebar itu. "Ayo cepetan, gue udah nggak sabar!" kata gadis itu cepat dan tidak sadar makna katanya di ambil sisi negatifnya oleh pria itu. "Untung aku masih waras, jika tidak, habislah kau," geramnya pelan. ***** Usai melewati proses cek in yang sedikit lebih sulit dari biasanya. Akhirnya kedua orang asing itu tiba di dalam satu kamar sesuai yang di pilih oleh gadis tak tau malu itu. "Ayo, Om. Aku udah nggak sabar," ucapnya sekali lagi membuat orang salah paham. "Perbaiki ucapanmu, orang-orang bisa salah paham!" Akhirnya tak tahan juga untuk tidak menegur. "Tapi Om paham, kan? Gak salah paham, kan?" Cecilia fix sedang mengejek. "Sudahlah, sekarang tiup lilinnya, aku bantu pasang musik pake hp biar meriah." Dia bersiap mengambil ponsel dari saku celana. "No, gue mau di nyanyiin langsung, bukan oleh ponsel." Cecilia merogoh ponselnya dan mencari spot yang cocok untuk meletakkan ponsel. Untuk merekam acara ulang tahunnya. "Gadis tidak tau malu, tidak tau terimakasih, dikasihani malah ngelunjak!" gerutu pria itu. Cecilia mana peduli walau di maki seperti itu, yang ada di otaknya sekarang adalah perayaan ulang tahun ke tujuh belas. "Ayo mulai, tinggal dua puluh empat menit lagi," ucap pria itu seraya bersiap menyalakan lilin di atas kue itu dengan bantuan mancis dari sakunya. "Happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you!" "Panjang umurnya, Om!" perintah gadis itu seraya tepuk tangan dengan wajah sumringah. "Panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia, serta mulia, serta mulia." "Tiup Lilin!" Lagi-lagi gadis itu memerintah tanpa melihat wajah jengkel pria di depannya. "Tiup Lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga!" "Happy birthday ..." Kalimatnya menggantung karena tidak tau nama gadis itu. "Gadis cantik," jawab Cecil seraya menunjuk tulisan di atas kue. "Happy birthday gadis cantik, semoga panjang umur dan hidupmu di limpahi kesehatan dan kesuksesan. Sekarang tiup lilinnya!" ucap pria itu. Cecil memejamkan mata seraya berdoa, "Thanks God, masih ada yang sayang padaku. Tolong panjangkan umurku, Amin." Lilin di tiup dan tepuk tangan gemuruh dari satu orang pria dewasa itu memenuhi kamar hotel tersebut. "Jangan menangis, hidup tidak selamanya berjalan sesuai apa yang kau mau. Berbahagialah walau kau sedang bersama orang asing," ucap pria itu seraya mengusap air mata yang meleleh di pipi Cecilia. "Terimakasih!" Cecil menghambur ke pelukan pria itu, membenamkan wajahnya di d**a pria asing yang baik hati itu. Pria itu menepuk-nepuk punggungnya pelan, lalu tanpa sadar mengelus rambut sepunggung Cecil. Keduanya terbawa suasana sampai akhirnya Cecil mendongak menatap pria dewasa yang namanya bahkan tidak dia ketahui itu. Tidak tahu harus menyalahkan siapa, tapi saat ini, dua pasang bibir itu saling menyentuh bahkan saling menyesap. Kepala miring kiri dan kanan, suara decapan dari kedua bibir itu merdu masuk ke telinga masing-masing. Cecilia mengangkat tangannya saat kaos ketatnya di angkat dan di loloskan dari kepala. Pun ketika dia di dorong untuk terbaring di atas kasur dan pria itu berbaring di atasnya. Menguasai tubuh bagian atasnya dengan sangat buas. "Hem--pon g-gu-e," ucapnya terbata saat sadar bahwa ponselnya sedang aktif merekam. "Hmm," gumaman tidak rela dari pria itu karena aktifitasnya ternganggu. Dia menegakkan punggungnya sejenak dan melihat arah kamera ponsel itu lalu dengan segera meraihnya dan menyingkirkan ponsel itu. Dengan tidak sabar, dia kembali menatap tubuh setengah telanjang itu. Dan tanpa aba-aba menyambar bibir ranum itu lagi dan lagi sampai akhirnya ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN