"Hem--pon g-gu-e,"
"Hmm,"
Kedua orang itu saling berguling dan saling memberi kepuasan hingga terdengar jeritan tak senonoh.
Pria dewasa itu juga sangat menikmati permainan malam ini.
Hingga mereka kelelahan dan tertidur dengan pakaian yang sudah berserakan di lantai.
Sementara itu di bar.
"Loe gimana, sih Rei. Orang segede gaban gitu gak kelihatan pergi kemana?" Ambar menyerang si bartender karena mengaku tidak melihat kemana perginya gadis seksi mungil di hadapannya tadi. Yang jadi masalah, bagaimana jika dia pergi dengan p****************g?
"Sorry, gua sibuk bangat tadi. Banyak bangat pelanggaan. Makanya, gua nggak fokus ke temen loe. Tapi dia tadi disini kok, ngobrol sama Om-om." Sesaat kemudian dia mengutuk dirinya sendiri karena mengeluarkan kata-kata Om dari mulutnya.
"Tuh, kan? Cecil pasti di bawa sama si om itu. Duh, mana mau tiup lilin lagi. Sisa dua menit lagi, nih. Payah loe Rei." Gadis yang hanya mengenakan kemben itu menggerutu.
"Ada apa?" tanya sang pemilik bar yang baru datang dengan seorang gadis yang menempel di lengannya. Keduanya awut-awutan, pasti baru saja selesai anu.
"Cecil hilang!"
Laporan yang sungguh ambigu. Hilang? Hilang bagaimana? Hilang di dance floor atau hilang di salah satu kamar?
"Kata si Rei, tadi dia sama Om-om disini ngobrol." Laporan yang kedua dan masih di cerna oleh pria yang masuk dalam kategori Om-om itu.
"Yang, coba cek cctv, dia pergi dengan Om-om itu atau nggak!" ucap gadis ulat bulu itu, yang tak lain adalah Armelia.
Rei, si bartender sudah ketar-ketir. Takut di salahkan karena tidak bisa mengawasi gadis mungil itu tadi. Bos nya pemilik bar ini menoleh padanya. Pria bernama Alex itu menatapnya dengan penuh tanya.
"Tadi dia minum disini, bos. Terus ada pelanggan lain juga, pria dewasa. Mereka ngobrol agak lama. Terus karena rame, aku jadi nggak fokus seratus persen ke cewek itu. Pas noleh, eh udah nggak ada. Dua-duanya nggak ada," terangnya sedikit santai walau sudah mulai ketar-ketir.
Ada cewek ulat bulu yang nempel di lengannya. Sepanjang yang dia tahu, bosnya yang terlihat sangar dengan tato besar di tangannya itu, akan melempem di hadapan cewek ulat bulu itu. Akan menuruti apapun yang di ucapkan. Padahal masih gadis SMA, masih bau kencur. Tapi sudah bisa mengatur-atur.
Sepertinya service nya bagus.
"Hmm, Ayo keruanganku, kita cek cctv," putusnya dan mengajak empat gadis belia yang tampilannya sangat memprihatinkan.
*****
Suara dengkuran dari empat gadis seksi yang tertidur di ranjang besar. Jangan tanya bagaimana penampilan mereka. Itu sungguh penampakan yang mengerikan sekaligus menggiurkan.
Tapi, tidak bagi Alex. Dia hanya akan tergiur oleh satu gadis saja di antara ke empat remaja itu. Jangankan hanya memakai dalaman seperti sekarang, gadisnya pakai hoodie aja dia akan menegang.
Matanya sibuk melihat rekaman cctv dan menerka-nerka siapa yang duduk bersama Cecil tadi. Sepertinya itu pelanggan baru. Alex juga melihat keduanya keluar bersama dan tangan Cecil di genggam oleh pria itu.
Alex mulai was-was. Apa tadi Cecil mabuk?
Sepanjang yang dia ketahui, Cecil tidak pernah menenggak minuman beralkohol. Dia hanya akan memesan Moctail dengan berbagai jenis.
Dia tahu, diantara kelima gadis itu, Cecil adalah gadis paling waras. Dan dari cerita Armelia, kekasihnya. Cecil masih perawan. Dia berbeda dari teman-temannya yang sudah kenyang dengan seeks bebas.
"Aku harap kamu tetap pada pendirianmu, Cil," ucap Alex yang padangannya tidak berpindah dari gambar Cecil yang di gandeng keluar oleh seorang pria.
*****
Hembusan angin dari pendingin ruangan menusuk punggung polos tanpa busana itu.
Gadis di bawah selimut itu menggeliat seraya mencari gulingnya setelah merapatkan selimut di atas bahunya.
Terdiam sejenak, tiba-tiba gadis itu bangun dan langsung duduk. Tidak lupa menahan selimut di d**a. Dia menoleh pada benda yang dia sangka adalah gulingnya.
"Ck, ternyata bukan mimpi." Gadis itu memukul kepalanya sendiri.
Dia mengedarkan pandangan ke segela arah. Dimana ini? Kamar Asing. Lalu dia menoleh ke arah nakas dan mendapati logo sebuah hotel.
"Haaaahh ..." Dia menghembuskan napasnya pelan. Sudah mengerti apa yang terjadi.
Tubuh polos tanpa busana, di kamar hotel dan bersama seorang pria asing. Tidak perlu berteriak apa yang terjadi, karena hal yang dia sangka mimpi benar-benar terjadi ternyata.
Dia bergegas turun dan memungut pakaiannya di lantai. Dia langsung mengenakannya tanpa harus ke kamar mandi. Usai berpakaian, dia berjalan ke arah meja sofa dan mengambil air botolan lalu menenggaknya hingga hampir tandas.
Dia menoleh pada kue ulang tahun di atas meja itu.
"Gadis cantik!" kekehnya saat melihat tulisan yang bahkan tidak berubah dari semalam. Bahkan lilinnya masih menancap di atas kue.
"Sempat-sempatnya dia memindahkan kue ini di situasi yang panas," ucapnya seraya menatap pria yang masih tidur pulas di atas ranjang.
Gadis itu adalah Cecilia. Gadis yang berulang tahun ke tujuh belas tanggal kemarin dan merayakannya dengan pria asing yang bahkan tidak dia ketahui namanya. Saat pria itu melakukan reservasi, dia duduk menunggu di sofa.
Cecil mengedarkan mata dan menemukan waist bagnya.
"Kemana sih ini orang?" ucapnya seraya menatap ponsel yang panggilan tidak di jawab.
"Masih jam enam, pasti masih tidur para kerbau ini setelah pesta-pesta tadi malam." Lagi-lagi dia bicara sendiri.
Teringat akan sesuatu, dia akhirnya menoleh pada kue di atas meja itu.
"Seharusnya kita tiup lilin bersama-sama semala seperti rencana, tapi kita malah terpencar. Ck, sorry, gua yang terpencar dari kalian." Cecil menunduk dan memasukkan kue tersebut ke dalam kotaknya kembali.
Dia berencana akan menikmati kue ulang tahunnya bersama teman-temannya juga.
Sebenarnya, semalam mereka berencana merayakan ulang tahun ini di bar milik Alex. Tapi sebelum perayaan mereka malah keasyikan dengan kesenangan masing-masing dan jadinya melenceng dari rencana.
"Hei!" panggil pria dari atas ranjang itu ketika Cecil sudah berjalan ke arah pintu.
Cecil tidak berbalik tetapi berhenti.
"Sorry, and thanks untuk kuenya. Gua bawa ya, semoga rejeki Om lancar. Amin!" ucapnya.
"Bukankah seharusnya kamu memberitahuku siapa namamu? Apa begini caramu berterima kasih?"
"Maaf, gue dari luar angkasa, nama gue sangat panjang. Om pasti tidak akan bisa mengingatnya. Thanks Om, gue pergi!" Cecil melambai tapi tetap memberikan punggungnya pada pria itu.
"Setidaknya tatap aku saat mengucapkan terima kasih. Lagian, apa kamu lupa apa yang kita lakukan tadi malam?" Suara pria itu meninggi.
Sungguh dia merasa sangat kesal dengan anak remaja bau kencur itu.
Sudah tidak mau kasih tau nama, malah pergi tanpa menoleh. Kurang ajar!
Mendengar suara yang meninggi dan sedikit kesal itu. Cecil berbalik dan melangkah santai ke arah ranjang dimana pria itu masih berbaring.
"Ck, gua sedang berusaha menghilangkan apa saja yang terjadi di antara kita, tapi sepertinya Om sangat ingin gue membahasnya," ujarnya pelan.
Cecil berdiri di depan pria itu.
"Gua harap hal ini jangan sampai bocor atau dibawa perasaan, ini hanya kejadian tak disengaja."
Cecil menghela pelan.
"Terimakasih untuk pestanya. Aku sangat menikmatinya." Cecil mengangkat kotak kue di tangannya.
"Dan gua harap kita tidak bertemu lagi, Om. Karena jika sekali lagi kita bertemu,
bersiaplah untuk mengatakan selamat tinggal pada istrimu."
Gadis itu mendekat lagi dan berbisik,
"Om hebat, gua rasa, gua bisa betah jika Om masih single."
Cup
Satu kecupan di bibir pria itu sebelum Cecil berbalik dan pergi tanpa menoleh lagi.