Marina segera keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Dengan cekatan dia segera mengambilkan makanan untuk Geno dan meletakkannya di atas baki dorong. Marina hampir saja berteriak saat seseorang menariknya dan memeluknya erat.
“Mas Dewo! Bikin kaget aja!” ucap Marina sembari bergerak mundur dan melepaskan pelukan Dewo darinya.
“Apa ia menyakitimu?” tanya Dewo perlahan sembari mengusap rambut Marina yang tergerai. Wajahnya terlihat khawatir tapi ia berusaha menahan diri agar Marina tak merasa risih akan sikapnya.
“Siapa?” tanya Marina berusaha menenangkan dirinya dan mencoba bersikap biasa walau sebenarnya ia merasa sangat canggung.
“Geno.”
“Oh, nggak kok, memangnya kenapa mas?” tanya Marina sembari menyibukan diri menambah makanan untuk suaminya.
“Aku tahu kalian tadi bukan b******u,” ucap Dewo tampak kesal dan menatap bibir Marina dalam.
“Nggak kok, kita barusan bercanda tapi memang berlebihan. Aku pamit dulu ya mas, suamiku menunggu di dalam kamar.”
“Kenapa gak makan malam bersama disini?”
“Mas Geno agak gak enak badan dan kita lagi ingin berduaan,” jawab Marina cepat sembari mendorong baki makanannya. Dewo segera mencegah langkah Marina dan menggenggam lengannya erat.
“Aku cemburu Marina,” bisik Dewo perlahan. Marina hampir tersedak mendengarnya lalu berkata santai seolah tak ada apa-apa.
“Akh, mas Dewo pasti cemburu sama mbak Linda kan? Tenang aja mas, walau kakakku itu gatel tapi hatinya hanya untuk mas Dewo. Sudah ya, gak enak kalau nanti mbak Linda dengar.”
Marina segera bergerak pergi sedangkan Dewo tetap memandangnya sampai tak terlihat lagi. Marina segera mengatur nafasnya agar kembali tenang. Lagi-lagi kakinya gemetar mendengar perkataan Dewo padanya. Akh, andai saat dulu Marina tak terbuai dengan perhatian Dewo, pasti Dewo tak akan bersikap berlebihan seperti ini padanya. Kepala Marina terasa pusing karena ia merasa ada di dalam lingkaran setan di dalam rumahnya. Andai ia bisa keluar dari rumah ini betapa menyenangkan rasanya. Momen seperti ini yang selalu membuat Marina merindukan Henry. Karena Henry selalu ada untuknya dan melindungi Marina dari sikap berlebihan Dewo. Tak ada yang menyadari bahwa dari jauh ada sepasang mata indah yang tengah menatap tajam kearah Dewo dan Marina. Linda.
Dengan dingin Linda memperhatikan sikap suaminya yang menaruh perasaan sejak lama pada sang adik. Tapi Marina yang polos dan tak tegas hanya bisa membuat semuanya semakin buruk. Ia tahu Marina tak akan pernah berniat untuk menarik perhatian suaminya apalagi berselingkuh diam-diam dengan Dewo. Marina bukanlah seperti Linda yang agresif, dominan dan selalu merasa tak puas akan pria. Walau begitu hatinya hanya untuk Dewo saat ini. Ia tak merasa cemburu jika Dewo mendekati perempuan lain, karena ia tahu, suaminya hanya melampiaskan hasratnya saja sama seperti dirinya. Tapi tidak jika perempuan itu Marina. Dibesarkan di desa, terbiasa seadanya dan melayani membuat adik kecilnya itu spesial. Berbeda dengan dirinya yang bak seorang putri raja yang selalu dilayani. Hanya Dewo yang mengerti luar dalam tentang siapa sesungguhnya Linda dan bersabar begitu besar.
Walau begitu Linda tak akan melampiaskan kecemburuannya pada Marina sang adik. Ia sudah tahu, dengan kelebihan Marina yang cantik dan bagaikan magnet untuk pria itu juga menjadi kelemahan Marina yang terbesar dan akan membuatnya merusak semua hubungan yang ia miliki karena sifatnya yang selalu mentolerir semuanya, selalu merasa sungkan dan tak percaya diri. Adik kecilnya itu selalu menjadi pembawa sial untuk semua cinta yang ia dapatkan.
***
“Mas! Kembalikan handphoneku!” pekik Marina kesal sambil berusaha untuk mengambil handphonenya kembali dari tangan Geno. Ternyata diam-diam Geno mengambilnya untuk dibawa untuk diganti nomornya esok.
“Aku gak mau ganti nomor! Nomor itu sudah aku pakai sejak aku pertama kali punya handphone!” ucap Marina kesal dengan keinginan Geno.
“Aku gak peduli! Kamu harus ganti nomor biar gak bisa menghubungi dan dihubungi si Henry lagi!”
“Mas pikir dengan mengganti nomorku, aku tak bisa menghubungi Henry lagi?! Salah besar! No handphone Henry sudah aku hafal diluar kepala! Cepat kembalikan handphoneku, kalau tidak aku hubungi salah satu pacar perempuan kamu dan akan ku bilang kalau kamu sudah menikah!”
Marina segera membalas sikap Geno dengan menyambar handphone Geno untuk mengancamnya.
“Hahahahaha, kamu kaya tahu aja mantan pacarku siapa!” ejek Geno sambil tertawa terbahak-bahak.
“Joyce!”
Mendengar nama itu Geno tiba-tiba tersedak nafasnya sendiri. Ia benar-benar kaget saat Marina menyebut nama sepupu jauhnya yang juga mantan kekasihnya dulu.
“Tahu dari mana kamu?!” tanya Geno saat ia sudah bisa bernafas kembali.
“ Dia telepon, ada yang telepon kamu namanya Joyce,” ucap Marina sambil memamerkan nama yang muncul di handphone Geno.
“Berikan handphonenya padaku!”
“Gak bisa! Kembalikan handphone ku baru ku berikan handphonemu!”
Geno segera mengembalikan handphone Marina dan menyambar handphonenya sendiri lalu berjalan menuju teras belakang diluar kamar tidur mereka untuk menerima telepon.
Marina hanya mendengus kesal dan menggenggam handphonenya erat-erat tapi sesaat kemudian ia menoleh ke arah Geno yang tengah menerima telepon dari perempuan yang bernama Joyce. Melihat sikapnya yang langsung berubah, perasaan Marina tiba-tiba merasa tak enak. Apalagi saat ia mendengar dari mulut Geno sendiri bahwa sepertinya Joyce adalah mantan kekasihnya. Marina kembali menoleh ke arah teras belakang dan memandang Geno dengan pandangan sebal. Walau ia merasa tak ada perasaan untuk suaminya, ia merasa tak suka dengan perempuan yang menghubungi Geno. Komunikasi itu tak berlangsung lama. Geno kembali ke dalam kamar dan menghampiri Marina yang tengah merengut sambil memeluk sambil memeluk handphonenya.
“Siapa dia?” tanya Marina tak bisa menahan rasa penasarannya.
“Dia Joyce, masih sepupuku tapi hubungan kekeluargaan kami cukup jauh.”
“Cukup jauh sehingga bisa kamu pacari?”
“Hei, kamu cemburu ya?”
“Idih! Kan kamu sendiri yang bilang! Sampai batuk-batuk saat aku menyebut nama Joyce trus kamu tanya aku bisa tahu dari mana?!”
“Ck, gak usah marah-marah gitu dong, aku sama dia sudah tidak ada apa-apa lagi. Ia baru kembali dari London dan tinggal di rumah keluargaku. Dia mengajakku bertemu minggu ini, kamu mau ikut?”
“Aku? Ikut? Trus kamu mau bilang apa sama dia tentang aku? Hai Joyce, ini kenalkan anak bos aku dikantor. Gitu?”
“Nggak dong, aku akan bilang kalau kamu kekasihku … maafkan aku Marina tapi aku belum bisa mengatakan pada keluargaku kalau aku sudah menikah denganmu. Jika Joyce tahu, keluargaku pasti akan tahu juga.”
“Kekasih apanya?! Kekasihku cuma Hen…”
“Stt, jangan sebut nama itu lagi! Lihat aku Marina … kekasihmu saat ini cuma aku … bahkan aku lebih dari itu,” bisik Geno segera menutup mulut Marina yang tampak kesal dan hampir saja menyebut nama mantan kekasihnya kembali. Geno mendekatkan wajahnya pada Marina. Kali ini ia tak ingin mencuri ciuman dari istrinya. Perlahan ia merekatkan bibirnya pada bibir Marina, merasa tak ada penolakan Geno pun mengecup bibir lembut dan dingin itu mesra. Tanpa bicara Geno segera menarik Marina untuk naik keatas ranjang bersamanya.
Entah apa yang terjadi, jika sebelah tangan Geno sedang tidak sakit saat itu, mungkin Marina telah kehilangan kesuciannya oleh sang suami. Mereka b******u dengan panas dan berakhir hanya dengan saling memeluk satu sama lain.
Nafasnya masih terengah-engah saat Geno menariknya dalam pelukan. Marina memejamkan matanya perlahan. Tadi siang ia menangis karena merindukan Henry kekasihnya dan kini dengan semudah itu ia b******u dengan suaminya yang ia berikan perasaan. Marina mendesah perlahan. Tiba-tiba ia merasa ingin menangis karena merasa sangat mudah sekali terbuai dan mengiyakan semuanya.
“Kenapa kamu sayang?” bisik Geno saat merasakan Marina menangis di dalam pelukannya.
“Betapa murahnya aku … dengan mudahnya aku berpaling dari perasaanku siang tadi dengan melakukan semua ini dengan mu sekarang,” bisik Marina sedih.
“Stt, jangan berpikir begitu. Saat ini aku tengah membujukmu untuk memberikan hatimu padaku sedikit demi sedikit Marina,”
“Mas…”
“Aku hanya memintanya sedikit, perlahan tapi akan kulakukan setiap hari. Aku akan terus meminta cintamu,” bisik Geno perlahan dengan suara lembut sambil mencium kening Marina lama. Marina meremas pakaian suaminya. Belum apa-apa ia sudah merasa lemah dan tak berdaya. Begitu pula Geno. Mencumbu Marina membuat dadanya terasa sesak seolah ingin meledak. Tapi bukan karena benci, bahkan ia ingin melakukannya lagi dan lagi.
Bersambung