Geno menghela nafas panjang menatap sang ibu yang tengah mengomelinya karena menghilang selama lebih dari dua minggu tanpa memberi kabar.
“Jadi kamu tinggal dimana sekarang?” tanya Nurina mendelik sebal pada putra bungsunya.
“Aku hanya pindah apartemen saja, aku mencari tempat yang lebih dekat dari kantor Ma. Apartemen ini tidak aku jual karena bisa aku jadikan investasi untuk kedepannya.”
“Lebih baik kamu pulang kerumah Gen, mau ngapain sih kamu luntang lantung tak karuan diluar sana. Rumah kamu lebih besar dan lebih nyaman daripada apartemen kecil seperti ini. Mama sendirian sekarang, kakakmu semua sibuk dan mama jadi tak ada teman.”
“Loh, mama sendiri mungkin lebih sibuk daripada aku. Aku cuma pegawai kantor biasa yang waktu kerjanya jam 9 sampai 6 sore ma, setiap aku pulang pun mama jarang ada dirumah.”
“Akh, kamu ini selalu membantah terus!”
“Jadi sebenarnya ada apa ma? Kenapa mama sampai memintaku untuk pulang dan tinggal dirumah?” tanya Geno cepat, Ia tak begitu percaya jika sang ibu begitu merindukannya sampai menginginkan dirinya untuk tinggal di rumah.
“Joyce sudah pulang dari London. Sepupu jauhmu itu saat ini tinggal di rumah kita. Mama ingin kamu kembali karena mama tahu kamu dan Joyce sangat dekat. Joyce itu suka banget sama kamu Gen, apalagi dia anak satu-satunya dari Mas Yoga. Jika kamu menikah dengannya, mas Yoga tak akan segan untuk membantu menyuntikan dana untuk perusahaan keluarga kita.”
Geno menghela nafas panjang. Ada perasaan sedih dan kecewa di hati Geno karena ternyata mamanya tak seperhatian itu padanya, ia mencari Geno karena ada tujuan tertentu.
“Geno belum bisa kembali kerumah Ma, banyak pekerjaan penting yang harus diselesaikan.”
“Jangan sibuk dengan pekerjaanmu terus! Kamu juga harus ingat, ada perusahaan papamu yang harus diselamatkan!”
“Sudah ada mas Raul dan mas Denny bukan?! Aku tak bisa bantu apapun ma!”
“Gen! Makanya mama minta kamu untuk bersama Joyce agar perusahaan keluarga kita bisa tertolong!”
“Gak bisa ma! Aku sudah punya kekasih!”
“Putuskan!”
“Ma!”
“Keluarga kita butuh investor Geno!”
“Akh, sudah ma! Jangan paksa aku! Aku gak bisa!”
“Geno… “
“Lebih baik cari cara lain selain menikahkan aku dengan Joyce!”
“Mama gak akan meminta kamu kalau kondisi kita tak sebahaya ini Geno!”
“Geno gak bisa ma!”
“Siapa sih pacar kamu sampai kamu cinta dia segitunya?! Pertemukan dengan mama!”
“Ma!”
“Kamu sadar gak sih?! Perusahaan kita ini mau hancur Geno! Hancur!”
“Ma, sabar ma… sabar… “ ucap Geno segera memeluk sang ibu yang tampak panik dan marah. Nurina hanya bisa mengatur nafasnya perlahan saat si bungsu memeluknya erat penuh rasa sayang.
“Hanya ini sisa peninggalan papamu Gen,” bisik Nurina sedih dan bingung membayangkan jika ia kehilangan segalanya.
“Iya, Geno mengerti tapi bukan dengan cara seperti ini. Kasih Geno waktu untuk memikirkan solusinya.”
“Tolong minggu depan kamu berkunjung ke kantor kakakmu Raul dan bicaralah padanya, ia membutuhkan sahammu Gen,” pinta Nurina perlahan.
Geno menutup matanya. Hatinya terasa sedih, ia tahu bahwa sahamnya akan digunakan untuk menutupi kehancuran keluarganya walau itu tidak ada artinya.
“Iya, minggu depan Geno akan menemui mas Raul.”
“Janji ya Gen…”
“Iya ma, Geno janji.”
Nurina menghela nafas lega, ia tahu Geno selalu menepati ucapannya. Ia mengambil tas tangannya perlahan dan berpamitan pada Geno.
“Mama pulang dulu kalau begitu, kami akan makan malam bersama Joyce. Kalau bisa kamu hadir ya Gen,” bujuk Nurina berusaha sampai titik terakhir. Geno hanya diam dan mengantar sang ibu ke depan lift. Setelah mengantar sang ibu, Geno menghubungi Marina segera.
“Dimana kamu?” tanya Geno lemas, ia merasa kehabisan tenaga karena berdebat dengan sang ibu.
“Aku masih di Mall … mas, ada Henry disini.” Mendengar ucapan Marina mata Geno segera membulat dan menegakan tubuhnya.
“Tunggu aku disitu!” ucap Geno cepat sambil segera mengambil kunci mobilnya.
***
Geno segera memasuki sebuah Cafe dan melebarkan pandangannya mencari Marina. Terlihat disebuah sudut sepasang wanita dan pria tengah duduk berdampingan.
Dari jauh Geno bisa melihat wajah Marina yang sembab dan rambutnya terurai kusut menandakan bahwa ia habis menangis hebat. Sedangkan Henry duduk disamping Marina seolah membujuknya sambil menghapus airmata Marina dengan tangannya.
Melihat adegan itu, Geno berjalan tak tergesa-gesa dan segera menahan tangan Henry yang akan kembali mengusap wajah istrinya.
" Sudah bukan tugasmu lagi untuk menyeka airmata Marina," ucap Geno tenang sambil berdiri dibelakang Henry.
"Mas," panggil Marina gugup lalu menghapus wajahnya dengan tangan dan menegakan duduknya.
"Sini, tempatmu disampingku. Bukan disampingnya," panggil Geno tenang sambil melambaikan tangannya pada Marina untuk berdiri dan berpindah tempat.
Perlahan Marina berdiri, Henry sempat menahannya tapi akhirnya terpaksa memberikan jalan agar Marina bisa berpindah tempat dan kali ini duduk dihadapannya bersama Geno.
"Rapikan rambutmu dan gunakan topi ini, tak enak jika orang-orang melihat wajahmu sembab dan basah," ucap Geno perlahan sambil memberikan topi yang ia kenakan pada Marina.
Marina segera mengikat rambutnya yang panjang dan mengenakan topi yang Geno berikan.
"Mas mau pesan sesuatu?" tanya Marina setengah berbisik pada suaminya. Ia tahu sejak pagi Geno belum makan apa-apa.
"Kita tidak akan lama disini, lebih baik kita makan diluar saja," ucap Geno cepat.
" Aku ingin membicarakan sesuatu," ucap Henry seolah tak bisa menunggu dan tak ingin berbasa basi pada Geno.
"Katakan saja," balas Geno bersikap tenang sambil melipat kedua tangannya di d**a. Ia seolah sudah siap dengan apa yang akan dikatakan Henry.
"Aku masih mencintai Marina, begitu pula sebaliknya. Kami akan tetap bersama."
Geno tersenyum mengejek saat mendengar ucapan Henry.
"Lalu Dea dan janin didalam perutnya?"
"Aku dan Dea akan mengurusnya bersama. Kami berdua telah membicarakan ini sebelumnya. Tak ada perasaan cinta diantara kita, semua ini benar-benar sebuah kesalahan karena kami khilaf," jawab Henry tanpa ragu.
"Jadi apa mau mu?"
"Jika Dea sudah melahirkan nanti, tolong ceraikan Marina. Kalian pun bersama bukan karena perasaan tapi karena kepentingan mas Geno diperusahaan pak Herman."
"Apapun alasannya bukan urusanmu. Marina sudah kunikahi, Ia istri sahku sekarang. Apapun yang terjadi, ia menjadi tanggung jawabku. Ia sudah tidak perlu pria lain untuk mencintai dan mengurusnya."
"Tapi ia tak mencintaimu! Ia tak akan berbahagia dengan pria selingkuhan kakaknya sendiri!"
"Apapun yang kulakukan kemarin bukan urusanmu! Kamu pikir aku dan Marina belum membahas hal ini? Tentang hubunganku dengan Linda? Tentu saja sudah. Kalau menurutmu Marina tak akan bahagia karena kami menikah tanpa cinta, kenapa kamu tak membiarkan kami untuk saling jatuh cinta dan mencintai? Kita bisa belajar untuk saling mencintai Marina…," ucap Geno tenang lalu menoleh pada Marina dan mengecup bibir Marina dengan lembut. Marina hanya diam karena terkejut dengan sikap Geno. Henry segera menjauhkan Geno dari Marina dengan mendorong d**a Geno. Ia tampak marah saat Geno mencium kekasihnya.
"Kenapa musti marah? Ia istri sahku. Aku bisa melakukan apapun padanya dan juga sebaliknya. Ayo sayang, kita pergi." Ucap Geno penuh kemenangan dan berdiri lalu mengulurkan tangannya pada Marina.
Marina diam membisu. Ia tampak ragu dan bingung lalu menatap Henry dalam.
"Apapun yang kalian rasakan di dalam hati, kenyataannya kalian sudah menikah dan memiliki pasangan masing-masing," ucap Geno seolah mengingatkan status masing-masing.
"Tinggalkan dia Marina," bujuk Henry setengah berbisik pada Marina. Geno menyadari bahwa ia tak tahu apa yang telah Henry katakan pada Marina dan jika ia membiarkan Marina yang labil untuk membuat keputusan, rencananya bisa gagal total.
"Ayo kita pulang Marina, aku tahu kamu bukan perempuan egois yang demi cinta bisa melakukan apapun juga. Bagaimanapun ada anak yang akan lahir dari Henry dan Dea. Tegakah kamu memisahkan orangtuanya dari bayi yang tak bersalah?"
Mendengar ucapan Geno, Marina segera memalingkan wajahnya. Geno segera mengambil tangan jemari tangan Marina dan menggenggamnya erat.
"Aku bukan pria baik, tapi aku sudah berjanji padamu yang perlu kamu lakukan hanyalah menerimaku Marina."
Marina masih diam lalu membalas remasan tangan Geno dan bangkit dari duduknya perlahan. Geno segera menarik Marina perlahan untuk meninggalkan cafe itu.
Henry pun segera berdiri dan menyambar sebelah tangan Marina yang lain.
"Marina! Aku tak akan pernah melepaskanmu… beri aku waktu, aku akan kembali padamu."
Geno segera melepaskan genggaman tangan Henry pada istrinya perlahan lalu kembali berjalan mengajak Marina pergi. Sedangkan Marina masih menoleh kebelakang melihat Henry sesaat sebelum Geno merangkul pinggangnya dan menolehkan wajahnya pada Geno.
"Kali ini yang harus kamu lihat hanya aku," bisik Geno lembut dan membawa istrinya pergi dari tempat itu.
Ia tak bisa menunggu lagi. Apapun yang terjadi Marina harus mencintainya.
Bersambung.