Marina memasuki unit apartemen milik Geno yang tak terlalu besar. Ada dua kamar di dalamnya tapi satu kamar terdiri dari kamar tidur Geno dan satu lagi ia penuhi dengan baju. Diluar kamar hanya ada sebuah sofa, meja makan kecil di dekat dapur, kulkas, buffet rendah dengan tivi besar dan sebuah karpet cukup luas. Sisanya Geno menghias ruangan itu dengan lampu diri, beberapa frame dan kaca sehingga membuat ruangan itu terasa nyaman dan luas.
Sedangkan di dalam kamarnya benar-benar hanya ada satu ranjang cukup besar dengan sebuah nakas kecil disamping tempat tidur dan sebuah lampu berdiri yang temaram sehingga membuat kamar itu terasa nyaman untuk beristirahat.
Marina mendudukan dirinya perlahan di sofa setelah berkeliling melihat-lihat isi ruangan disaat Geno membersihkan diri dan tak lama Geno pun muncul dengan rambut basah.
“Kamu butuh sesuatu?” tanya Geno sembari membuka kulkas dan memberikan sebotol air mineral pada Marina.
“Bagaimana kondisi kakimu?” tanya Geno saat melihat Marina masih melangkah dengan tertatih tatih.
“Ada alkohol?” tanya Marina saat melihat Geno meletakan botol mineral itu diatas meja dihadapannya. Mata Geno membulat dan tersenyum mengejek. Ia tak pernah tahu Marina mengkonsumsi alkohol karena menurut sepengetahuannya gadis itu sangat tertutup dan tak suka bergaul kemana pun.
“Emang pernah minum alkohol? Belagu!” ejek Geno.
“Memangnya sejak kapan kita begitu akrab sehingga mas Geno tahu apa yang aku lakukan? Jangan sok tahu! “ balas Marina penuh percaya diri sambil menatap Geno tajam.
Pria itu hanya menggelengkan kepalanya perlahan, ia mengerti bahwa saat ini Marina tengah mencari cara untuk melampiaskan perasaanya yang tengah tak menentu dan patah hati. Ia memang tidak pernah akrab dengan anak perempuan pak Herman yang satu ini, selain usia mereka yang cukup jauh, fokus Geno hanyalah bersama perempuan seperti Linda, bukan Marina.
Geno masuk ke dalam kamarnya lalu kembali dengan sebuah botol cognac di tangannya dan diletakan dengan kasar diatas meja.
“Kamu ingin mabuk? Minum ini. Jika mabuk bisa menghilangkan perasaan patah hatimu, fine, ayo kita minum.”
Geno segera mengambil 2 buah gelas Cognac yang besar dan menuangkan cairan di dalamnya lalu memberikannya satu pada Marina. Dengan percaya diri Marina meneguknya dan menahan rasa panas dan pahit di tenggorokan dengan segera menelannya. Geno tersenyum mengejek melihat reaksi Marina. Terlihat sekali bahwa perempuan di hadapannya ini tak pernah minum alkohol sebelumnya.
Melihat senyuman penuh ejekan dari wajah Geno, Marina segera meneguk habis isi gelas di tangannya. Mata Geno terbelalak dan segera mengumpat,
“Dasar gadis bodoh!”
Marina tampak tak peduli, lambungnya terasa sangat panas dan akhirnya memutuskan untuk menghabiskan sebotol air mineral yang tadi diberikan Geno.
“Jangan!” cegah Geno tapi Marina telah menghabiskannya dengan tandas. Menghabiskan air mineral sebanyak itu hanya mempercepat alkohol bekerja untuk membuat gadis itu mabuk.
“Ck!” ucap Geno menghela nafas panjang, menghadapi Marina ia seperti menghadapi anak remaja padahal usia gadis itu sudah 26 tahun. Geno segera berdiri dan mengambil bantal juga selimut untuk Marina yang sebentar lagi akan mabuk.
“Lebih baik setelah ini kamu tidur,” bisik Geno sambil mengambilkan sebuah handuk basah yang hangat dan memberikannya pada Marina.
“Tidur? Kok tidur?! Kenapa mas Geno tak mau menemaniku bersenang-senang?” tanya Marina tampak kesal.
“Apaan sih kamu Mar? Sikap kamu itu kaya anak kecil. Gak mau pulang kerumah dan sekarang sok-sok an ingin mabuk segala,” ucap Geno sambil menyeka wajah Marina lalu menyeka tangannya. Perempuan itu hanya diam sesaat dan membiarkan Geno menyeka wajah dan tangannya seperti anak kecil.
“Apa aku tak semenyenangkan itu ya?” tanya Marina dengan suara pelan.
“Maksudnya?”
“Apa aku seburuk itu mas? Apa aku tak seasik itu sehingga semua pria meninggalkan aku? Henry meninggalkan aku karena tergoda perempuan lain, mantanku yang lain tak ingin melanjutkan hubungan denganku karena alasannya aku terlalu lugu dan tak bisa diajak bersenang-senang. Akh, tak usah membicarakan soal kekasih, satu-satunya pria di rumah yang berstatus sebagai ayahku saja selalu menganggap seperti anak kecil dan tak pernah serius. Aku tahu, kamu tak ingin menikahi ku walau papa menawari banyak hal yang menggiurkan. Kamu lebih senang menjadi selingkuhannya mbak Linda yang selalu tampak cantik dan menarik, dibandingkan aku.”
Marina menatap Geno dengan pandangan dalam. Geno hanya menundukkan kepalanya dan pura-pura sibuk menyeka tangan dan kaki Marina walau sebenarnya ia merasa terkejut karena Marina mengetahui dirinya main api dengan Linda.
“Ayo tidur, kamu sudah mulai mabuk,” suruh Geno sambil mendorong tubuh Marina perlahan agar ia berbaring di sofa.
“Aku tak ingin tidur! Kenapa semua orang menyuruhku untuk melakukan ini dan itu?!” tolak Marina marah sambil menepis tangan Geno.
“Marina!” pekik Geno saat gadis itu malah kembali meneguk isi gelas cognac milik Geno sampai tandas yang belum sempat tersentuh.
“Terserah kamu deh! Lakukan saja apa yang kamu mau!” gumam Geno sambil melemparkan handuk basah yang tadi ia gunakan untuk menyeka ke dalam keranjang cucian kotor lalu menyalakan tivi dan memasang netflix agar Marina tak kesepian.
“Sudah ya, aku mau tidur. Besok pagi aku harus bekerja,” pamit Geno sambil mengambil botol Cognac yang masih tersisa agar Marina tak lagi mencoba meminumnya lalu masuk ke dalam kamar tidurnya, berganti pakaian dan menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Geno tak ingin terlibat dengan drama apapun yang Marina buat. Sejak ia mengenal Marina, mungkin ini adalah interaksinya yang terlama dengan gadis itu. Geno mencoba memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur walau sayup-sayup ia mendengar Marina yang tengah menangis.
***
Geno mencoba menahan hasratnya sekuat mungkin saat perempuan yang tengah berada di bawah tubuhnya terus menyentuh Geno dengan sentuhan dan ciuman lembut. Marina yang masih terlihat mabuk sibuk meremas rambut dan menciumi leher Geno penuh nafsu. Tubuh mereka kini sudah terbuka yang tersisa hanya penuh bagian bawah satu sama lain.
Entah berapa lama akhirnya Geno yang tertidur menjadi terbangun saat mendengar suara tivi diluar kamarnya terdengar begitu keras. Geno pun melirik jam dan menunjukan ia sudah tertidur selama satu jam lebih. Dengan malas Geno bangkit dan berjalan keluar kamar untuk mengecilkan suara tivi lalu tersadar tak ada Marina disana. Awalnya ia pikir Marina memutuskan untuk pulang tetapi tasnya masih ada . Akhirnya matanya tertuju pada pintu kamar mandi yang terbuka. Ia melihat Marina tengah terduduk dengan pakaian basah setengah tak sadarkan diri. Tercium aroma tak enak dari tubuh Marina, tampaknya ia baru saja muntah. Awalnya ia hanya ingin membantu membersihkan Marina dari bekas muntahan di tubuhnya tapi gadis itu terus menerus mengeluarkan isi perutnya bahkan mengenai tubuh Geno.
“Kamu harus mandi Mar,” keluh Geno. Mendengar ucapan Geno, gadis itu segera membuka seluruh pakaiannya dan berjalan sempoyongan ke bawah shower dan menyalakannya dengan asal. Geno segera menahan tubuh Marina saat ia hampir terjatuh karena terlalu pusing untuk berdiri. Melihat tubuh Geno yang basah Marina segera merangkul tangannya dan bergelayut manja pada Geno sambil tertidur.
Entah apa yang terjadi, kini tanpa sadar mereka berdua telah berada diatas ranjang Geno, hampir polos dan saling mencumbu satu sama lain. Geno sadar bahwa ia tak boleh mengikuti hawa nafsunya karena apapun yang dilakukan Marina padanya gadis itu dalam keadaan mabuk. Tapi sentuhan Marina yang halus seolah terus -menerus menggodanya untuk ikut membalas cumbuan Marina. Sampai akhirnya ia tersadar saat Marina berbisik di telinganya,
“Ini kan yang kamu mau Hen? b******u denganku yang selama ini tak pernah kuberikan padamu. Kenapa kamu tak bisa bersabar sedikit saja sampai kita menikah? Ayo b******u denganku Hen, sampai kamu puas!” desah Marina sambil menggerakkan tangannya menggerayangi tubuh Geno.
Geno segera menahan tangan Marina dan mencoba menghindari ciuman-ciuman kecil itu, ia sadar saat ini Marina tak melihatnya sebagai Geno tapi sebagai Henry. Geno menghempaskan tubuhnya disamping Marina yang masih menggeliat tak menentu. Wajahnya menoleh kesamping menatap Marina yang berbaring menutup mata sambil mengoceh tak sadar walau tangannya terus mencari dan mengusap d**a Geno.
Wajah cantik itu terlihat sangat sedih dengan airmata berlinang perlahan di sudut matanya. Melihat Marina yang begitu rapuh membuat Geno tak tahan untuk segera melumat bibir penuh itu. Mereka berciuman dalam sampai akhirnya Geno menghentikan ciumannya dan menyelimuti tubuh mereka berdua lalu memeluk Marina erat.
“Maafkan aku Marina, aku tak tahan untuk tak menyentuh dan mencium mu…,” bisik Geno sambil menciumi kening Marina yang ia peluk erat dalam selimut. Sedangkan Marina sudah tak sadarkan diri dan tertidur lelap dalam pelukan Geno yang hangat.
***
Sinar matahari pagi yang menyusup kebalik jendela membuat Marina terbangun dengan tubuh terasa sangat panas, kepala yang begitu sakit dan aroma tak enak yang terasa dari dalam mulutnya. Hawa dingin dari Ac yang menyentuh tengkuk dan punggung bagian belakang membuatnya tersadar bahwa ia tengah tak mengenakan apapun dan membuat Marina segera terduduk dari tidurnya. Melihat tubuh bagian atasnya terbuka bebas dengan Geno yang masih tertidur disisinya membuat Marina berteriak histeris.
Mendengar teriakan Marina, Geno segera terbangun dan terduduk. Tangisan Marina pecah saat melihat Geno tak mengenakan apapun selain celana dalam sama seperti dirinya.
“Stt, tenang Marina… kita tak melakukan apapun,” ucap Geno sambil menutup mulut Marina dengan tangannya yang tengah menangis histeris sambil menutup dadanya.
“Stt, kita tak melakukan itu…kita tak melakukan itu… kita hanya b******u sesaat!” Geno segera menarik Marina ke dalam pelukannya dari belakang dengan erat. Marina mencoba melepaskan dirinya tapi Geno semakin memeluknya erat.
“Sudah jangan menangis … jangan menangis… aku akan menikahimu … kita akan menikah … ayo kita menikah …,” bisik Geno perlahan mencoba menenangkan Marina sambil mencium tengkuk gadis itu perlahan dan tetap memeluknya erat. Geno hanya bisa memejamkan matanya ketika ia menyadari apa yang baru saja ia ucapkan. Entah karena merasa bersalah atau karena ia takut Marina melaporkannya pada pak Herman, kali ini ia pasrah dan bersedia menikahi perempuan yang tengah menangis di dalam pelukannya.