Laki-Laki disekitar Marina

1294 Kata
Geno terbangun saat Matahari sudah tinggi, matanya terasa silau sesaat lalu ia segera mengumpulkan nyawanya dan melihat ke sekitar bahwa tak ada Marina disana. Perlahan ia bangkit untuk membersihkan diri dan kemudian keluar dari kamar tidur. Terdengar suara percakapan dari arah ruang makan. Suara seorang wanita dan pria. Geno pun segera menuju ke arah ruang makan dan melihat Marina tengah mondar-mandir sedangkan Dewo tengah duduk sarapan. “Ini salad nya mas, ada yang ditambahkan lagi?” tanya Marina pada sang kakak ipar sembari meletakan semangkuk piring berisi sayuran dan buah. “Tolong tambahkan aku infuse waternya sayang, agak banyak saja,” pinta Dewo dengan suara lembut. Geno sempat tercenung sesaat mendengar ucapan Dewo pada Marina. Mungkin wajar saja jika ia memanggil istrinya dengan panggilan sayang tapi nada suara itu terdengar berbeda dan tak biasa. “Selamat pagi,” sapa Geno segera masuk ke ruang makan seolah ingin memergoki mereka berdua. “Kamu sudah bangun mas? Mau sarapan?” tanya Marina terlihat sumringah dan lega saat melihat Geno masuk ke dalam ruang makan. Entah apa yang membuat Marina segera berjalan menghampiri Geno dan menatapnya tanpa berkedip, membuat Geno spontan memeluk pinggang Marina dengan sebelah tangannya dan mengecup pipi istrinya tanpa ragu. Marina pun membalas kecupan Geno tanpa ragu dan membuat Geno sedikit terkejut, biasanya jika disentuh Marina akan seperti cacing kepanasan yang meronta kesana kemari, kini malah sebaliknya. Tentu saja pemandangan itu dilihat oleh Dewo walau hanya dari sudut matanya. “Mau sarapan apa?” tanya Marina lagi. “Bu Rusti, bikin sarapan apa pagi ini?” Geno balik bertanya karena biasa nya asisten rumah tangga yang membuatkan mereka makanan pagi. “Kalau Sabtu dan minggu pagi begini, bu Rusti tak masak. Ia akan masak saat siang dan malam. Biasanya aku yang membuat sarapan pagi buat seisi rumah, termasuk untuk mas Dewo. Mbak Linda lebih senang minum segelas smoothie yang ia buat sendiri.” “Marina lebih cocok jadi seorang istri daripada Linda,“ celetukan Dewo membuat Marina terlihat canggung dan segera membawakan segelas air putih untuk suaminya. “Pagi ini aku mau nge gym, nanti saja aku bisa sarapan diluar. Kamu mau ikut?” tanya Geno spontan ingin mengajak Marina pergi. “Hmm, aku gak bisa mas … hari ini Ragil, anak mas Dewo datang dan ingin bermain bersamaku. Kami akan berenang bersama dan makan pizza. Dirumah ini sih gak kemana-mana,” jawab Marina perlahan. Geno hanya bisa mengangguk dan mencoba mencerna kedekatan anak Dewo yang seorang duda beranak satu saat menikah dengan Linda. Sebagai anggota keluarga baru, Geno mencoba memaklumi semua keadaan dirumah ini. Apalagi ia mengetahui tingkah laku Linda yang selfish dan selalu ingin dilayani, membuatnya sadar bahwa selama ini Marina lah yang menjadi ibu rumah tangga disana. “Kalau gitu aku pergi dulu ya, aku akan segera kembali,” pamit Geno kembali mencium pipi Marina dan berpamitan pada Dewo. Marina hanya bisa menatap punggung Geno yang meninggalkannya berduaan dengan Dewo. Tangannya meremas pakaiannya sendiri dan sedikit merasa cemas, lalu Marina segera mengalihkan perhatiannya dengan membuat sarapan untuk dirinya sendiri. Waktu menunjukan hampir jam makan siang saat Geno kembali dari Gym dan mendengar suara ramai dari arah kolam renang. Terlihat Marina, Ragil dan Dewo tengah asik bermain bola sambil berenang, sedangkan Linda asik membaca dibawah payung besar. “Sini Gen, gabung!” panggil Dewo yang tengah menggendong anak laki-lakinya yang berusia empat tahun itu. Geno hanya melambaikan tangannya dan duduk disamping kursi malas Linda. Melihat Marina, Dewo dan Ragil asik bercengkrama terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia. “Ayo semua, makan siangnya sudah tersedia. Mas Ragil udah kelamaan renangnya, “ panggil bu Rusti memanggil seisi rumah yang tengah berada di sekitar kolam renang. “Ragil mandi sama papa dulu ya, abis itu kita makan. Mama Marina mau mandi juga,” ucap Linda sambil mengangkat anak sambungnya dari dalam air dan mengeringkannya dengan handuk. “Mama Marina?” guman Geno bingung dengan panggilan Ragil untuk Marina. “Marina deket banget sama Ragil, jadi yang Ragil panggil mama gak cuma aku tapi juga Marina,” jawab Linda sambil tersenyum saat melihat kebingungan Geno. Ketiga orang itu akhirnya meninggalkan Geno dan Marina untuk kembali ke paviliun mereka. “Aku mandi dulu ya mas,” pamit Marina pada Geno sambil berjalan kembali ke dalam kamar mereka. Geno mengikuti langkah Marina dan ikut masuk ke dalam kamar mereka. “Apa Linda gak sedekat itu dengan Ragil?” tanya Geno penasaran. “Nggak kok, mbak Linda walau terlihat bersikap biasa aja, tapi aku yakin dia sayang sama Ragil. Jika Ragil menginap dirumah, mereka selalu tidur bertiga. Aku tak selalu ada kalau Ragil dirumah dan mbak Linda mengurus Ragil dengan baik,” ucap Marina sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi. Geno menghempaskan tubuhnya di sofa dan disaat yang sama ia mendengar suara beberapa pesan masuk ke dalam handphone Marina yang tengah di charge. Iseng melirik, akhirnya Geno mengangkat handphone itu sesaat dan beberapa pesan itu dari Henry. Geno kembali meletakan handphone itu dan menunggu sampai Marina selesai mandi. Pernikahannya belum genap seminggu, tapi kini Geno sadar, lelaki yang berada disisi Marina tak hanya dirinya tapi juga masih ada Henry yang tampaknya membayangi Marina dan kini juga ada Dewo sang kakak ipar. Sikapnya pada Marina menurut Geno masih bisa dibilang wajar tapi instingnya berkata Dewo memiliki perasaan lebih terhadap istrinya. Entah siapa lagi pria yang ada di sekitar Marina, tapi Geno sadar bahwa ia belum resmi mendapatkan semua yang dijanjikan oleh pak Herman padanya walau ia telah menikahi Marina. Satu-satunya cara untuk mengamankan dirinya adalah membuat Marina mencintainya. Geno sadar, ia adalah orang asing di dalam keluarga itu dan bisa dibuang kapan saja jika Marina dan pak Herman kecewa padanya. Ia harus bisa mendapatkan hati Marina agar semua tujuannya bisa tercapai dengan baik. Geno tersentak dari lamunannya saat Marina keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Perempuan cantik itu terlihat bersih dan segar dengan pipi kemerahan karena terkena sinar matahari saat berenang tadi. Geno langsung bangkit dari duduknya dan memeluk Marina dengan erat perlahan. Mendapatkan pelukan dari Geno, Marina mencoba melepaskan diri. “Ngapain sih mas, peluk-peluk terus,” protes Marina tak nyaman dengan Geno yang terus menerus menyentuhnya di semua kesempatan. “Barusan ayam betina kamu kirim pesan tuh,” “Ayam betina?” “Hen … Henry… yang namanya kamu sebut tiap malam kalau lagi tidur,” ucap Geno jail. Marina langsung mengambil handphonenya dan memeriksa pesan dari Henry. Dengan cepat Geno menyambar handphone Marina dan membaca pesan dari Henry yang menanyakan kabarnya dan Henry mengajaknya untuk bertemu. “Cie, mau kencan nih,” goda Geno sambil menjauhkan handphone dari Marina yang mencoba mengambil kembali. “Mas! Kembalikan!” pinta Marina marah. Geno segera mengembalikan handphone Marina dan ia mendapatkan delikan galak dari mata Marina. “Handphone ini private! Mas Geno sendiri kan gak mau kalau aku cek handphonenya!” Geno segera memberikan handphonenya pada Marina. “Cek saja kalau kamu mau, aku tak pernah merayu perempuan via message tapi langsung di hadapan orangnya,” ucap Geno santai sambil menyimpan handphonenya di tangan Marina. “Gak perlu!” ucap Marina sambil mengembalikan handphone suaminya. “Kenapa? Kamu takut aku juga ingin meminta hal yang sama?” ejek Geno sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Marina hanya memalingkan wajahnya sambil menggenggam handphonenya erat. Marina terkesiap saat Geno kembali memeluknya erat tapi kali ini dengan lembut. “Kali ini kita sudah menjadi suami istri, apapun yang terjadi aku adalah suamimu dan kau istriku. Cobalah untuk belajar menerimaku, Marina.” Marina hanya diam membiarkan Geno mengelus rambutnya dan memeluknya erat. Ada rasa nyaman dan hangat terasa. Walau ia tak mencintai pria ini tapi hatinya tak pernah menolak Geno. Dipaksa dekat oleh keadaan pun Geno tak pernah meninggalkannya sendirian. Geno tersenyum senang saat ia merasakan Marina menyandarkan kepalanya di bahunya. Perempuan dalam pelukannya ini harus jatuh cinta padanya. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN