Geno menatap hiruk pikuk karyawannya yang tengah berpesta merayakan status barunya sebagai salah satu direksi di perusahaan. Tiba-tiba saja tadi pagi, ia dipanggil dengan formal dan disuruh membatalkan semua janji yang ada di hari itu. Ruang meeting itu tampak ramai dengan beberapa lawyer, notaris dan beberapa direksi yang menjadi saksi.
Beberapa waktu yang lalu ia masih berpikir keras dan bertanya-tanya kapan pak Herman menggenapi janjinya untuk memberikannya jabatan baru. Kini, saat ia mulai asyik dengan pekerjaannya, jabatan itu datang tanpa diminta. Akhirnya tim direksi pun mengetahui bahwa Geno telah menjadi menantu pak Herman karena disebutkan bahwa Geno akan mewakili Marina untuk mengelola sahamnya di perusahaan itu sebagai suami selain ia mendapatkan sahamnya sendiri. Bahkan karena menikahi Marina, saham gabungan suami istri itu menjadi setara dengan saham yang dimiliki dengan Linda, sehingga Geno menjadi salah satu orang yang berpengaruh di perusahaan itu mulai hari ini. Ia menjadi direktur karena menjadi menantu pak Herman atau dia memang memiliki potensi kerja yang bagus sehingga pak Herman mengikatnya dengan menjadikannya menantu sudah seperti ayam dan telur. Tak tahu apa yang lebih dulu.
Yang jelas, seluruh karyawan dibawah kepemimpinan Geno menyambutnya dengan gembira dan malam ini mereka semua merayakannya dengan makan malam bersama dan menghabiskan jumat malam itu dengan berkaraoke dan kesenangan lainnya.
Geno menatap karyawannya yang tengah bernyanyi dengan senang setelah perut mereka kenyang. Semua tampak bahagia. Termasuk Joyce dan Will yang baru saja bergabung beberapa hari ini. Kehadiran Joyce membuat karyawannya berbisik-bisik dan mencari tahu siapa dia selain partner kerja untuk Geno. Sikapnya yang elegan tampak cocok sebagai pendamping untuk Geno. Sikap Joyce yang ramah dan tampak intim pada Geno, membuat karyawannya merasa ingin jahil sehingga mereka berdua disuruh bernyanyi bersama beberapa lagu cinta.
“Ayo dong Gen, semangat! Kita semua disini party buat kamu!” ucap Joyce sambil memeluk lengan tangan Geno manja saat melihat Geno hanya terlihat duduk tenang dan memperhatikan mereka semua. Geno hanya bisa tersenyum dan meneguk minumannya perlahan lalu menyuruh Joyce dan Will untuk melanjutkan pesta.
“Kalian saja, aku tampaknya mulai mabuk,” bisik Geno sembari mencubit pipi Joyce dan meminta Will menemani Joyce untuk bernyanyi.
Sedangkan diam-diam Geno bangkit dan mengatakan bahwa ia akan ke toilet tapi langkahnya menuju lobby. Hari ini ia mendapatkan apa yang ia tunggu dan inginkan sejak lama, tapi ketika hal itu datang Geno merasa kosong, tak merasakan apa-apa. Tak ada rasa menggebu-gebu dan semangat seperti waktu lalu. Geno minta untuk di panggilkan taksi karena ia sedikit mabuk dan tak berani untuk mengendarai mobilnya. Selama perjalanan dia hanya bisa menatap keluar jendela, menikmati malam kota Jakarta dengan pikiran kosong. Ia merasa hampa dan tak bahagia.
Sesampainya dirumah, sudah sangat sepi karena sudah lewat tengah malam. Saat masuk ke dalam kamar, Geno terhenyak saat ia melihat Marina masih terjaga dan baru selesai sholat dan melepas mukenanya.
“Mas, kamu sudah pulang?” sambut Marina tampak senang. Geno diam dan memperhatikan istrinya dalam-dalam.
“Kamu gak marah?” tanya Geno karena Marina bersikap biasa menyambutnya pulang lewat tengah malam dalam keadaan setengah mabuk dan dengan aroma parfum perempuan yang menempel di tubuhnya. Perempuan lain mungkin akan merasa cemburu dan marah melihat suaminya pulang dengan kondisi seperti Geno saat ini.
“Kenapa aku mesti marah? Sudah bisa melihatmu pulang dengan selamat saja aku sudah senang. Tadi malam aku bertemu papi dan papi cerita kalau hari ini kamu memiliki status baru dan akan pulang terlambat karena akan ada acara perayaan kenaikan jabatan bersama tim,” jawab Marina santai sambil membantu Geno membuka pakaiannya.
“Ada siapa saja disana?” tanya Marina saat mencium aroma parfum dari kemeja Geno.
“Seluruh tim ku ada disana termasuk Joyce dan Will yang baru bergabung beberapa hari ini,” jawab Geno sembari melepas celananya dan berjalan sempoyongan menuju kamar mandi. Marina segera membantu suaminya untuk membersihkan diri dan Geno seperti anak kecil yang langsung menghempaskan dirinya ke atas ranjang setelah selesai mandi. Tanpa banyak bicara Marina segera mengeringkan rambut suaminya dengan handuk perlahan sambil meletakan kepala Geno diatas pangkuannya.
Geno yang masih setengah mabuk menatap kosong ke arah lipatan sajadah dan mukena yang marina simpan diatas kursi.
“Selamat ya mas, semoga kedepannya kamu bisa makin sukses dan bikin perusahaan papi makin berkembang,” bisik Marina membuka pembicaraan setelah mereka berdua hening cukup lama. Geno membalikan tubuhnya dan menatap wajah istrinya sendu.
“Entah mengapa rasanya kok biasa saja,” ucap Geno jujur lalu bangkit dari tidurnya dan bersandar diranjang.
“Kok gitu?” tanya Marina heran. Geno hanya diam dan memijat keningnya yang terasa pening.
“Kamu tak bahagia?” tanya Marina lagi perlahan. Geno hanya menundukan pandangannya dan menatap Marina dalam lalu menggelengkan kepalanya.
“Aku tak tahu Marina, entah apa yang terjadi padaku beberapa waktu ini. Semua berjalan begitu cepat dan aku seolah tak diberikan waktu untuk bisa bernapas untuk bisa mengejar semua keinginanku. Kini, satu persatu sudah aku raih tapi tak ada rasa puas atau senang. Aku … merasa tak tahu apa yang aku mau…” ucap Geno perlahan.
Marina mengusap wajah suaminya dan berakhir dengan ciuman dari bibir Geno ke jari-jari tangan Marina.
“Aku senang kamu ada disini Marina, rasanya hatiku menjadi tenang hanya dengan disentuh,” bisik Geno sembari merebahkan kepalanya ke d**a Marina.
“Dulu aku selalu merayakan keberhasilan apapun dengan pesta pora, membuat semua orang bahagia tapi setelah itu semua usai, hatiku juga kembali kosong dan sepi.” bisik Geno sambil memejamkan matanya. Marina mengusap rambut Geno perlahan, ia tak menyangka Geno yang powerfull ternyata sangat kesepian dan kosong sama seperti dirinya. Tanpa sadar Marina mencium wajah Geno lembut dan membuat Geno seperti diteteskan embun, terasa dingin dan membuat hatinya membuncah.
Mata Marina membulat saat Geno kembali duduk dan menatapnya berbeda. Ia menutup matanya saat sang suami menciumnya lembut di seluruh wajah, turun ke leher dan semakin turun.
“Mas,” bisik Marina gugup saat Geno mencumbunya berbeda. Geno kembali menatap Marina dalam kini penuh hasrat.
“Aku … ingin …” bisik Geno sembari kembali mengecup bibir Marina.
“Bolehkah?” tanya Geno lagi sembari menempelkan keningnya ke kening Marina. Marina hanya menunduk dan mengangguk perlahan. Ada senyuman di bibir Geno dan ia mulai membuka pakaian Marina perlahan. Marina hanya bisa memasrahkan dirinya dan membiarkan Geno memimpin suasana.
Geno memeluk Marina erat saat perempuan itu mengerang dan mencengkram punggungnya kuat saat tubuh Geno menembus tubuhnya untuk pertamakali. Mereka beradu pandang dan terlihat ada tetesan airmata yang mengalir dari sudut mata Marina. Geno segera memegang wajah Marina dengan kedua tangannya, merasa menyesal menyakiti perempuan yang tengah ada dalam rengkuhannya.
“Aku gak apa-apa,” bisik Marina lembut sambil merangkul leher Geno kembali. Geno mencium Marina dengan lembut dan berjanji setelah ini ia akan memperlakukan Marina dengan baik. Dadanya bergemuruh karena ia menjadi pria pertama untuk Marina.
Geno tertidur sambil memeluk Marina erat dan tanpa sadar sang istri tengah menatapnya yang tidur seperti bayi. Ada senyuman di bibir Marina dan ia menyentuh wajah tampan Geno perlahan. Malam ini ia telah menyerahkan dirinya secara utuh pada sang suami.
Marina menatap wajah Geno seolah mencari tahu adakah perasaan di hatinya untuk pria yang tengah memeluknya erat seolah tak ingin terpisahkan. Ada leleran air mata mengalir tak terasa di pipi Marina. Sejak mengenal cinta, kisah cintanya tak pernah berakhir bahagia. Setelah yakin akan berakhir bahagia dengan Henry tapi kandas, kini ia seperti diberikan hadiah pendamping tanpa perlu bersusah payah untuk jatuh cinta. Saat mereka berdua tengah berusaha membangun perasaan satu sama lain, Marina harus kembali mundur dan menjaga jarak.
Marina terisak perlahan sambil menghapus airmatanya kasar saat teringat ucapan sang ayah saat makan malam. Pak Herman memberitahunya bahwa ia telah memberikan Geno apa yang ia janjikan jika menikahi Marina. Tapi sang ayah juga meminta Marina untuk kembali ke rumah sang paman untuk sementara sampai ia mendapatkan pekerjaan pengganti. Geno tengah fokus dengan project baru dan bernilai besar, pak Herman tak ingin Marina mengganggu konsentrasi Geno karena ia merasa bahwa Geno sudah jatuh cinta pada Marina.
“Papi minta tolong sama kamu untuk menghabiskan waktu di losmen Prabu. Bukan papi mau kejam, tapi konsentrasi Geno terpecah saat ini. Papi senang karena Geno sepertinya sudah memiliki perasaan sama anak papi dan serius menjaga pernikahannya. Tapi papi butuh Geno fokus,” ucap Pak Herman dengan nada tenang.
Mengingat ucapan sang ayah membuat perasaan Marina terasa sangat sedih. Hari senin besok Marina akan berangkat ke Wonosobo, tapi pak Herman minta agar merahasiakannya dari Geno karena Geno pasti akan sangat keberatan. Ada rasa trauma dihati Marina untuk menaruh perasaan pada seseorang, kali ini pada Geno. Ia tak ingin merasakan sakit hati lagi jika suatu saat nanti harus mengalami perpisahan kembali. Marina merasa jatuh cinta dan dicintai adalah hal yang tak cocok untuknya. Marina merebahkan kepalanya ke d**a Geno karena ia ingin menikmati tubuh pria yang membuat perasaannya hangat beberapa waktu ini. Merasakan Marina bergerak, Geno segera memeluk Marina kembali dan menciumnya dengan gemas walau matanya tertutup. Malam ini hati Geno terasa penuh dan bahagia. Bukan karena jabatan yang ia terima, tapi karena ia habis bercinta dengan nikmat dan indah bersama Marina dan rasa itu mengalahkan segalanya.
Bersambung.