Saat pintu terbuka sepenuhnya, Ardi melihat sepasang kaki hitam yang kurus dan kotor. Sosok itu berdiri diam, seolah mencari sesuatu. Dengan napas tertahan, Ardi berusaha tidak membuat suara sedikit pun. Sosok itu melangkah masuk ke ruang bawah tanah, mendekati peti tempat Ardi bersembunyi.
Dengan perlahan, Ardi membuka matanya dan melihat sosok itu lebih jelas. Sosok itu tinggi, dengan kulit pucat dan rambut panjang yang acak-acakan. Matanya merah menyala, menatap tajam ke sekeliling ruangan. Ardi merasakan ketakutan yang luar biasa, namun dia tahu dia harus tetap tenang.
Sosok itu tiba-tiba berhenti, seolah menyadari kehadiran Ardi. Dengan gerakan cepat, sosok itu menoleh ke arah Ardi dan menatap langsung ke matanya. Ardi merasa tubuhnya kaku, tidak bisa bergerak atau berteriak. Sosok itu mendekat, mengulurkan tangan kurusnya ke arah Ardi.
Namun, sebelum sosok itu bisa menyentuhnya, suara lonceng dari desa terdengar, menggema ke seluruh rumah. Sosok itu tiba-tiba berhenti dan berbalik, kemudian berjalan keluar dari ruang bawah tanah dengan cepat. Pintu tertutup dengan sendirinya, meninggalkan Ardi dalam kegelapan yang mencekam.
Dengan gemetar, Ardi mengeluarkan senter dan menyalakannya kembali. Dia tahu dia harus keluar dari rumah ini secepat mungkin. Dengan langkah cepat, dia menaiki tangga dan berlari keluar dari rumah tua itu. Di luar, hujan sudah berhenti, namun suasana masih terasa mencekam.
Ardi berlari kembali ke rumah sewaannya dan mengunci pintu dengan cepat. Dia duduk di lantai, berusaha menenangkan dirinya. Dia tahu dia harus kembali ke rumah tua itu untuk mencari tahu lebih banyak, namun dia juga tahu bahayanya. Apa yang sebenarnya terjadi di rumah tua itu? Siapa sosok hitam yang dilihatnya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya.