CH.66 Romantic Contact

1990 Kata
“Aku ga mau jauh dari kamu, tapi sedekat ini malah membuat gejolak dalam diriku menggila. Kamu benar-benar membuatku memiliki fokus baru Rara, fokus hanya untukmu,” bisik Rasyid. Perlahan dia membelai rambut Asmara dan dia melihat pergerakan setelahnya membuat Rasyid memundurkan tubuhnya dan menunggu wanita itu membuka matanya. “Apa kita sudah sampai?” tanya Asmara dengan suara khas bangun tidur yang terdengar seksi di telinga Rasyid. Pria  itu bukan menjawab malah mengusap wajahnya kasar. Asmara turun dan dia kaget melihat semua barang-barangnya sudah ada di depan pagar dan Rasyid bersandar pada mobil. Sekali lagi Asmara memandang Rasyid tapi pria itu menghindar karena tak ingin penyamarannya terbongkar. “Buka dulu  pintunya Nona, nanti saya bantu masukkan barangnya,” ucap Rasyid dengan suara dibuat berbeda. Asmara sadar jika dia terlalu lama memperhatikan Rasyid dan membuka pintu pagar dan rumahnya. Rasyid meletakkan barang-barang itu di ruang tamu dan dia kembali ke mobil untuk menggendong Ario dan bertanya dimana kamar Ario. Asmara nampak curiga, “Apa kamu beneran supir yang kerja di stasiun?” tanya Asmara bingung. Deg. Rasyid meletakkan Ario di sofa secara perlahan dan segera mengangguk lalu pergi. Asmara memanggilnya dan berteriak soal ongkos perjalanannya tapi dia berlalu begitu saja. “Astaga, hampir saja,” kata Rasyid pelan setelah dia melajukan mobilnya. “Lagian mana ada supir kaya begitu, kenapa aku jadi bego gini ya,” ucap Rasyid mengacak-acak rambutnya kesal. Rutinitas Rasyid tak jauh berbeda, dia banyak menyelesaikan pekerjaan dan berharap semuanya cepat selesai sehingga dia bakal punya banyak waktu dengan Asmara dan Ario. “Kerja keras banget Bos,” ledek Dika membuat Rasyid berdecak sebal. “Habis ini kamu yang urusin semua kerjaanku, yang ga bisa diwakilkan aja baru kasih aku, sisanya  beresin sendiri,” kata Rasyid. Dika tak mengerti dengan maksud Rasyid mendekati bosnya. “Emang kamu mau kemana?” tanya Dika penasaran karena baginya jika Rasyid sampai berpesan seperti ini biasanya dia bakal pergi. Rasyid menatap Dika, “Fokusku bukan soal kerjaan lagi, katamu aku suruh mikirin gimana dapetin pewaris Ar Madin yang kedua,” kata Rasyid sok iyes. Dika terbahak mendengarnya dan mengangguk paham. “Gas terus Bos, jangan kasih kendor,” ledek Dika tapi dia malah dapet toyoran dari Rasyid. “Weekend ini kita wisata dunk sebelum elu beneran sibuk sama Asmara, ntar aku mau colek kamu aja susah banget,” kata Dika dengan nada memaksa. “Sejak kapan kamu jadi doyan liburan gini,” keluh Rasyid tapi Dika cuek aja tak peduli. Rasyid berpikir sejenak, “Olahraga enak ini kayanya, ngapain kita?” tanya Rasyid balik. “Golf, panahan, polo, berkuda, ice skating, hoki, apalagi?” usul Dika dan Rasyid berdecak sebal. “Kita ini di Indonesia mana ada semua yang kamu bilang itu,” omel Rasyid dan Dika terbahak. “Golf ada Bro, jangan menghina,” balas Dika. Rasyid mengangguk paham, “Oke golf aja kita,” kata Rasyid setuju dan Dika keluar ruangan. Keduanya bermain golf di lapangan bukan di studio sewaan yang juga ada di area yang sama. Menjelang siang keduanya sudah merasa lelah dan memutuskan untuk mengakhiri olahraganya kali ini. “Kita ngadem dulu apa?” tanya Dika saat keduanya sudah ada di dalam mobil bersiap pulang. Tapi Rasyid menggeleng, “Bosen, pulang aja lah,” kata Rasyid. “Bentar doank,” kata Dika mulai memaksa membuat Rasyid memicingkan matanya. “Maksa banget,” kata Rasyid. Dika hanya mengedipkan matanya, “Ga bakal nyesel deh,” kata Dika yakin. Keduanya tiba di salah satu pusat perbelanjaan, Dika menelpon seseorang dan dia mengangguk mengerti. Rasyid yang memang tak berniat jalan-jalan ke mal merasa enggan dan bosan. “Cepetan, entar ketinggalan lu,” seret Dika yang mulai membuat Rasyid kesal. Saat tiba di tempat permainan anak, Rasyid menghempaskan lengan Dika dan mulai meluapkan amarahnya. “Ada apa sih, napa lu jadi  mode maksa gini, lagi  kita ngapa di sini, kalo elu mau maen, maen aja sendiri ga usah nyeret gue,” omel Rasyid. “Anakmu yang maen bukan aku,” sahut Dika cepat dan dia mengacungkan dagunya ke arah yang berlawanan dengan Rasyid. Pria itu mengikuti arah pandang Dika dan matanya langsung mengunci pada sosok yang dia kenal dengan sangat baik postur tubuhnya. Rasyid menoleh dan menatap Dika penuh tanya. “Edgar tadi yang ngasih tahu, nikmatin aja, aku mau cari minum, haus,” kata Dika menepuk pundak Rasyid pelan dan pergi dari sana. Rasyid merapikan sedikit penampilannya dan mencium bau badannya. ‘Sialan kalo tahu mau ketemu sama Asmara gini kan aku ganti baju tadi, moga-moga aja ga bau keringat,’ batin Rasyid dan mendekati tempat Asmara duduk. Dia melihat wanita itu asyik mendengarkan musik sampai tak menyadari kehadirannya. Muncul ide untuk menjahilinya, Rasyid menarik headset dan wanita itu langsung menoleh kaget melihat dirinya. Rasyid mengembangkan senyum terbaiknya dan ada debaran menggila yang tak pernah dia rasakan selama ini. Pandangan mata Asmara yang jelas sekali mengagumi dirinya meskipun dia hanya diam, tapi dia meyakini pandangan itu tak berbohong. Ada debar bahagia dan tak bisa dia ekspresikan betapa bahagianya dirinya kala itu. “Kamu ga terlihat cantik kalo bengong begitu Dear,” desis Rasyid duduk di depan Asmara sambil menggodanya yang sebenarnya menyembunyikan detak jantungnya yang berpacu cepat. Asmara sempat mengelak dan menunduk malu. ‘Oh my God, boleh ga sih nyiumm pipinya yang gemesin itu,’ batin Rasyid mulai kejang. Rasyid menggenggam tangan Asmara yang akan memasang headset kembali. Dan tatapan mereka beradu membuat debar itu semakin hebat. ‘Astaga perasaan apa ini, bahkan aku sudah lupa jika aku pernah mengalami hal ini,’ pikir Rasyid masih dengan sorot mata tak lepas dari Asmara. “Lagu apa sih, kok kayanya lebih asyik daripada ngobrol sama aku,” kata Rasyid yang menarik headset itu dan memasang di telinganya membuat jarak keduanya jadi lebih dekat. Asmara menahan napas dan matanya sudah membulat karena perlakuan Rasyid. Tapi lelaki itu seakan tak peduli dan menikmati momen itu dengan baik. “Nice song,” ucap Rasyid memandang Asmara dalam. “You’re the reason,” desis Rasyid sembari tersenyum simpul. “And I'd climb every mountain .. And swim every ocean .. Just to be with you .. And fix what I've broken .. Oh, 'cause I need you to see .. That you are the reason,”  Rasyid menyanyikan sedikit potongan lagu itu. Dia tahu jika Asmara hanyut dalam nyanyiannya dan entah dorongan dari mana dia mendekatkan tubuhnya dan menempelkan bibi1rnya pada bibiir Asmara. Tubuh Asmara menegang. Dia mendengar dengan jelas suara detak jantung, mungkin itu detak jantungnya atau detak jantung Asmara, entahlah dia tak peduli. Diamnya Asmara membuatnya ingin lebih, dia akan memperdalam ciuman itu tapi Asmara memundurkan tubuhnya. Seketika Rasyid menyadari jika dia mulai hilang kendali dan melakukan tindakan yang bodoh. Apalagi Asmara sedikit memalingkan wajahnya membuatnya memundurkan wajahnya, dia menatap Asmara dengan tatapan menyesal. “Sorry, I’m lose control,” ucap Rasyid lirih menggeser tubuhnya sedikit menjauh dariku. ‘God, kenapa aku bisa lose control gini di depan Asmara, apa yang dia pikirkan setelah tahu tindakanku begini pasti dia berpikir aku cowok b******k,’ batin Rasyid frustasi. Rasyid berdiri dan pindah ke samping Asmara. Dia menggenggam tangan Asmara erat dan kembali meminta maaf dan penuh penyesalan. “Maaf Ra, seharusnya aku tak melakukan tindakan konyol seperti tadi, please aku beneran minta maaf tolong jangan marah kepadaku, aku menyesal,” ucap Rasyid tak beraturan. Dia memandang Asmara dan sedikit kaget dengan sorot mata itu. Rasyid ingat jelas bagaimana pandangan mata saat dia hanyut dalam nyanyiannya dan kejadian memalukan itu, sorot mata  itu maasih menunjukkan kagum. Tapi kali ini dia menunjukkan sorot mata kesal dan marah. Apa ini karena tindakannya barusan, Rasyid memutar otaknya dan dia menyadari jika ada perkataan yang salah sebelumnya. Asmara menarik genggaman tangannya dan mulai merapikan headset yang berantakan karena tindakannya barusan. Rasyid sedikit terhenyak dengan tindakan Asmara itu tapi dia memakluminya. “Aku, aku, aku seharusnya tak lepas kendali dan berani –“ ucapan Rasyid yang terbata terhenti saat sorot mata tajam dan penuh amarah itu menatapnya. Asmara menghela napas kasar tapi dia menunduk dan membuat Rasyid merasa bersalah. “Hey, Rara, look at me,” pinta Rasyid sambil kembali menggenggam tangan Asmara. Ada perasaan ingin menarik dagunya dan membuat wanita  itu menatapnya. Tapi  dia tak ingin kembali melakukan kesalahan. “Look at me please,” kata Rasyid pelan dan perlahan Asmara mendongak. “Please forgive me, aku tak bermaksud kurang ajar kepadamu,” kata Rasyid berat sambil menelan ludahnya. Dia selama ini tak terlalu peduli dengan pandangan wanita kepadanya, sentuhannya kepada para wanita, berapa banyak tubuh wanita yang sudah dia jelajahi. Tapi entah kenapa saat dia melihat reaksi Asmara yang seperti ini membuat rasa bersalah yang besar dan ketakutan tersendiri jika Asmara akan lari darinya. Asmara mengangguk pelan, “Kita lupakan saja tindakan konyol tadi,” ucap Asmara begitu  saja. Rasyid memejamkan mata dan menghela napas, dia sudah menduga jika reaksi ini muncul karena perkataannya yang absurd tadi. “Aku tahu itu konyol Ra, karena melakukan itu di tempat  umum seperti  ini, tapi apa yang aku lakukan kepadamu memang keinginan dari dalam diriku bukan konyol seperti yang kamu kira,” jelas Rasyid. “Kamu  tak perlu menjelaskan seperti itu, lagipula itu juga tak ada artinya untuk kita bukan. So, let’s forget it,” balas Asmara. Ada perasaan tak terima saat Asmara mengucapkan hal itu dengan mudah dan membuatku kembali mencekalnya dan menariknya untuk dekat denganku. “Aku melakukannya karena dorongan dalam diriku yang besar untuk bisa selalu dekat denganmu. Aku tak tahu kenapa aku merasakan hal ini. Dan aku tak ingin melupakannya bahkan aku akan meminta lebih,” ucap Rasyid. Asmara terbelak dengan ucapan Rasyid. “Someday, I wanna more and get all of you,” bisik Rasyid. Asmara mengerjapkan matanya pelan membuat Rasyid harus menahan napas karena tingkah Asmara sungguh menggemaskan dan dia ingin menggigitnya saat itu juga. “Jangan ngaco kamu, cukup tingkah kamu aja yang ngaco, omonganmu ga usah ikut ngaco,” sahut Asmara pelan. Rasyid sudah membuka muulutnya hendak membalas perkataan Asmara tapi Ario muncul di antara mereka. Asmara menarik cekalan itu dan bicara dengan Ario yang haus minta minum. “Ini Om Rasyid kan ya?” tanya Ario membuat Rasyid menoleh dan mengangguk. “Terima kasih ya Om kadonya kemarin bagus, Ario suka banget,” kata Ario dengan nada menggemaskan membuat Rasyid lupa apa yang ingin dia katakan kepada Asmara dan membalas ucapan Ario. “Apa kabar Jagoan?” tanya Rasyid. Ario mengangguk, “Baik Om,” jawab Ario cepat dan kembali mengulang soal helicopter yang dia berikan. “Bagus deh kalo Ario suka, kirain Om kamu ga suka kadonya karena Bunda kamu diam aja ga bilang apa-apa sama Bunda,” ujar Rasyid sambil melirik Asmara yang menatapnya kesal. Ario menatap bundanya bingung, “Kenapa Bunda ga bilang sama Om Rasyid kalo kadonya bagus, kata Bunda kalo dikasih orang harus bilang makasih dan memberikan pendapat kita kepada orang yang ngasih,” kata Ario. Asmara nampak kebingungan dengan pernyataan Ario itu, sedangkan Rasyid merasa menang karena mendapat sekutu dadakan meskipun itu anak umur 5 tahun. Asmara mengelak dan membuat pengertian kepada Ario kenapa dia tak memberikan pendapatnya kepada Rasyid. Lelaki itu tertawa pelan mendengar ucapan Asmara membuat Ario tertarik. “Kok ketawa sih Om, emang ada yang lucu ya?” tanya Ario polos dan Rasyid menggeleng. “Kamu ga perlu debat sama Bunda soal ini, sebenarnya Bunda kamu ga bisa kasih  tau Om karena Bunda ga punya nomor telepon Om Boy, makanya dia ga bisa bilang apa-apa,” jelas Rasyid semudah mungkin. Ario mengangguk paham dan meminta ponsel Asmara. Wanita itu yang tak curiga memberikan saja dan meminta untuk membuka kuncinya. Setelah terbuka, Ario memberikan ponsel itu kepada Rasyid. “Masukin nomer telepon Om di situ, biar nanti Bunda bisa nelpon Om ya,” ucapnya polos. Rasyid tersenyum super lebar karena akhirnya dia berhasil mendapat akses untuk komunikasi dengan Asmara. Sedangkan Asmara hanya bisa melongo dan memijat keningnya mengetahui hal itu. “Now, you’re so closer with me Sweetheart,” desis Rasyid sambil mengedipkan matanya. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN