CH.7 Meet Her Again

1707 Kata
Oman yang mendengar ucapan Rasyid memasang ekspresi datar. Selama ini dia mendirikan The Shadow untuk dirinya sendiri bukan untuk berada di bawah kuasa orang lain. “Aku ga melihat ada benefit yang menguntungkan untukku kalo kita bersama,” kata Oma sarkas membuat Rasyid tertawa. “At least, nasibmu dan The Shadow bakal aman dan ga bakal kenapa-napa, apa dirimu lupa betapa hebatnya kekuatan Ar Madin,” ucap Rasyid dengan penuh kesombongan. “Aku tak bekerja untuk siapapun,” kata Oman beranjak dari ruangan itu membuat Rasyid kembali mengekornya. Rasyid masih ingin berusaha untuk mengajak Oman berpihak kepadanya. “Anggap aja kerja sama bisnis, kamu masih bisa mengontrol apapun, tapi saat aku meminta kamu melakukan sesuatu atau mendengar apapun yang berkaitan dengan Ar Madin, kamu harus melapor kepadaku,” usul Rasyid. “No contract, no agreement law, gaji sesuai dengan yang kamu sebutkan, deal,” nego Rasyid. Tapi Oman yang sudah mengenal pria ini sepanjang hidupnya, tahu apa yang akan terjadi jika Rasyid sudah memaksa seperti ini. “Cuma bantuan, ga ada bisnis, no Boss or command here. Take it or leave it,” keputusan final Oman. Rasyid yang mendengarnya hanya bisa menghela napas. “Takut amat gue siksa lu,” keluh Rasyid tapi menjulurkan tangannya untuk bersalaman. Oman menerima uluran tangan itu, “Jelas lah aku tahu mode maksa kaya begini, ga lama lagi lu bikin hidupku rumit,” cela Oman membuat Rasyid tertawa. Pulang dari kediaman Oman, Rasyid memutuskan untuk merebahkan tubuhnya. Dika yang terbangun di pagi hari tak melihat siapapun melihat Edgar menyandarkan tubuhnya di sofa. “Mana Rasyid?” tanya Dika membuat Edgar menoleh, “Tidur, dia baru pulang jam 5 tadi,” kata Edgar. Dika mengerutkan dahinya sejak kapan pria itu clubbing tidak mengajak dirinya. “Cari mangsa dimana dia kok tumben sampe pagi,” tanya Dika yang hafal kebiasaan Rasyid. Dia tak pernah pulang pagi jika sudah bersama wanita. Setelah puas dengan wanita yang dia inginkan, dia meninggalkan wanita itu di ranjjang dan memilih tidur di rumahnya sampai pagi. “Dari rumah Oman, lebih tepatnya The Shadow,” jawab Edgar membuat Dika langsung kaget dan duduk di samping pria itu. “Maksudmu Oman jadi anggota The Shadow?” tanya Dika dan Edgar menggeleng, “Dia ketuanya The Shadow.” “Vangke,” umpat Dika spontan dan Edgar kembali menyandarkan tubuhnya di sofa. Dika merasa tertipu selama ini. Orang yang mereka cari ada di depan mata. “Oman masih hidup?” kembali Dika bertanya karena kesal dengan kenyataan pagi hari yang dia dengar. Edgar mengangguk, “Cuma memar aja pipinya, gimanapun juga Bos ga bakal tega nyakitin orang yang selama ini bantuin dia,” kata Edgar. Dika mengambil minum yang ada di meja samping sofa. “Jadi apa yang mereka bicarakan?” tanya Dika tapi Edgar menggeleng, “Mereka hanya bicara berdua di ruang kerja Oman, aku tak tahu apa yang mereka bicarakan,” jawab Edgar. Meskipun tak ada rahasia diantara ketiganya tapi Dika dan Edgar menghargai yang namanya privasi, jika Rasyid tak meminta mereka datang untuk mendengarkan pembicaraan, keduanya tak akan memaksa untuk terlibat. “Ohh iya Bang, cctv yang Abang minta itu cuma penghuni dan tamu apartemen, ga ada yang spesial,” kata Edgar ingat dengan pesan Dika untuk cek cctv yang dicurigai Rasyid. “Terus kenapa Rasyid keliatan penasaran banget gitu,” gumam Dika berpikir sambil menatap ke depan tepat di jendela besar penthouse. “Profilnya pun tak begitu istimewa hanya wwarga sipil berbagai usia, paling yang sempat bikin apartemen rame ada cewek yang mau nerobos masuk, tapi semuanya terselesaikan dan tidak ada kejadian aneh lagi,” kata Edgar. Dika menyadari satu celah, “Cewek yang mau nerobos masuk? Siapa?” tanya Dika penasaran. Edgar menceritakan apa yang security katakan. Dika langsung menarik sudut bibirnya. “Mana gambarnya?” tanya Dika. Edgar masih tak curiga menunjukkan beberapa foto yang kemarin dia dapatkan dari penyelidikan cctv. “Dua ini?” tanya Dika tapi nadanya mengejek. “Ini yang nolongin dan yang ini yang lagi hamil,” kata Edgar. Dika mengerutkan dahinya bukan karena merasa familiar dengan foto itu. Tapi jika benar dua orang ini yang menarik perhatian Rasyid kenapa seleranya jadi berubah. Dika mengembalikan ponsel itu dan mengabaikan apa yang terjadi, mungkin kesenangan Rasyid sesaat. “Jangan lupa nanti malam kawal Rasyid ke pesta Mr. Johnson, bawa mobil cadangan, jadi kalo dia nenteng cewek, dia ga bakalan ngomel karena nunggu mobil,” pesan Dika dan Edgar mengangguk. “Abang mau kemana?” tanya Edgar, “Ketemu temen lama, mumpung dia udah balik dari Singapore,” kata Dika santai. *** Dika membangunkan Rasyid karena hari sudah sore sedangkan pria itu tidur seharian kaya orang mati. “Bangun Bro, elu tidur apa mati!” seru Dika kesal sambil memukul bantal di kepala Rasyid. Rasyid meronta dari tidurnya, “Ngapa sih kasar banget banguninnya ga bisa pake cara halus apa,” keluh Rasyid dengan suara khas bangun tidur. “Sini, gue cium mau,” tantang Dika yang membuat Rasyid melek dan duduk tegak. “Najis mughallazzah,” kata Rasyid cepat. Dika melempar bantal yang dia pegang, “Lu kira gue najis paling berat,” balasnya dan ngeloyor pergi. Tiga puluh menit bersiap, Rasyid sudah siap dengan kemeja blue mint dan celana hitam, jam hitam untuk hadir ke pesta Mr. Johnson. Rasyid keluar kamar dan melihat Edgar sudah menunggu di ruang tamu. “Ayo berangkat. Kita naik Range Rover aja,” ajak Rasyid dan Edgar mengangguk. Setelah tiga puluh menit berkendara, Rasyid sampai di tempat pelaksanaan pesta anniversary itu. Rasyid masuk ke ballroom dan mengedarkan pandangan untuk mencari tuan rumah pesta ini. “Selamat Malam Mr. Johnson, pesta yang sangat meriah sekali,” ucap Rasyid kepada Mr. Johnson. “Mr. Ar Madin senang melihatmu datang. Bagaimana Dubai?” tanya Mr. Johnson dengan wajah ramah. “Dubai is good,” sahut Rasyid sambil mengerlingkan mata dan dia tertawa pelan. Keduanya berbincang santai seputar pekerjaan dan hidup sampai seseorang yang membuat mata Rasyid mengunci pandangan terhadapnya. ‘Wanita kemarin,’ batin Rasyid mengingat. Sebenarnya ada perasaan heran dalam diri Rasyid kenapa dia bisa mengingat wajah yang menurutnya biasa aja bahkan bukan dalam kategori cantik. “Malem, Mr. Johnson, selamat atas perayaan perusahaan Anda,” sapa wanita itu pada Mr. Johnson, si pemilik nama menampilkan senyum menawan, “Thank you Miss Asmara, you look beautiful tonight,” puji Mr. Johnson. Jadi wanita itu bernama Asmara, beautiful name. Tanpa sadar Rasyid menyunggingkan senyum memikirkan hal itu. Sadar akan situasi yang terjadi dia langsung kembali memasang wajah datar. Rasyid kembali melirikkan pandangannya pada Asmara, tapi yang tak disangka Rasyid dia datang bersama seorang pria. Apa dia sudah memiliki kekasih atau hanya teman pesta. ‘Aish,,kenapa kamu bisa sekepo ini melihat dia,’ batin Rasyid kesal. “I’m sorry Sir, aku tidak ingin bersaing dengan Mrs. Johnson. He is Devio my fiancé,” kata Asmara memperkenalkan lelaki itu yang namanya Devio. Rasyid yang mendengarnya kaget, apa benar dia sudah bertunangan, tapi saat Rasyid menatap pria itu wajahnya terlihat tak asing namun dia lupa dimana. Rasyid merasa kesal karena otaknya sungguh bodoh, memorinya payah saat ini tak bisa mengingat pria yang sedang bersama Asmara, wanita yang membuatnya penasaran. Sekuat tenaga Rasyid memutar otak, dia sedikit mengingat lelaki itu, meskipun ga yakin tapi pria itu terlihat mirip. Reflek ingatan yang muncul itu membuatnya tertawa. Ternyata tawa Rasyid terdengar oleh Asmara hingga dia memandang dirinya tajam. Bagi Rasyid ini adalah pertama kalinya dia dipandang dengan tatapan kesal tapi dengan arti ‘kenapa kamu ikut campur urusanku’. Ada perasaan kesal, tak suka, gemas dan juga penasaran. Rasanya dia merasa ‘on fire’ hanya dengan melihat tatapan mengintimidasi itu. Rasyida tak menyangka jika Asmara bisa menguasai pikirannya hanya dalam waktu singkat. Rasyid bisa pastikan jika wanita itu bukan wanita biasa. ‘Lets play my girl,’ batin Rasyid. Pria muda itu bertekad akan mencari siapa sebenarnya wanita itu. Dia terkekeh membayangkan betapa menyenangkannya itu. “Tunggu saja Asmara, kau sudah membuatku penasaran, mari kita lihat sehebat apa dirimu sebenarnya. Kau tidak mungkin menolakku walaupun hanya satu centi,” sumpah Rasyid dengan senyuman tak bisa diartikan. Larut dalam pikiran mengenai Asmara, Rasyid sampai tak sadar dia pergi dari hadapannya. Mr. Johnson melihat keadaan Rasyid dengan tertawa geli. “What’s wrong Mr. Johnson?” sahut Rasyid tak suka. “Dia sudah bertunangan Mr. Ar Madin, come on banyak gadis cantik yang bisa kamu pilih malam ini,” ledeknya. Rasyid tak menyangka jika seorang Mr. Johnson bisa mengenali gerak geriknya yang sedari tadi memperhatikan Asmara. Tapi bukan Rasyid namanya jika dia tak bisa berkelit dalam hal sepele ini. “Itu hanya perasaanmu saja Mr. Johnson, tapi melihat lelaki yang bersamanya aku sedikit tak asing hanya saja aku lupa melihatnya dimana,” ucap Rasyid diplomatis. Mr. Johnson terlihat biasa saja dengan penjelasan yang Rasyid berikan. Kesempatan ini tak disia-siakan Rasyid untuk pamit dan dia segera menghubungi Edgar. Rasyid [Selidiki siapa Asmara dan Devio relasi Mr. Johnson.] Edgar [Siap Bos.] Rasyid memasukkan kembali ponselnya dan melihat sosok yang dia kenal. Reno. Segera  Rasyid menghampirinya dan memukul punggungnya keras. Dia terlonjak kaget dan menatap Rasyid garang. “Ngapain? Mau mukul, ayo pukul,” tantang Rasyid dan Reno menurunkan tangannya. “Sinting lu, ngapa sih manggilnya ga bisa yang lembut dikit,” keluhnya dan Rasyid mendengus, “Aku bukan cewek-cewekmu yang menye-menye,” sahut Rasyid santai dan dia tertawa tanpa dosa. “Sama siapa kemari?” tanya Rasyid celingukan mencari pasangan Reno, karena dia tahu pria ini tak mungkin sendirian datang ke pesta macam ini. “Biasa lah nemu dadakan,” sahut Reno tanpa dosa. Rasyid hanya terkekeh dan dia menyambar satu gelas minuman saat melihat pelayan membawa nampan berisi minuman. “Ga lihat Oman tadi pas masuk ke sini?” tanya Reno membuat Rasyid mengerutkan dahi. “Oman datang ke pesta ini?” tanya Rasyid tidak mengerti dan Reno mengangguk. Rasyid mengambil ponselnya dan hendak menghubungi Oman tapi Reno pamit dari hadapannya membuat Rasyid penasaran dengan sikap buru-buru Reno. Pria itu mengikuti arah pandang Reno dan matanya fokus memandang keduanya tak berkedip. ‘Kenapa Reno bisa akrab seperti itu dengan Asmara, dan anehnya tunangannya terlihat biasa aja dengan interaksi itu. Jika aku yang ada di sampingmu, tak akan ada satu lelakipun yang berani melakukannya kecuali ingin matanya lepas dari kepalanya,’ batin Rasyid geram. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN