CH.54 Second Nego

1793 Kata
Rasyid melepas tangannya dari leher Andi, dia berdiri tegak dan menatap Andi yang masih terbatuk karena perbuatannya tadi. “Waktumu lima menit untuk menjelaskan maksud ucapanmu itu,” perintah Rasyid. Andi menatap Rasyid, “Tidak ada yang perlu dijelaskan, aku tak tahu bagaimana cara yang Marques gunakan untuk membunuhmu melalui Asmara, tapi yang jelas semakin kamu dekat dengannya, maka itu jadi kesempatan buat Marques untuk menghancurkanmu,” kat Andi. Rasyid terkekeh, “Kamu kira ku akan terkecoh dengan ucapanmu yang seperti itu. Jika memang demikian kenapa kamu menerima tawarannya untuk membuat kacau hidup Asmara,” kata Rasyid dan dia jongkok di hadapan Andi. “Pria sejati akan merebut miliknya dengan caranya sendiri bukan dengan bantuan lelaki licik semacam Marques. Apa yang dia janjikan kepadamu sampai kamu mau melakukan hal ini, Sanjaya!” bentak Rasyid. Andi bungkam. Rasyid yang mulai tak sabar melirik kepada Edgar yang dari tadi melihat interaksi keduanya. Pengawalnya itu mengampiri Andi dan menodongkan pisauu di lehernya. “Kesabaranku sudah habis Sanjaya, lima menit yang aku berikan sudah habis. Jadi cepat jelaskan atau dia yang mengakhiri percakapan kita untuk selamanya,” ancam Rasyid. Rasyid bangkit dari sana dan kembli duduk di sofa sambil menikmati wine yang ada di sana. Dia menunggu pria itu menjelaskan semuanya. “Salah satu tujuannya memang seperti ini, membuat kita berkelahi seperti sekarang. Marques tahu kamu tidak akan menyerah karena masalah harta atau kekuasaan, jadi dia menyerangmu dari sisi yang lain. Tapi sumpah aku tak menyangka jika dia akan mengincar Asmara,” kata Andi pelan. “Perselingkuhan itu dan semua kekacauan hidup Asmara, usulan dari Marques dengan imbalan kekuasaan bisnis di Indonesia dan aku mendapatkan Asmara kembali. Aku menerimanya karena aku masih mencintai Asmara sampai hari ini dan Marques tahu kelemahan itu,” suara Andi tercekat. Pprraaanng… Andi dan Edgar terhenyak dengan suara pecahan gelas. Edgar menghampiri Rasyid tapi bosnya itu menghalangi. “Jika Asmara tahu siapa yang mengacaukan hidupnya, menurutmu dia akan kembali padamu? Dasar bodooh!” umpat Rasyid. Andi menunduk dan menyadari kebodohannya. “Aku menyadari setelah aku berhenti melakukan apa yang Marques minta dan dia mengancam nyawaku,” keluh Andi. Rasyid berdeack mendengarnya, “Itu bukan urusanku,” jawab Rasyid enteng. Pria itu kembali mendekat kepada Andi dan menepuk pipinya pelan. “Pergilah dari kehidupan Asmara, serahkan dia kepadaku. Selamatkan saja dirimu dari Marques. Katakan padanya, Rasyid menunggunya satu lawan satu sebagai pria sejati,” pesan Rasyid. Rasyid bangkit dan berjalan keluar, tapi belum sempat dia membuka pintu Andi kembali memanggilnya. “Semakin kamu dekat dengan Asmara, kamu semakin terikat padanya. Dia bukan wanita yang bisa kamu tinggalkan begitu  saja, saat kamu sudah mengenalnya. Dan Marques tahu kondisi itu, saat kamu tak bisa meninggalkan Asmara, dia akan bertindak di luar bayanganmu,” ungkap Andi. Rasyid menoleh dan menaikkan sudut bibirnya. “Omong kosong,” balas Rasyid. “Saranku, tinggalkan Asmara atau kamu bisa mencintainya sampai di titik kamu tidak akan bisa meninggalkannya. Kelemahanmu itu yang akan digunakan Marques untuk menghancurkanmu,” pesan Andi. Rasyid mengepalkan tangannya, Edgar yang sudah membuka pintu memanggilnya bosnya yang masih kaget mendengar ucapan Andi. Rasyi berlalu dari sana dan meninggalkan Andi sendirian. *** Rasyid berdiri di balkon, dia menatap satu titik rumah dan di sana dia melihat seorang wanita duduk di balkon dengan buku bacaan di tangannya dan seorang anak lelaki yang bermain mobil-mobilan di lantai. Ucapan Andi masih terngiang di kepalanya. Dua hal berlawanan yang tidak bisa dia lakukan bersamaan. Meninggalkan Asmara untuk membuat Marques menyerah pada dirinya. Tetap berada di dekat Asmara yang artinya menyerahkan dirinya kepada Marques. “Kopi Bos,” suara Edgar membuat lamunannya terjeda dan dia menerima cangkir kopi itu. Edgar paham apa yang jadi beban pikiran bosnya. Pengawalnya itu ikut melihat kemana arah pandang bosnya. “Jika melihat apa yang sudah terjadi selama ini, apa yang Andi katakan tidak salah Bos. Lihat saja, semacam ada candu yang membuat Bos untuk tetap menatapnya dan berada di dekatnya,” kata Edgar. Rasyid menoleh kepada pengawalnya itu. “Mana yang akan kamu pilih?” tanya Rasyid tiba-tiba membuat Edgar tersedak. Rasyid mengalihkan pandangannya dan kembali mencari pemandangan yang sedari tadi mengganggunya. “Untuk Ar Madin, saya tentu memilih meninggalkan Nona Asmara,” kata Edgar membuat Rasyid kembali menatap pengawalnya itu. “Tapi jika pilihan itu bertentangan dengan hati nurani saya, saya lebih senang memilih yang saya yakini daripada yang orang lain lihat,” lanjut Edgar. Rasyid mengerutkan dahinya bingung. Edgar tersenyum melihat reaksi bosnya itu. Dia berdehem menatap arah pandang yang sama dengan bosnya. “Ar Madin hanya penglihatan semu dan kesempurnaan bagi semua orang yang ada di sekitar kita. Jika Ar Madin tidak ada, saya yakin tidak akan ada orang yang melihat dan menganggap Anda tidak sempurna. Tapi lihatlah Nona Asmara, sesakit apapun yang dia alami, dia tidak meninggalkan orang yang sudah memberinya warna baru dalam kehidupannya, Tuan Muda Ario,” jelas Edgar. Rasyid menatap Asmara dari sudut yang sama dengan Edgar dan benar, dia melihat senyum indah dengan sinar matahari yang menerpa wajahnya. Keceriaan yang tak pernah dia lihat selama dia tumbuh dalam keluarga Ar Madin. “Bayangkan saja jika Anda memberinya kehidupan baru yang indah untuknya. Meskipun Marques mengambil semua Ar Madin, dia akan tetap melihat Anda dalam kesempurnaan yang sama,” kata Edgar dalam. Rasyid mencerna ucapan Edgar. Dia tak menemukan logika yang salah dalam kata-kata itu. Pengawal yang puluhan tahun bisa melihat semua itu, tapi kenapa dia masih bimbang. “Tak heran jika Marques menggunakan Asmara sebagai senjata  untuk menyerang Anda. Sepertinya dia sudah mempelajari karakter Asmara lebih dulu daripada kita. Dan kenapa dia membuat kacau hidup Asmara, karena dia ingin tahu apa yang membuat Bos bisa menyerah selain uang dan kekuasaan,” kata Edgar menggantung. Rasyid mengerutkan dahiya menunggu kelanjutan ucapan pengawalnya itu. Edgar menoleh dan memegang pundak bosnya pelan. “Marques tahu Rasyid Ar Madin tidak memiliki cinta dan dia bertaruh untuk hal itu,” kata Edgar pelan dan menepuk pundak bosnya, dia meninggalkan bosnya yang masih termangu. Ponsel Edgar berdering dan dia melihat nama Dika di sana. “Iya Bang,” sapa Edgar. “Mana Bosmu?” tanya Dika. Edgar berdehem, “Meditasi sama kehidupan cintanya,” jawab Edgar mendadak absurd membuat Dika terbahak. “Ada tanda-tanda dia akan balik ke Dubai secepatnya tidak,” tanya Dika cepat dan Edgar hanya menghela napas panjang. Dika paham kode itu dan dia bertanya apa yang terjadi semalam. Edgar menceritakan semuanya dari sudut pandang dia dan Dika mulai paham kenapa bosnya itu mendadak galau. “Biar aku bantu dia tambah galau,” ucap Dika dan menutup panggilannya. Dika menelpon Rasyid sampai tiga kali baru pria itu mengangkatnya. “Jika kamu membahas soal Erick lagi mending aku ganti asisten aja lah,” kata Rasyid setelah dia tak tahan dengan Dika yang berisik menelponnya. “Idih, aku kan mau denger pertemuanmu semalam, ngapa jadi ngomong Erick,” bantah Dika. Rasyid malah berdecak dan mengalir ceritanya semalam. “Jadi kapan kamu balik ke Dubai?” tanya Dika makin bikin Rasyid kesal. “Sialan, malah nanya balik ke Dubai, suka-suka gue lah mau balik kapan,” ketus Rasyid. “Kalo elu ga balik ke Dubai, tapi cuma bengong di sana kaya ayam bego lah buat  apa, mending di sini bantuin gue siapin masa depan cerah buat Asmara. Diem bae ga ada hasilnya Bro, sadar elunya,” cela Dika. Rasyid diam. Dika yang paham ada pergulatan batin dan otak Rasyid semakin mengompori Rasyid untuk bertindak. “Minimal ya, kalo kamu di sana bisa dekat sama dia, okelah WB gue urus, la tapi kalo kamu ga ada tindakan apapun, ortumu juga mikir kamu ga serius. Bisa aja habis ini kamu beneran dinikahin sama Laila,” kata Dika. Rasyid menggeram mendengarnya. “Sante Bro, ga usah emosi. Pikirkan pake otak cerdik dan penuh trik milikmu. Mau dibawa kemana hubungan kalian,” saran Dika memancing. Hening. “Kalo aku yang di posisi kamu sih, mending langsung libas aja semuanya. Andi udah buka jalan dengan bikin skenario perselingkuhan, udah ada setannya, pahlawannya belum ada. Kenapa kamu ga coba jadi pahlawan buat dia, tapi yang nyata Bro, jangan silent hero dunk. Maju apa mundur, cepat kamu putuskan. Bisa jadi abis ini Andi yang bakal nongol jadi pahlawan juga, kalo udah begitu ga bakal ada tempat buat kamu,” pesan Dika membuka jalan pikiran Rasyid. Rasyid terkekeh. Dika paham arti suara ini dan dia menarik napas lega, karena artinya Rasyid sudah tahu apa yang akan dia lakukan. “Suruh Erick ke Indonesia kalo mau ketemu sama aku, kita  beresin dia di sini,” perintah Rasyid dan Dika malah terbahak, “Asyik liburan ke Indonesia,” ucapnya dan Rasyid mengakhiri panggilannya. *** Rasyid dan Edgar memandang rumah bergaya minimalis dengan pagar abu-abu. “Bener ini rumahnya?” tanya Rasyid dan Edgar mengangguk. “Kayanya Andi memang ga sedikit ngasih imbalan ke w************n itu. Padahal rumah Aldo lebih besar tapi kenapa bego banget milih yang model gini,” keluh Rasyid tak penting. Edgar hanya mengangkat bahunya dan tak lama seorang kurir paket muncul. “Titipin dia aja, lebih alami dan dia ga bakal curiga daripada kita masukin ke dalam rumahnya,” kata Rasyid dan Edgar bergegas memanggil kurir itu. Keduanya melihat Sinta menerima paket itu dengan bingung tapi dia kemudian masuk. Tak sampai satu jam dia sudah nampak rapi dan muncul taksi di depan rumahnya. “Cepet juga itu cewek, dasar matre akut,” kekeh Rasyid membuat Edgar bersiap untuk mengikuti taksi itu. Taksi berhenti di salah satu tempat yang memang sudah Rasyid rencanakan untuk bertemu dengan Sinta. Rasyid dan Edgar sudah siap dengan penyamaran mereka. Sinta mengitari seluruh area dan melihat dua orang pria yang menunggu di sana. “Apa kalian suruhan Andi Sanjaya?” tanya Sinta membuat Edgar melirik dan Rasyid mengangguk. Rasyid memberi kode kepada Edgar untuk memberikan tas kecil yang sudah dia siapkan. Sinta menerimanya dan membuka tas itu, matanya nampak berbinar dan senyum cerah mengembang. “Kali ini apa yang harus saya lakukan?” tanya Sinta semangat karena dia melihat tiga buah emas murni masing-masing 100 gram. Edgar memberikan satu amplop coklat, Sinta membukanya dan melihat ada satu lembar kertas berisi perjanjian. “Tanda tangani itu jika kamu sanggup melakukannya maka kamu terima pembayarannya 50 persen minggu depan,” kata Edgar. Sinta membaca sekilas dan langsung tanda tangan di sana. “Ini pekerjaan mudah, jika kurang dari enam bulan, apa aku bisa dapet bonus tambahan?” ucap Sinta. Rasyid berdecak mendengar keserakahan Sinta. Dalam perjanjian itu jika dia bisa membuat Dev tidak bertemu Asmara lagi selain urusan perceraian, dia akan mendapatkan uang 300 juta dalam bentuk deposit dan pembayaran di awal 50 persen dalam waktu enam bulan. Dan tidak tahu malunya dia ingin bonus jika berhasil melakukannya kurang dari enam bulan. “Serakah,” kekeh Rasyid. Sinta berdecih, “Jangan sembarangan bicara, Bosmu lebih paham kenapa aku butuh uang banyak, ini juga demi anaknya,” ucap Sinta. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN