Arini yang baru saja selesai memasukkan air ke dalam termos langsung berjalan ke depan rumah, begitu mendengar pintu rumahnya diketuk berulang kali. Setelah pintu terbuka, Arini membolakan matanya tidak percaya melihat siapa yang berdiri dihadapannya, bagaimana mungkin bos nya datang ke rumahnya. Mungkin Ia hanya salah lihat saja.
“Apakah kamu tidak akan mempersilahkan bos mu untuk masuk ke dalam rumah?” Tanya Arjuna dingin.
“Maaf, Pak. Mari silahkan masuk ke dalam rumah saya, Pak. Sahut Arini dengan takut-takut.
Arjuna masuk ke dalam rumah Arini tanpa melepas sepatu yang dikenakannya, “Maaf, Saya tidak melepaskan sepatu Saya. Nanti kaki saya kotor terkena debu.” Terang Arjuna sombong.
“Iya, Pak. Saya mengerti.”
Arjuna duduk di atas sebuah kursi plastik yang pasti harganya murahan, pikir Arjuna dalam hatinya. Ia kemudian mendudukkan tubuhnya di atas kursi plastik tersebut.
“Tunggu, sebentar ya Pak. Saya buatkan teh hangat untuk Bapak.” Tutur Arini, sambil beranjak ke belakang untuk membuatkan Arjuna teh. Namun, langkah kakinya terhenti, ketika di dengarnya Arjuna memperingatkan untuk tidak usah repot-repot membuatkan dirinya minuman yang belum tentu akan diminum olehnya.
Arini menahan kekesalannya dengan bos nya ini. Kata-katanya barusan sangat menyakitkan hati, apakah gelas dan air yang direbusnya mengandung racun dan apakah lantai rumahnya mengandung bakteri, sampai sepatu dan kaos kaki saja tidak lepas. Seharusnya, kalau Ia tidak suka dan merasa takut menginjakkan kaki di rumah nya tidak usah datang saja.
Arini membalikkan badannya dan duduk di hadapan Arjuna. Dilipatnya kedua tangannya di atas tangan dan ditatapnya wajah tampan Arjuna yang banyak dibicarakan oleh rekannya sesama karyawati di perusahaan.
“Maaf, kalau saya boleh tahu, ada apa ya, Bapak sampai datang ke rumah saya?, apakah Saya sudah melakukan kesalahan, Pak?” Tanya Arini.
“Kamu tidak melakukan kesalahan, Saya hanya mau berkunjung saja ke sini. Saya mendengar kalau kamu hanya tinggal berdua saja dengan adikmu. Apakah benar dia itu adik kandungmu?, bisa saja, ‘kan” Kalian berpura-pura kakak adik untuk mengelabui pandangan orang, padahal sebenarnya kalian adalah sepasang kekasih.” Sindir Arjuna kasar, meski Ia sudah mengetahui dan mendapatkan laporan dari orang kepercayaannya kalau Arini memang benar tinggal berdua saja dengan adik kandungnya, akan tetapi Ia mau melihat reaksi Arini bagaimana mendengar sindiran darinya.
Arini menatap Arjuna dengan tajam, Ia merasa tidak terima dengan sindiran dan penghinaan dari Arjuna. Sudah cukup selama ini, Ia menerima cacian dan hinaan dari orang-orang. Kini, Ia sudah kenyang akan itu semua dan tidak akan tinggal diam begitu saja saat ada orang yang menghina dirinya.
“Maaf, Pak. Saya tidak mengerti sama sekali apa maksud bapak dengan mencurigai saya seperti ini. Apakah saya harus memperlihatkan kartu keluarga saya kepada Bapak, agar Bapak percaya, kalau saya memang tinggal berdua dengan adik Saya.” Sahut Arini dengan emosi.
“Saya juga tidak mengerti sama sekali apa maksud dari kedatangan Bapak ini, kalau Bapak datang hanya untuk menghina saya saja, sebaiknya Bapak ke luar dari rumah Saya.” Usir Arini kepada Arjuna kesal.
Arjuna justru tertawa mendengar kemarahan Arini, “Saya suka, kamu marah-marah seperti ini. Besok, sepulang kerja, kamu datang ke ruangan Saya di lantai tiga. Ada hal yang harus Saya bicarakan dengan Kamu. Mengenai Kamu yang tinggal berdua saja dengan adik mu, Saya percaya.:
Arjuna kemudian berdiri dan dengan tidak mengucapkan kalimat permisi, Ia ke luar begitu saja dari rumah Arini, membiarkan Arini yang melongo melihat kepergiannya.
Arini menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan dan dilakukan oleh bos nya itu. Sungguh bos yang tidak bisa dimengerti dan apa maksudnya dengan aku harus ke ruangannya besok, memang ada perlu apa Ia denganku yang hanya seorang karyawati baru dan tidak menduduki jabatan yang penting.
Sementara itu, Arjuna langsung masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya menuju ke apartemen mewah miliknya. Sesampainya Ia di dalam apartemen mewah miliknya, Arjuna langsung melepas sepatunya dan berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan badannya di bawah guyuran air shower dengan suhu hangat.
Selesai mandi dan berpakaian, Arjuna langsung menuju ke dapur dan menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Arjuna sadar, sebagai lajang yang tinggal sendiri di sebuah apartemen, Ia harus bisa memasak. Arjuna mengambil sayuran dari kulkas dan juga daging. Ia lalu mengolahnya menjadi makanan dengan resep ala Arjuna, yang penting mengenyangkan perutnya dan lidahnya bisa menerima.
Arjuna membawa masakan hasil olahannya ke atas meja bar dan mendudukkan tubuhnya di atas kursi. Arjuna menyantap makanan hasil olahannya dengan nikmat. Selesai makan, Arjuna langsung meletakkan bekas makannya di atas pantry, besok pagi akan datang seorang pelayan untuk membersihkan apartemennya.
Arjuna menuju ke ruang tengah dan menyalakan televisi layar datar miliknya. Arjuna menyenderkan badannya di sofa empuk yang ada di depan televisi. Ia teringat dengan ajakan Bagas untuk datang ke kelab. Arjuna mematikan televisinya dan beranjak ke dalam kamar untuk berganti pakaian, rasanya lebih asyik pergi ke kelab dari pada berada di apartemennya yang terasa sunyi.
Setelah mengganti kaos yang dipakainya dengan kemeja dan juga celana jeans, Arjuna kemudian mengenakan sepatu pantofel miliknya. Rambutnya sudah tersisir rapi dan diberi pomade.
Arjuna kemudian berjalan ke luar dari apartemennya dan tak lupa Ia mengunci pintu apartemennya, menghindari masuknya orang jahat. Arjuna langsung memasuki mobilnya setelah ke luar dari dalam lift. Ia membelah jalanan ibu kota yang tampak ramai dengan banyaknya mobil dan kendaraan berlalu lalang.
Satu jam kemudian, barulah Arjuna sampai di kelab malam yang menjadi tempat berkumpulnya teman-temannya. Arjuna langsung mematikan mesin mobilnya dan masuk ke dalam kelab malam.
Arjuna melangkahkan kakinya memasuki kelab malam dan begitu pintu terbuka Ia langsung disuguhi dengan pemandangan orang yang yang sedang berdansa di bawah siraman lampu disko yang ikut menari menirukan irama music yang diputar oleh DJ.
Arjuna berhenti sebentar untuk melihat ke sekitarnya, apakah ada teman-temannya terlihat diantara banyaknya orang yang sedang menghentakkan badan mereka mengikuti alunan irama musik yang berbunyi nyaring dan memekakkan telinga. Untuk berbicara saja, harus mengeraskan suara agar dapat didengar oleh lawan bicara, saking kerasnya irama musik yang terdengar.
Arjuna langsung menuju ke ruangan VIP, karena tidak melihat kedua sahabatnya, ada diantara orang-orang tersebut. Kedua orang sahabatnya dan beberapa orang temannya sudah berkumpul di sana. Benar saja perkiraan Arjuna, begitu memasuki ruangan yang menjadi tempat Ia dan para sahabatnya berkumpul, mereka sudah ada di sana.
“Wow, kejutan. Akhirnya, Kau datang juga, setelah tadi sempat menolak ajakanku untuk datang ke kelab.” Kata Bagas.
Arjuna langsung duduk di sofa yang kosong, “Aku hanya sebentar saja di sini dan ingatkan aku untuk tidak banyak minum malam ini, karena besok aku akan ada pertemuan penting, ralat, pertemuan sangat penting,” ucap Arjuna.
Juan tersedak dari minumnya, Ia menatap ke arah Arjuna dengan tatapan bertanya dan di balas Arjuna dengan sorot tajam. Arjuna seolah bertanya apakah Ia sudah membaut surat perjanjian yang dimintanya tanpa bersuara. Bagaikan terhipnotis oleh aura yang dikeluarkan oleh Arjuna, Juan menganggukkan kepalanya.
Bagas dan beberapa orang teman lainnya yang melihat interaksi antara Arjuna dan Juan menjadi bingung, “Apakah kalian sedang melakukan telepati?” Tanya Rifky, salah seorang teman Arjuna dan Bagas.
“Tentu saja, kami sedang melakukan telepati,” sahut Juan bercanda.
Mereka semua kemudian tertawa bersama-sama mendengar candaan Juan. Seorang pelayan dengan pakaian seksi dan wajah yang cantik datang menghampiri Arjuna, Ia menanyakan kepada Arjuna minuman yang dipesannya, yang dijawab oleh Arjuna dengan minuman seperti biasanya.
Wanita yang datang tadi adalah wanita yang sudah terbiasa melayani Arjuna dan teman-temannya, bahkan wanita itu pernah menjadi wanita satu malam nya. Arjuna mengerti, kalau wanita itu coba mendekatinya untuk menarik perhatiannya lagi, akan tetapi Ia menolaknya.
Arjuna meneguk minumannya dengan beberapa kali tegukan hingga tandas, karena tidak ingin mabuk, seperti kemarin malam. Arjuna membatasi minumnya hanya dua gelas saja. Ia hanya duduk saja mendengarkan obrolan sahabat dan teman-temannya dan setelah merasa bosan, Arjuna memutuskan untuk kembali ke apartemennya.
…………………………………..
Pagi harinya, Arjuna sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia sudah memakai pakaian kerjanya dengan rapi dan petugas kebersihan rumahnya pun sudah datang. Setelah datang, petugas kebersihannya itu, seperti biasa akan menyiapkan sapaan pagi untuk Arjuna, berupa roti bakar dan selai nanas juga secangkir kopi hitam.
Arjuna menyantap roti bakarnya, sambil mengecek emailnya. Ada beberapa email yang masuk dari orang kepercayaannya, Jono. Ia mengabarkan kepada Arjuna, kalau Andi, adik Arini terancam dicabut beasiswanya. Seseorang sudah memfitnah Andi dan menuduhnya telah mempermalukan nama kampus dengan perbuatan tidak baik, yaitu tidur berdua saja dengan seorang wanita.
Arjuna tertawa kecil membaca laporan dari orang kepercayaannya, Ia tidak tahu saja, kalau yang sudah menyebarkan fitnah itu adalah dirinya dan semua itu dilakukannya untuk memuluskan rencananya kepada Arini.
Sementara itu di lain tempat, Arini dan adiknya sedang menikmati sarapan sederhana mereka. Arini melihat wajah Andi yang ditekuk dan kelihatan sedih. Ia tahu, adiknya pasti sedang ada masalah.
“Kenapa wajahmu murung saja, dari tadi?” Tanya Arini kepada adiknya.
Andi mendongakkan wajahnya dan menatap Arini, matanya terlihat berkaca-kaca, “Mbak, sepertinya aku tidak akan lanjut kuliah di kedokteran,” ucapnya dengan suara lirih.
Mendengarnya, Arini menjadi terkejut, “Kenapa?, apa yang terjadi?”
“Beasiswaku terancam dicabut, Mbak. Ada seseorang yang sudah memfitnahku dan pihak kampus sudah memperingatkan kepadaku, kalau mereka hanya akan memberikan beasiswa kepadaku hanya sampai akhir bulan ini saja.”
Arini menghentikan makannya, dihelanya napasnya. Arini tahu, melepas kuliah di kedokteran pasti sangat berat bagi adiknya, karena itu adalah cita-citanya sedari kecil.
“Kamu jangan berhenti ulah, kita akan mencari cara supaya kamu tetap dapat meneruskan kuliahmu, meski tanpa beasiswa. Mbak akan berusaha semakin keras dan akan menambah jumlah kue yang Mbak buat untuk di titipkan di warung-warung.” Tegas Arini.
“Jangan, Mbak. Aku sudah banyak menyusahkan Mbak dan Aku tidak mau melihat Mbak bekerja terlalu keras hanya untuk ku. Sudah banyak pengorbanan yang Mbak lakukan.” Sahut Andi, sambil meraih tangan kakaknya dan meneteskan air mata.
“Selama ini, aku sudah banyak menyusahkan Mbak. Demi Aku, mbak rela putus sekolah dan sekarang, Mbak akan bekerja lebih keras lagi demi aku?, jangan Mbak. Nanti, aku tidak akan pernah bisa untuk membalas semua kebaikan mbak.” Tutur Andi.
Arini mengusap air matanya yang juga menetes, “Kamu ingat bukan, perkataan, Mbak, kalau kamu mau membalas kebaikan Mbak, jadilah dokter yang baik dan setelah kamu menjadi dokter nanti, tolonglah orang yang sakit tanpa memandang status sosialnya.”
Arini kemudian menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan, “Kamu tidak boleh berhenti kuliah, kita akan menemukan jalan ke luarnya agar kamu dapat terus lanjut kuliah, meskipun tanpa beasiswa itu. Sekarang, habiskan sarapanmu dan semangatlah untuk mengikuti kuliah hari ini, jangan dipikirkan mengenai beasiswa dan biaya untukmu kuliah. Kita pasti akan menemukan jalan ke luarnya.”
Keduanya lalu melanjutkan sarapan mereka dengan diam tidak ada percakapan lagi. Selesai makan dan Andi selesai membersihkan bekas sarapan mereka, keduanya berjalan ke luar dari rumah menuju ke tempat tujuan mereka masing-masing.
Arini tiba di kantornya dengan perasaan yang sedikit cemas, karena semalam Ia sudah mengusir bos nya ke luar dari rumahnya dan Ia juga sudah bersikap kasar. Arini bingung memikirkan beasiswa adiknya yang terancam dicabut dan bagaimana caranya agar adiknya itu tetap dapat kuliah.
Ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul 16.00 dan waktunya bagi semua karyawan untuk pulang ke rumah mereka masing-masing. Arini langsung menuju ke kamar kecil dan mencuci wajahnya, lalu diberinya bedak baby tipis di wajah cantiknya. Arini juga merapikan penampilannya yang sudah berganti pakaian dari seragam perusahaan dengan pakaian biasa miliknya, berupa kemeja yang warnanya sudah hampir pudar dan celana kain.
Merasa penampilannya sudah cukup rapi, Arini langsung menuju ke lift. Arini yang dulu pernah naik lift, tetapi itu saat Ia masih kecil dan saat orang tuanya masih bersama, merasa ragu untuk memasuki lift yang ada di hadapannya.