MENERIMA

1316 Kata
Arini hanya diam saja, Ia masih merasa kesal dan marah, karena kata-kata Arjuna barusan, tetapi memang benar apa yang dikatakan oleh bos nya ini. Ia tidak boleh terlalu memperdulikan omongan orang-orang yang usil. Namun, bisakah Ia melakukannya, sementara kata-kata dan ucapan mereka teramat menusuk dan menyakiti hatinya. Arini memilih duduk menempel dengan pintu mobil dari pada duduk dekat dengan Arjuna, yang ditanggapi Arjuna dengan mendengus melihat ulah Arini. "Jangan bilang kalau kamu selama ini belum pernah pacaran dan kamu takut dengan laki-laki. Ups, ralat, kamu tidak takut dengan laki-laki, buktinya tadi kamu menggoda asistenku. Kuperingatkan kepadamu, kalau asistenku itu seorang playboy. Dia punya banyak kekasih, jadi jangan bermimpi, kamu akan menjadi satu-satunya kekasih asistenku itu." Peringat Arjuna tegas. Arini menolehkan wajah nya ke arah bos nya itu, dia tidak mau memperlihatkan ketakutannya di hadapan bos nya ini, kalau tidak Ia akan semakin seenaknya saja kepada dirinya. Ini juga sudah di luar jam kerja, sehingga mereka bukan lagi bos dan bawahan. "Maaf ya, Pak. Saya tidak merayu asisten Bapak, kebetulan saja tadi itu dia menawarkan dirinya untuk menemani saya naik lift. Hanya itu saja.'' Sahut Arini gusar. "Wow, barusan tadi Saya melihat dan mendengar kamu menangis dan takut dengan Saya, sekarang malah berani menjawab. Kamu ini ternyata Bunglon juga, ya, atau jangan-jangan Kamu tadi berpura-pura saja saja." Selidik Arjuna, sambil menatap Arini tajam. Arini tidak mau terintimidasi oleh tatapan tajam Arjuna. Ia pun menyahut, "Mau Bapak sebenarnya apa, tadi Bapak mengejek Saya, karena cengeng. Sekarang Bapak kembali mengejek Saya, karena berani, sebenarnya yang tidak punya pendirian itu Bapak." Tukas Arini berani. Arjuna melotot mendengar Arini yang semakin berani saja dengan dirinya, Arjuna yang memang sedari pagi sudah badmood ditambah sekarang dengan Arini yang semakin berani menjawab dirinya membuat Arjuna tersulut emosinya. "Dengar ya, Kamu itu tidak bisa sesuka hati kamu saja berbicara. Saya ini masih Bos kamu, biar pun sekarang sudah di luar jam kantor tetap saja, Saya ini atasan Kamu." Tegur Arjuna kepada Arini dengan keras. Arini menundukkan wajahnya, kedua tangannya saling bertaut di atas pangkuannya, untung saja mereka sudah sampai di depan rumah bedakan Arini, sehingga Ia tidak perlu menanggapi perkataan bos nya. Begitu mobil berhenti, Arini langsung membuka pegangan pintu dan ke luar dari dalam mobil. Arjuna memberengut melihat sikap Arini yang kasar, sebelum Arini berjalan jauh masuk ke dalam rumah nya, Arjuna memperingatkannya, “Besok pagi, sopirku yang akan menjemputmu untuk berangkat ke perusahaan.” Arini membalikkan badannya dan mengangguk ke arah Arjuna melalui kaca jendela mobil yang diturunkan olehnya. Arini masuk ke dalam rumahnya dan langsung masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan badan nya yang terasa kotor dan setelah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Arini merasa kondisi badannya menjadi segar kembali, setelah mandi dan sholat. Ia langsung menuju ke dapur untuk membuat makan malam bagi dirinya dan adiknya. Saat berada di dapur, dilihatnya Andi sudah ada di sana dan sedang menggoreng ikan untuk lauk mereka. Arini menghampiri adiknya dan berkata, “Apa yang bisa Mbak bantu, nih?” “Eh. Mbak sudah datang. Aku kok tidak mendengar suara Mbak mengucapkan salam, ya?” Tanya Andi. “Kamu nya saja yang keasyikan masak, sambil melamun, sampai tidak mendengar kalau Mbak masuk ke dalam rumah mengucapkan salam. Kamu sudah memasak sayurnya, dik?” ucap Arini. “Sudah, Mbak. Hari ini Mbak duduk manis saja, biar aku yang menyiapkan semuanya, untuk Mbakku yang baik hati, ini.” Sahut Andi. Arini tersenyum mendengar ucapan adiknya, Ia lalu mengambil dua buah gelas dari rak piring dan membuat teh manis panas untuk mereka berdua dan meletakkannya di atas lantai yang beralaskan karpet. Mereka berdua menyiapkan makanan mereka di atas lantai dan setelah semuanya terhidang, keduanya pun langsung menyantap makanan yang baru saja diolah Andi. Arini yang sangat mengenal adik nya merasa ada yang berbeda dengan adik nya hari ini. Ia banyak melamun dan melakukan beberapa kesalahan saat makan. Pikiran adiknya itu sedang tidak berada di tempatnya, seperti ada sesuatu yang berat membebaninya. Namun, Arini tidak mau bertanya sekarang ini, Ia akan bertanya nanti, setelah mereka selesai makan. “Sekarang, katakan kepada Mbak, apa yang mengganggu pikiranmu sedari tadi. Tidak usah kamu tutupi, Mbak akan mengerti, kok apa pun yang menjadi permasalahanmu.” Andi menghela napasnya dengan berat, “Mbak, Beasiswaku baru saja dicabut, pihak kampus tidak dapat menolerir adanya gossip yang beredar tentangku, meski itu hanya gossip dan belum tentu benar,” ucap Andi dengan wajah tertunduk. “Kurasa Aku harus mengubur impianku untuk menjadi seorang dokter, Mbak. Kita tidak akan sanggup membayar biaya kuliahku Mbak, tanpa adanya beasiswa itu.” Tambah Andi lagi. Arini menarik napasnya dan ditatapnya wajah adiknya yang terlihat sedih, Ia tahu menjadi seorang dokter adalah keinginan adiknya yang terbesar. “Mbak mau, besok kamu tetap kuliah. Kamu jalanin saja dulu, kuliah tanpa beasiswa, semoga saja nanti akan ada beasiswa lainnya untuk kamu atau kita mendapatkan rejeki yang tidak terduga.” Tutur Arini menguatkan adiknya. “Aku sudah tidak berharap lagi bisa kuliah, Mbak. Aku tidak mau selalu menjadi beban bagi Mbak Arini.” Jawab Andi. “Kamu bukan beban, bagi Mbak. Kamu itu adikku, satu-satunya keluarga yang masih Mbak punya. Mbak tidak mau kamu melepaskan impianmu dan juga almarhumah ibu untuk menjadi seorang dokter. Kita pasti akan menemukan jalan supaya kamu bisa tetap melanjutkan kuliahmu.” Tegas Arini memotivasi adiknya. Arini teringat dengan tawaran Arjuna, apakah ini pertanda kalau Ia harus menerima tawaran menjadi kekasih pura-pura bos nya itu. Andi melihat ke arah kakaknya yang terlihat bersungguh-sungguh, “Baiklah, Mbak. AKu akan tetap melanjutkan kuliah dan berharap semoga nanti gosip itu hilang dan ada beasiswa lagi untukku.” Arini tersenyum ke arah adiknya, “Kita harus optimis bukan, untuk mengejar impian kita. Kamu tidak usah memikirkan bagaimana nantinya, sebelum kamu menjalaninya.” Arini dan Andi membereskan bekas makan mereka bersama-sama dan setelahnya mereka masuk ke kamarnya masing-masing. Arini mengambil air wudhu ia akan melakukan sholat untuk meminta petunjuk kepada Allah. Apakah Ia harus menerima tawaran bos nya ataukah tidak. Pagi harinya, Andi merasa heran, saat dilihatnya dari balik kaca jendela rumah meraka, ada sebuah mobil mewah yang terparkir di halaman depan rumah mereka dan dilihatnya seorang pria tampan dan gagah berjalan ke arah rumah mereka. Arjuna mengetuk pintu rumah Arini yang dengan cepat di buka kan. “Selamat pagi, Saya mencari Arini. Tolong katakan kepadanya, Ia harus berangkat ke kantor sekarang juga!” ucap Arjuna dingin. “Selamat pagi juga, Tuan. Tunggu sebentar akan Saya panggilkan kakak Saya,” sahut Andi. “Saya menunggu di sini saja.” Jawab Arjuna singkat. Andi pun berbalik masuk ke dalam rumah memanggil kakaknya yang sedang menandaskan teh hangat miliknya, “Mbak, di depan ada yang sudah menjemput. Orangnya tampan dan pakai mobil mewah. Siapa di, Mbak?” Tanya Andi dengan curiga. Arini kaget, mendengar ada yang sudah menjemputnya, Ia pikir bos nya itu kemarin hanya bercanda saja akan ada yang datang menjemputnya. “Oh, itu. Orang suruhan bos Mbak, sepeda mbak ada di perusahaan dan hari ini akan ada sopir perusahaan yang menjemput mbak. Kamu tidak usah takut dan curiga, Mbak tidak akan macam-macam.” Terang Arini, sambil tersenyum kepada adiknya. Arini kemudian ke luar dan Ia menjadi terkejut mendapati Arjunalah yang sedang duduk di teras rumahnya dengan tangan yang tenggelam di dalam saku jasnya. Melihat Arini ke luar dari dalam rumah, Arjuna berucap, “Kenapa lama sekali?, Kamu membuat saya menunggu. Ayo, cepat!” Arjuna kemudian berjalan menuju mobilnya diikuti oleh Arini dengan langkah kaki yang sedikit ragu. Arjuna dan Arini sampai di perusahaan dan sontak saja kedatangan Arini bersama dengan bos mereka mendapatkan tatapan curiga dan juga keheranan dari mereka semua. Arjuna memerintahkan kepada Arini untuk langsung ke ruangannya dahulu dan disetujui oleh Arini. Begitu mereka sampai di ruangan Arjuna, Arini dipersilahkan duduk dan tanpa banyak kat, Arjuna langsung saja menanyakan apa keputusan Arini. Arini menggenggam kedua tangannya dan ditatapnya wajah Arjuna, dengan suara yang mantap Ia berkata, “Saya terima tawaran perjanjian yang bapak ajukan. Saya akan bersedia menjadi kekasih pura-pura Bapak.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN