Bab 10. (Lahirnya Duplikat Terlemah Dewa Sihir)

1167 Kata
Dewa Sihir yang menghilang tiba-tiba saja muncul di puncak Gunung Sunda pada dimensi tingkat duanya. Dirinya yang muncul bersama Pedang Merah, melayang 10 meter di atas permukaan Telaga berair terjun tinggi. Yang berada di dalam kawah Gunung Sunda. Yang tak terlihat oleh mata manusia dunia fana. Dirinya langsung saja melempar tubuh Kala Chandri ke dalam Situ itu. Hingga menciptakan cipratan air dengan suara yang begitu keras di tempat itu. Cipratan air yang begitu keras itu. Telah membuat Cakra Dewa, sebagai murid tertuanya keluar dari dalam gua yang ada di tempat itu, dengan terburu-buru. Mengira, jika ada musuh yang menyerang tempat itu. Cakra Dewa berpakaian seperti gurunya, Dewa Sihir. Hanya pakaiannya itu berwarna emas. Dan dirinya pun memakai topeng harimau berwarna emas, dengan rambut sepundak di kuncir berwarna emas. "Ternyata Guru sudah kembali. Aku kira ada penyusup?" kata Cakra Dewa, dengan memandang Dewa Sihir dan Pedang Merah dengan mata emasnya. "Mana mungkin ada yang bisa ke tempat ini, kalau bukan orang dalam," sahut Dewa Sihir, dengan nada yang datar. "Guru benar juga. Lalu bagaimana dengan keadaan adik kedua, Guru?" tanya Cakra Dewa, dengan penuh selidik. "Dia sedang aku rendam di dalam telaga itu. Lebih baik kau jaga adikmu di sini. Keadaannya benar-benar parah," sahut Dewa Sihir. "Lalu Guru ingin ke mana lagi?" tanya Cakra Dewa, dengan penuh selidik. "Aku ingin mencari kembarannya," jawab Dewa Sihir, lalu menghilang kembali bersama Pedang Merah, tanpa basa-basi lagi kepada murid tertuanya itu. "Lebih baik kau tidak pernah kembali, Guru ...," kata Cakra Dewa di dalam hatinya, lalu berbaring di atas Telaga itu. Dengan senyuman yang penuh dengan kelicikan. Seakan sedang merencanakan sesuatu hal yang buruk di benaknya, di masa depan nanti. "Nanti juga, waktumu akan tiba, Guru ...," ujarnya masih di dalam hatinya, dengan penuh kebahagiannya. *** Dewa Sihir lalu muncul kembali di puncak Gunung Sunda bersalju di dimensi tingkat satu, 10 ribu tahun sebelum Masehi. di mana zaman es sedang berlangsung. Dan manusia modern mulai mendirikan pilar-pilar tinggi untuk menyembah Tuhan. Sebagai kekuatan yang mengendalikan alam semesta. Dan di masa ini pula Dewa Sihir sebagai seorang manusia berasal. Di puncak Gunung Sunda, yang di masa depan akan tergantikan oleh generasi selanjutnya pada dimensi tingkat satunya, tampak duplikat Dewa Sihir sudah menunggunya dengan penuh kesabarannya. "Aku kira, kau tidak pernah kembali. Dan akulah yang akan menjadi tubuh aslimu ...," sambut duplikat Dewa Sihir kepada tubuh aslinya. "Kalau tidak ada Gadis Merah ini, pasti tak akan bisa kembali dari masa Bumi bola salju itu," jawab Dewa Sihir. "Lalu apa mau mu sekarang?" tanya duplikat Dewa Sihir. "Lebih baik kau membuat duplikat diriku, dengan kekuatan rendah sebagai jaga-jaga. Lalu kau masuk ke dalam diriku ini," tutur Dewa Sihir. "Baiklah Majikan ...," timpal duplikat Dewa Sihir. Terlihat dari dalam tubuh duplikat Dewa Sihir, muncullah duplikatnya dirinya. Dengan kekuatan 10% dari Dewa Sihir. "Adik Kecil, itu majikan kita. Diri kita adalah bagian dari kekuatan dan dirinya, beri hormat lah kepadanya," tutur duplikat Dewa Sihir. Tampak duplikat Dewa Sihir yang dipanggil adik kecil itu. Lalu bersujud di hadapan Dewa Sihir. "Kau jangan mengerjai adikmu itu. Lebih baik kau masuk ke dalam tubuhku sekarang," tegur Dewa Sihir kepada duplikatnya itu. "Baiklah! Majikan ...," sahut duplikat Dewa Sihir, lalu merubah dirinya menjadi cahaya putih yang masuk ke dalam tubuh Dewa Sihir. "Dengan kekuatan sebesar ini. Pasti aku tidak akan kesulitan menghadapi kakak pertama," kata Dewa Sihir berbicara sendiri, dengan pandangan ke arah duplikatnya yang sedang bersujud. "Bangunlah kau ....," kata Dewa Sihir. Mendengar perkataan dari Dewa Sihir, duplikat Dewa Sihir lalu bangkit. "Baiklah Majikan ...," sahutnya, dengan nada rendah. "Gadis Merah, bukannya kau ingin melihat wajah dibalik topeng harimau putih ini?" ucap Dewa Sihir kepada Pedang Merah yang melayang di samping wajah Dewa Sihir. "Aku bilang dari dulu juga, aku itu tak sanggup melakukannya," jawab Pedang Merah dengan penuh kejujurannya. "Kalau dengan duplikat terlemah ku itu, apa kau sanggup melakukannya?" tanya Dewa Sihir, dengan nada menggoda Pedang Merah. "Biar pun lemah, tetap saja, ia memiliki 10% kekuatanmu. Ini sulit ...," timpal Pedang Merah, dengan nada mengeluh. "Tapi 50% kekuatan Dewa Iblis, berani kau hadapi. Kenapa hanya 10% kekuatanku, kau bilang tak sanggup?" tanya Dewa Sihir dengan penuh selidik. "Dewa Iblis itu jiwanya tersegel. Tetap saja berbeda dengan dirimu," kata Pedang Merah. "Baiklah, akan aku kunci kekuatannya hanya 1% untuk menghadapi dirimu ...," ujar Dewa Sihir. "Itu ide yang bagus," timpal Pedang Merah, lalu melesat menyerang duplikat Dewa Sihir yang langsung merespon serangan itu. "Majikan kau ini sebenarnya ingin apa?" tanya duplikat Dewa Sihir dengan penuh kebingungannya. Sembari menghadapi serangan dari Pedang Merah. "Dia itu sangat penasaran dengan wajahku. Anggap saja ini sebuah latihan. Kalau kau tak mampu mempertahankan topeng itu. Maka topeng itu tak akan mampu kau gunakan lagi," jelas Dewa Sihir. "Kalau begitu aku akan mempertahankan topeng harimau putih ini, agar melekat pada wajahku untuk selamanya ....," jawab duplikat Dewa Sihir lalu lebih serius bertarung dengan pedang Merah. "Aku rasa, kau tak akan sanggup mempertahankannya!" teriak Pedang Merah, lalu tertawa terkikik-kikik. Bersamaan dengan berakhirnya perkataannya itu. Pedang Merah pun berhasil menarik topeng harimau putih yang dikenakan oleh duplikat Dewa Sihir dengan kepala pedang harimau putihnya itu. Topeng harimau putih itu pun terjatuh. Dan menampakan wajah yang rata, yang membuat Pedang Merah terkejut bukan main. Merasa ditipu oleh Dewa Sihir. "Kau ini ingin menipuku ya?" tutur Pedang Merah dengan penuh kekesalannya. "Bukan ingin menipumu. Aku ingin membiarkan dirinya tanpa wajah seperti itu. Agar tak ada yang mengenali dirinya," jelas Dewa Sihir. "Duplikat ku, lebih baik kau tinggal di dimensi tingkat 4 saja. Agar tidak ada yang bisa melacak dirimu," perintah Dewa Sihir kepada duplikatnya. "Baiklah Majikan ...," sahut duplikat Dewa Sihir, lalu menghilang begitu saja dari tempat itu, untuk tinggal di dimensi tingkat 4. Dimensi para makhluk yang tercipta dari cahaya bintang. "Lalu sekarang kau ingin apa?" tanya Pedang Merah. "Tentu saja mencari keberadaan kembaran Kala Chandri dan batu pengendali waktu," jelas Dewa Sihir. "Jadi kita kembali ke masa 100.000 tahun yang lalu?" tanya Pedang Merah. "Tentu saja ...," jawab Dewa Sihir lalu menghilang yang diikuti oleh Pedang Merah untuk kembali ke masa 100 ribu tahun yang lalu. Masa di mana Jubah Merah dan Jubah Putih bertarung habis-habisan hingga menghancurkan Planet Nevis, yang terletak di antara Mars dan Jupiter. Yang tak pernah dikenal oleh manusia yang hidup di dimensi tingkat satu sama sekali. Dewa Sihir dan Pedang Merah pun tiba di pecahan Planet Nevis, di masa 100 ribu tahun yang lalu. Mereka berdua melayang, mencari keberadaan Jubah Putih dan batu pengendali waktu yang merupakan milik dari Dewa Iblis. Tetapi biar pun mereka mencari, tetap saja mereka tak dapat menemukannya. "Majikan, seharusnya kita mencarinya setelah kita menemukan murid mu itu," keluh Pedang Merah kepada Dewa Sihir. "Kalau murid ku tidak sekarat. Aku juga akan melakukan hal itu. Aku rasa Kala Chandra baik-baik saja. Sedangkan batu pengendali waktu, sudah kembali kepada Dewa Iblis," tutur Dewa Sihir dengan santainya. "Lalu kita harus melakukan apa sekarang?" tanya Pedang Merah dengan penuh selidik. "Tentu saja pulang dan tidur," sahutnya, lalu menggenggam Pedang Merah dan menghilang begitu saja dari tempat itu, untuk menuju masa depan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN