Bab 11. (Kedatangan Janus ke Bulan)

1065 Kata
    Bulan yang nampak bersinar dari Bumi pada malam hari, dan elok dipandang mata dari Bumi. Rupanya tak seindah dan secantik. Dengan keadaan Bulan yang sesungguhnya. Jika berada di permukaannya, yang tak ada kehidupan sama sekali. Pada dimensi tingkat satunya, di mana makhluk dunia fana hidup selama ini.     Nampak di permukaan Bulan yang dipenuhi oleh lubang-lubang raksasa. Yang merupakan hasil dari tumbukan antara Bulan dan meteor-meteor serta asteroid-asteroid. Yang menjadikan Bulan sebagai labuhan terakhirnya, dari perjalanan panjangnya di semesta. Dari awal terciptanya hingga saat ini.      Kawah-kawah hasil tumbukan itu abadi di Bulan, karena satelit alami itu berbeda dengan Bumi. Yang selalu mendaur ulang tubuhnya sedari awal pembentukannya. Hingga begitu banyak perubahan, yang tak mampu dicatat dalam catatan sejarah manusia sama sekali. Karena umur manusia yang sangat terbatas sekali. Sebagai manusia dunia fana.     Tak ada kehidupan pada dimensi tingkat satunya. Bukan berarti tak ada kehidupan pada dimensi lainnya.     Di Bulan, pada bagian yang selalu menghadap Bumi dari masa ke masa. Terlihat Jailan sedang berdiri, di depan reruntuhan Istana Bulan Terang. Tempat Kerajaan Jin Bulan Terang, yang pernah ada di dimensi tingkat 3 eksis. Yang kini hanya reruntuhannya saja. Akibat dihancurkan oleh kekuatan yang maha besar, disaat Jailan masih terkutuk menjadi seekor naga perak. Yang mendiami puncak Gunung Gede, 5 ribu tahun yang lalu. Yang dilakukan oleh Kailan, yang sedang dirasuki oleh Jubah Merah dan Topeng Bidadari. Hingga kesadarannya menghilang, tanpa ia sadar sekali. Jika dirinya sudah menghancurkan Bulan Terang dan menyegel para penghuninya di dalam sebuah botol berbentuk kotak, yang kini berada di dalam lubang hitam super masif, yang berada di pusat Galaksi Bima Sakti.     Pangeran Bulan terang itu benar-benar sedang merenungi, dengan apa yang sudah terjadi dengan dirinya dan Kerajaannya di masa lalu.     "Andai aku tidak terkutuk menjadi naga perak. Dan pergi ke Bulan pada saat itu. Mungkin keadaannya tidak akan seperti ini. Istana Bulan Terang tidak akan hancur seperti ini. Serta para penghuninya tidak akan pernah tersegel di dalam lubang hitam," ujar Jailan, berbicara sendiri dengan lirihnya. Menyesali keadaan yang sudah terjadi. Dengan penuh kepedihan hatinya yang begitu terasa sakit.     "Tapi siapakah gerangan, yang bisa memanggil Lubang Hitam. Untuk menyegel ayah dan seluruh penghuni Bulan Terang?" tanya Jailan di dalam hatinya. Belum mengetahui sama sekali, siapa pelaku yang sebenarnya hingga saat ini.     "Pasti, itu adalah perbuatan dari salah satu dari iblis utama yang tinggal di luar Bumi dan Bulan. Atau malah dari luar Tata Surya Bumi. Karena para iblis utama Bumi dan Bulan telah tersegel lebih dari 70 ribu tahun yang lalu di dalam Naskah Kuno. Yang kini hilang entah ke mana. Sejak kejadian di puncak Gunung Ceremai, saat 4 iblis bersaudara tersegel, sebagai para iblis terakhir yang terkurung di dalam Naskah Kuno," kata Jailan di dalam hatinya, lalu melangkahkan kakinya, mendekati reruntuhan Istana Bulan Terang. Yang dilatari oleh Puncak Selenean, yang memiliki ketinggian 10.786 meter dari permukaan bulan, menurut perhitungan para ahli di Bumi. Yang berdiri tegak, ke langit Bulan yang gelap. Sebagai titik tertinggi di Bulan.     "Pertanyaan berikutnya adalah, siapa yang mengundang dan bekerjasama untuk menghancurkan Istana Bulan Terang? Pasti ada orang dalam yang bekerjasama dengan iblis utama itu. Kalau tidak, Istana Bulan Terang, tidak akan hancur separah ini? Atau paling tidak, masih ada yang luput dari hisapan lubang hitam," ujar Jailan, berusaha menganalisa kejadian di masa lalu itu. Dengan logikanya yang terus berputar untuk mencari jawabnya.     Jailan pun lalu membalikan tubuhnya dan melihat ke arah langit yang nampak hitam. Dihiasi oleh bintang-bintang, dan tentu saja Bumi. Yang terlihat sebagai benda langit terbesar. Yang dapat dilihat dari Bulan. Mungkin ukuran Bumi yang terlihat dari Bulan. 4-8 kali ukuran Bulan, saat Bulan purnama terlihat di langit Bumi. sedangkan Merkurius dan Venus terlihat hampir sama dengan ukuran yang dilihat dari Bumi. Sedangkan Mars nampak lebih jelas dan cemerlang terlihat di langit Bulan. Sedangkan Jupiter dan Saturnus masih nampak oleh penglihatan mata t*******g. Yang berada di belakang Mars.     "Aku jadi rindu Bumi, apakah ini adalah hal yang aneh untuk makhluk Bulan seperti aku ini ...?" ucap Jailan di dalam hatinya. Lalu tersenyum sendiri, membayangkan wajah Pharo dan Saga. Dengan banyak hal yang sudah mereka lewati bersama-sama selama ini.     Jailan terus memandangi Bumi dengan penuh kerinduannya. Hingga tiba-tiba saja, terlihat oleh mata Jailan seberkas cahaya biru dari Jupiter. Saat mendekati Bulan.     Seberkas cahaya itu pun lalu terlihat menjadi seberkas kilatan petir. Yang menyambar ke arah Jailan. Yang tak gentar dan tetap berdiri di tempat ia berpijak. Hanya satu meteran jaraknya, kilatan petir itu menyambar permukaan Bulan. Walaupun Bulan tak memiliki lapisan atmosfer setebal atmosfer Bumi, yang membuat asap tidak mungkin ada. Jika dilakukan oleh manusia sejati. Tetapi kenyataannya asap segera mengepul dari benturan itu.      Ternyata kilatan petir itu, adalah jelmaan dari Janus, si Iblis Petir, yang kini berdiri di hadapan Jailan. Ternyata asap itu hasil dari interaksi dari dimensi tingkat 3, bukan dari dimensi tingkat 1 yang dihuni oleh manusia sejati.     "Jai, jai! Kau itu rupanya tidak terkejut dengan kehadiranku ini?" ujar Janus, dengan senyuman yang mengerikannya, kepada Jailan.     "Aku kira, tadi ada petir nyasar dari Jupiter ke Bulan. Tapi ternyata itu adalah dirimu. Kau ingin apa ke Bulan? Bukannya kau seharusnya berada di Jupiter dan menetap di sana?" tanya Jailan, dengan sikap dinginnya, terhadap teman lamanya itu.     "Walaupun kita ini tidak pernah sepahaman dalam banyak hal, tapi paling tidak kita ini pernah satu kelompok dalam 7 Iblis Bintang. Oleh karena itu, aku akan jujur kepada dirimu," tutur Janus, lalu menatap mata Jailan, seakan ingin mengajaknya untuk mengenang masa lalu mereka saat mereka berada dalam kelompok 7 Iblis Bintang.     "Aku ini tidak diperkenankan untuk tinggal di Jupiter. Jangankan untuk memasuki Istana Jupiter. Baru memasuki dekat Jupiter pun, aku telah diusir oleh pasukan angkasa Jupiter dengan 5 jenderal angkasa beserta para pasukannya itu," ujar Janus, yang seakan tak dianggap oleh Jailan, yang seakan meremehkan dirinya itu.      Janus pun lalu melanjutkan ucapannya kembali. Walaupun Jailan tak merespon perkataannya itu.     "Pasti kau pikir, aku ini takut dengan mereka. Aku hanya malas bentrok dengan mereka. Aku lebih memilih menyingkir ke Amalthea, satelit terdekat Jupiter dengan jarak hanya 181.000 km, jauh lebih dekat dari jarak Bumi ke Bulan. Di sana aku mendengar, bila 1000 penyihir dari dimensi tingkat 3, yang tinggal di seluruh Tata Surya ini. Akan berkumpul di Titan, satelit dari Saturnus. Yang memiliki karakter sama dengan Bumi, 4 miliar tahun yang lalu. Setelah aku menyerap 5 Jenderal lemah itu ke dalam tubuhku ini ...," ujar Janus, sambil menatap Jailan dengan tajamnya. Seakan ingin menaklukan Pangeran Bulan Perak itu, dengan tatapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN