Kalau ada nominasi CEO tergabut skala nasional, mungkin Rex lah pemenangnya. Bagaimana tidak, setelah bangun tidur, Rex sudah mengambil hp nya untuk sweeping ke grub chat karyawan kantor. Diam-diam, Rex masuk ke grub chat mulai devisi kebersihan sampai devisi keuangan, dengan nomor tak kasat mata. Tujuannya untuk memantau setiap perkembangan pekerjanya. Dan pagi ini, bukannya bahas masalah pekerjaan, malah bahas perkara dirinya yang menggenggam tangan Intan.
Rex dan Intan menjadi perbincangan panas sejak semalam. Ada salah satu karyawati yang mengambil gambar diam-diam dan menyebar luaskan.
"Gila, kayak gak pernah tau orang pacaran aja!" ucap Rex membaca satu persatu hujatan yang ditujukan kepada Intan.
Netizen itu aneh, dirinya yang menggenggam tangan Intan. Namun Intan yang dikatai kegatelan. Dasar bacot dan jari netizen maha benar. Rex menelfon Bu Dina, meminta tolong sekretarisnya untuk menyelesaikan kekacauan ini. Ia tidak mau kalau nanti di kantor, Intan menjadi bahan bulan-bulanan karyawan dan karyawati lagi.
Pukul tujuh pagi, Intan sudah nangkring di depan rumahnya untuk menunggu ojek online. Seperti biasa, Intan menunggu dengan komat-kamit membaca syair puisi karangannya sendiri. Dimanapun Intan berpijak, di situlah dia bersyair.
'Tin tin!'
Suara klakson mobil mengangetkan Intan. Intan melongo saat tau itu mobil si CEO tukang tebar pesona. Intan ingin kabur dengan beranjak masuk rumah, tapi Rex sudah berteriak nyaring.
"Berani kabur nilai magangmu aku beri C!" teriak Rex yang membuat Intan tidak jadi kabur.
"Ayo masuk sini! berangkat sama aku!" ucap Rex.
"Tapi pak, saya sudah memesan ojek online." jawab Intan.
Tak berapa lama ojek online itu datang. Rex dengan gercep segera keluar mobil. Mengambil dompetnya dan menyerahkan selembar uang merah kepada bapak ojek itu.
"Pak maaf, gak jadi naik. Ini ongkos ganti ruginya." ucap Rex dengan sopan.
"Eh kalau gak jadi gak papa pak,"
"Terima aja pak! Semoga hari ini bapak banyak penumpang ya." ucap Rex.
"Wah terimakasih sekali ya pa-"
"Mas!" serobot Rex membenarkan. Dia tidak suka di panggil Pak oleh orang yang lebih tua.
Bapak ojek itu menganggukkan kepalanya, setelah berterimaksih ia langsung pergi dengan binar matanya yang bahagia. Kesedihan ojek online saat ada pelanggan yang me-cancel jasanya, tapi kalau dikasih ganti rugi gini setidaknya bisa sedikit lega.
Sejenak Intan terpesona dengan kebaikan Rex. Ternyata kebaikan Rex bukan hanya rumor semata ataupun pencitraan, tapi memang karakter Rex sendiri sudah seperti itu.
"Kamu terpesona denganku?" tanya Rex mendelik saat Intan terus menatapnya.
"Eh enggak," sangkal Intan.
"Bilang saja kalau terpesona. Perempuan selalu gitu, tidak mau jujur dengan perasaan." cibir Rex.
"Hei! laki-laki saja yang tidak peka!" teriak Intan.
"Wah wah, kamu sedang mengajakku debat tentang perbucinan?" tanya Rex menaikkan sebelah alisnya. Intan terkesiap. Intan pernah membaca n****+ dan si tokoh laki-laki menaikkan sebelah alisnya. Itu digadang-gadang sangat keren, dan saat ini Intan tau sendiri sekeren apa saat cowok menaikkan sebelah alisnya.
"Itu ilernya tolong diusapi!" ucap Rex menjitak kening Intan. Buru-buru Intan mengusap sekitaran bibirnya karena panik.
Rex tertawa ngakak saat melihat wajah cengoh Intan. Mudah sekali wanita itu ditipu. Intan mendengus kesal. Lagian kenapa Rex malah menjemputnya sih? harusnya Rex sudah tidak mau berurusan dengannya karena kemarin sudah dia tipu.
"Cepatlah masuk! terpesonanya denganku dipending dulu!" ucap Rex.
"Siapa yang terpesona dengan bapak? dasar percaya diri." jawab Intan mendengus kesal.
Di dalam mobil, Rex menyanyi lagu pop kesukaannya, lagu adiknya sendiri yang saat ini jadi aktris. Sedangkan Intan hanya diam, tidak tau mau berbuat apa. Namun dalam hati, Intan menyiapkan dirinya untuk bertemu teman-temannya hari ini. Intan bukannya tidak tau kalau dia sedang menjadi perbincangan di grub kantor. Intan sangat takut bila nanti dia dihujat. Eh, sebenarnya kalau dihujat Intan sudah kebal, hanya saja yang paling Intan takuti adalah saat ada yang main fisik.
Intan bergidik ngeri saat membayangkan dirinya didorong kasar oleh para pecinta Rexvan yang agresif. Ia pernah membaca kasus ini di n****+. Kasus pembullyan di kantor yang berujung pada main fisik.
"Hih amit-amit!" ucap Intan tanpa sadar.
"Kenapa?" tanya Rex melirik Intan.
"Eh tidak apa-apa, Pak."
"Kamu mikirin nanti di kantor? sudah jangan takut dan berpikir macam-macam. Aku sudah memperingakan mereka untuk tidak mengataimu hal yang tidak benar." ucap Rex dengan bijak.
"Ta-"
"Aku tidak akan menumbalkan orang lain karena kelakuanku. Aku yang menggenggam tanganmu, bukan kamu yang genggam tanganku. Jadi, jangan khawatir ataupun takut kamu dibully. Kalau mereka macam-macam, urusannya sama aku." jelas Rex panjang lebar.
Sejenak Intan seperti melihat sisi lain dari atasannya. Kalau begini, Rex terlihat dewasa dan bijak. Dalam hati Intan tersenyum. "Jadi begini rasanya dilindungi oleh cowok?" jerit bathin Intan.
Untuk Intan yang tidak pernah merasakan kasih sayang ayah, ia sangat senang bila ada yang perhatian. Contohnya Rex barusan. Hanya diberi perhatian kecil, Intan sudah kelonjatan dan merasa terlindungi.
Kalau boleh meminta, Intan pengen kembali ke masa dimana ia masih berusia empat tahun. Saat itu ia masih bisa melihat ayahnya walau ia tidak dekat. Ayahnya pemabuk berat. Setiap pulang akan melakukan kekerasan fisik kepada ibu dan dirinya. Walau begitu Intan senang, karena mempunyai ayah. Menginjak usia lima tahun, Intan sering menangis karena ayahnya pergi. Belum lagi setiap hari Intan diejek teman sebayanya karena tak punya ayah. Intan kehilangan sosok yang digadang-gadang sebagai superhero untuk anak perempuannya.
Intan menghapus air matanya yang tidak tau dirinya menetes. Ia tidak boleh menunjukkan kesedihannya. Dunia harus tau kalau Intan bahagia dan Intan baik-baik saja. Rex melirik segala tingkah Intan. Melihat wanita menangis, membuat Rex teringat mama dan adiknya. Rex tidak suka wanita menangis, karena hatinya ikut sedih.
"Intan!" panggil Rex. Intan tidak menjawab karena melamun.
"Heh cebol!" teriak Rex menepuk pundak Intan. Intan tergagap.
"Hah apa, pak?" tanya Intan.
"Jangan melamun, kalau kesurupan gak ada yang nolongin!" ucap Rex.
"Eh iya,"
"Udah sampai, ayo turun!" ajak Rex. Lagi-lagi Intan terkesiap. Ia lupa tidak meminta diturunkan di gerbang.
"tunggu apa lagi? ayo turun!" bentak Rex.
Intan menggeleng. Matanya meneliti sekitar. Takut ada yang memergokinya dirinya keluar dari mobil atasanyya. Bisa makin ruyam masalah yang dia dapat nanti.
"Ini parkiran VVIP, tidak ada orang selain kita." ucap Rex.
"Tapi, pak. Aku takut dibully teman-teman." aku Intan jujur.
"Kamu tidak percaya kepadaku? aku menjamin keselamatan dan kesejahteraanmu. Gak usah merisaukan sesuatu yang belum tejadi." ucap Rex dengan geram. Namun Intan tetap saja enggan untuk turun.
"Terserah kamu mau turun atau tidak, kalau tidak terpaksa aku mengurangi nilai magangmu!" ancam Rex dengan tersenyum setan. Intan mendengus. Kenapa selalu nilai magang yang dijadikan senjata.
Akhinya Intan turun juga, sedangkan Rex tersenyum penuh kemenangan. Bukan Rex namanya kalau tidak bisa menaklukkan seseorang. Rival bisnisnya saja bisa dia kalahan, apalagi Intan.