Brian kembali ke ruang kerjanya seusai mengantar Ayana pulang. Walaupun pria itu masih sedikit ragu dengan anak yang dikandung Ayana. Tetapi Brian tidak menampik jika hati kecilnya mengakui keberadaannya.
Dia tidak bisa membiarkan buah hatinya dilukai orang lain jika kabar ini beredar luas. Takutnya ada mulut-mulut kotor yang sengaja memanfaatkan keadaan dan memfitnah Ayana.
Tok tok.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Brian mengusap kasar wajahnya.
"Masuk."
"Direktur. Saya membawa laporan keuangan yang anda minta," ujar Pak Handy dengan sopan.
"Ya. Bawa kemari." Brian masih tidak fokus mengingat kejadian malam terakhir yang ia habiskan dengan Ayana kemudian berakhir dengan kehamilan wanita itu. Semua kilasan ingatan berputar dengan cepat dalam otaknya bak trailer sebuah film.
"Ada yang salah, Direktur?" kembali pertanyaan Pak Handy mengejutkannya.
"Pak Handy. Anda sudah berkeluarga bukan?" tanya Brian melunakkan suaranya.
Pak Handy sedikit kaget mendengar atasannya bisa berbicara dengan santai. Biasanya Brian akan meninggikan suaranya ketika ada kesalahan.
"Tentu saja, Direktur. Saya sudah berkeluarga dan dikaruniai dua orang putri yang sangat cantik-cantik."
Brian tampak berpikir sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Tentu kau lebih tahu tentang reproduksi kan?"
"Maaf?" Pak Handy memastikan apa yang ia dengar tidak salah. Tidak menyangka sang atasan akan melontarkan pertanyaan mengejutkan.
"Bisakah seorang wanita hamil hanya dalam satu kali hubungan badan? Bagaimana menurutmu?" tanya Brian lagi secara tiba-tiba.
Pak Handy sampai mendongakkan kepalanya. Tidak percaya dengan pendengarannya. Pertanyaan Brian sungguh di luar topik dari laporan yang ia berikan.
"Jawab saja," lanjut Brian menunggu.
Pria berkacamata dengan kumis tipis itu pun mengangguk. Dia mengutarakan pendapatnya sepengetahuan yang pernah ia dengar.
"Menurut saya bisa saja, Direktur. Asalkan si wanita dalam masa subur dan kualitas s****a si pria ini benar-benar dalam keadaan bagus. Maka bukan tidak mungkin terjadi kehamilan walaupun hanya sekali berhubungan badan. Begitu yang pernah saya dengar dari penjelasan medis," papar Pak Handy dengan yakin.
"Berarti menurutmu kondisi wanita itu sedang bagus sehingga pembuahan dalam rahimnya cepat terjadi?" tanya Brian lagi memastikan. Sebenarnya dia juga tidak awam dengan istilah tersebut. Namun supaya lebih meyakinkan lebih baik bertanya pada yang lebih berpengalaman.
"Anda benar," balas Pak Handy menambahkan.
"Baiklah. Sudah cukup. Kau bisa kembali ke ruanganmu." Brian kembali larut dalam laporan yang baru saja diserahkan.
"Baik, Direktur. Saya permisi." Pak Handy melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Brian dengan perasaan lega. Setidaknya sang Direktur tidak menampakkan seringainya.
Tak berselang lama, tiba-tiba muncul notifikasi panggilan masuk di layar ponsel milik Brian. Pria tampan itu tampak mengusap peluh di dahinya. Nama sang kakek muncul dengan jelas. Bukan pertanda baik.
"Halo?" jawab Brian.
"Bocah kurang ajar!" sang kakek langsung memakinya.
"Kau ingin kakek mu ini kena serangan jantung, hah?" suaranya makin meninggi.
Brian sampai harus menjauhkan ponsel dari telinganya untuk beberapa saat.
"Kenapa sih? Tiba-tiba marah begini? Kang serabi langganan kakek tidak lewat lagi?" tebak Brian dengan santai.
Sang Kakek semakin menua semakin kembali seperti anak kecil. Dia akan marah-marah jika kemauannya tidak dituruti, bahkan kakeknya juga suka jajanan tradisional yang sering lewat di depan kediaman mewah mereka.
"Bocah tengil! Jangan mengalihkan pembicaraan. Kakek sedang tidak ingin makan serabi!" seru sang Kakek dengan emosi.
"Terus? Kakek mau dibawakan kerak telor sepulang kerja nanti?" tebaknya lagi dengan menahan tawa.
"Kekek hanya ingin Cicit darimu!" tegasnya membuat Brian terdiam.
Sebenarnya Brian sudah mengetahui tujuan sang Kakek beberapa hari ini terus mengejarnya seperti maling. Menjodohkannya dengan putri-putri konglomerat ternama, tak lain tujuannya cuma satu. Ingin pria itu segera menikah dan memberikan keturunan untuk keluarga Aditama, karena Brian adalah cucu pertama.
"Kenapa kau tidak menjawab? Sudah berapa kali kau mengacaukan kencan yang sudah kakek atur? Setidaknya cepatlah angkat jika kakek menelponmu. Kau ingin kakek coret dari daftar pewaris keluarga Aditama, hah?" omel sang Kakek panjang lebar lengkap dengan kemarahan dan ancaman seperti biasa.
Pria tampan itu hanya memijat pelipisnya dengan senyum tipis. Sampai kapan kakek akan terus menekannya seperti ini. Bukan Brian tidak ingin menikah. Hanya saja dia belum menemukan wanita mana yang bisa ia ajak merintis perusahaan bersama-sama.
Kalau hanya wanita yang tergila-gila padanya saja tidak perlu diragukan lagi, sudah panjang mengantri seperti ular.
"Tenanglah, Kakek. Tidak perlu ngotot seperti itu. Jaga kesehatan Kakek. Brian tidak ingin kakek kenapa-kenapa, pelan-pelan saja ngomongnya," tutur Brian dengan lembut.
Pria tampan itu sangat menyayangi sang kakek, mengingat dari kecil dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Kedua orang tuanya sibuk membangun anak perusahaan saat Brian masih kecil.
Terdengar deru napas sang Kekek mulai teratur perlahan di seberang sana. Tidak lagi menggebu-gebu dan penuh kemarahan.
"Aku tidak akan marah jika kau tidak mengacaukan kencanmu dengan Elmira. Dia bilang kau menolaknya mentah-mentah, kurang apa Elmira? Dia sudah meluangkan waktu untuk menemuimu, kau justru bersikap kurang menyenangkan padanya," gerutu sang Kakek terdengar kecewa.
Brian berdecak kesal. Dia sudah bisa menerka jika Elmira pasti mengadukannya pada kakek. Bahkan gadis manja itu membuat drama berlebih sampai pria tua itu memarahinya habis-habisan.
"Aku tidak menyukai Elmira, Kek. Itu saja. Dan kurasa bukan sikapku yang kurang menyenangkan. Dia saja yang terlalu membanggakan diri sendiri. Aku benci wanita seperti itu," jawab Brian penuh penekanan.
Kini giliran Sang Kakek yang menghela napas panjang. Dia tahu Brian memang paling benci dengan wanita yang over percaya diri.
"Lalu wanita seperti apa yang kau inginkan? Ingat, usiamu sekarang sudah 32 tahun. Cukup tua untuk seorang lelaki bujang yang memacari wanita hanya untuk main-main. Kau sudah saatnya membina rumah tangga, Brian," lanjut kakek dengan gemas.
"Aku sudah mengatur perjodohan selanjutnya untuk besok. Kau harus mau bertemu dengan gadis ini. Katanya dia sangat mengenalmu," lanjut sang Kakek membuat Brian terperangah.
"Kakek! Apa kau tidak lelah menuntut ku terus menerus untuk kencan yang buang-buang waktu itu!" kini giliran suara Brian yang meninggi. Kakeknya tak habis akal untuk memaksanya.
"Kakek tidak akan berhenti menjodohkanmu sebelum kau menikah dan punya anak!" balasnya tak kalah galak.
"Perjodohan itu menurutku terlalu…."
Brian menghentikan perkataannya. Tiba-tiba dia punya ide cemerlang untuk menggagalkan rencana kakeknya. Dengan begitu dia tidak perlu lagi repot-repot datang untuk besok.
"Kakek. Aku ingin bertemu denganmu sore ini, apa kau bisa?"
"Memangnya ada apa? Kau ingin merayuku agar tidak datang ke kencanmu besok yang sudah diatur?" sahut sang Kakek sewot.
"Tidak. Bukan itu. Tapi aku akan mewujudkan harapan kakek selama ini," jawab Brian dengan senyum merekah.
Bersambung