Bagaimana Perasaanmu

1130 Kata
"Apa?" jawab Ayana terkejut. Bukannya segera ke ruangannya, wanita itu justru masih mematung dengan gelisah. "Ayana!" seru Pak Handy lagi. "Eh iya, Pak," balas Ayana tersadar. "Direktur memanggilmu sekarang juga, kenapa masih diam saja?" lanjut Pak Handy menatap heran. "Oh baik, Pak. Saya ke ruangan beliau sekarang." Ayana segera beranjak dari tempat duduknya. Dia sempat melempar pandang ke arah Chaca yang menatapnya dengan penuh prihatin. Sesampainya di depan ruang direktur, wanita itu mengambil napas dalam-dalam. Bersiap dengan segala kemungkinan yang ada. "Permisi, Pak." suara Ayana tertahan di tenggorokan. Kakinya terasa berat untuk melangkah di ambang pintu. "Masuk," jawab Brian dengan ketus tanpa mengangkat kepalanya sedikitpun. "Anda memanggil saya, Pak?" tanya Ayana memberanikan diri. Brian mendongakkan kepalanya dan menatap Ayana tepat di manik coklat miliknya. Tentu saja wanita itu gemetar seketika. Dia kembali menundukkan kepalanya. "Kau yang mengerjakan laporan ini?" tanya Brian menggerak-gerakkan map yang ia pegang. "B-benar, Pak," jawab Ayana tergagap. "Laporanmu sungguh berantakan. Bagaimana bisa pegawai teladan sepertimu mengerjakan berkas-berkas dengan ceroboh. Padahal nama besar perusahaan tergantung pada cara kerja divisi marketing dibawah kepemimpinan mu," tandas Brian tanpa basa basi. "Maaf-" Ayana hampir saja membuka mulutnya ketika Brian segera memutus melanjutkan perkataannya. "Tetapi aku suka dengan caramu menarik perhatian konsumen. Kau selalu memakai metode yang berbeda untuk setiap produk yang dipasarkan. Juga, untuk riset pasar dan konsumen, data yang kau sajikan tidak mengecewakan. Hanya saja, kau masih perlu banyak belajar membuat grafik pencapaian yang lebih akurat," tutup Brian menyandarkan tubuhnya di kursi kebesaran. Tatapannya melesat tajam ke dalam netra. Memperhatikan Ayana yang masih saja gugup dan tidak berani bersuara. "Kau dengar aku?" lanjut Brian memastikan. "D-dengar, Pak." Ayana cepat-cepat menjawab. "Saya akan segera memperbaiki kesalahan saya. Sekali lagi terimakasih anda telah memberi masukan pada saya," lanjut Ayana. "Ya. Sekarang kau boleh pergi," balas Brian tanpa senyum sedikitpun. Ayana mengambil berkas yang telah diperiksa oleh Brian di atas mejanya. Tangannya terulur dengan pelan sebelum bos tampan itu menahannya. Meraih pergelangan tangannya, membuat Ayana terhenti sesaat. "Bagaimana perasaanmu setelah meninggalkanku pagi kemarin?" tanya Brian tanpa disangka-sangka. Deg Jantung Ayana serasa membeku. Matanya membulat begitu mendengar perkataan direktur tampan itu. Dia menarik tangannya perlahan dan mundur teratur. "Ma-maafkan saya, Pak. Saya sungguh tidak tahu jika anda adalah Direktur baru yang akan memimpin perusahaan ini. Jika saja saya tahu lebih awal tentu saya tidak akan berani lancang." Ayana berbicara dengan cepat dalam satu tarikan nafas. Mungkin saja karena dia sangat gugup. "Jadi kau sekarang menyadari kesalahanmu?" tanya Brian menyelidik. Pria itu melipat kedua tangannya ke d**a. "Benar, Direktur. Saya yang salah. Mohon jangan pecat saya. Karena ini juga baru pertama kali saya mencari pelampiasan. Sungguh saya bukan w************n," aku Ayana terang-terangan. "Pelampiasan? Artinya kau sudah punya pasangan?" selidik Brian. Ayana mengangguk. "Benar, saya sudah bersuami, tapi dalam tahap cerai." "Siapa yang menggugat?" tanya Brian lagi. "Suami saya, Direktur. Dia ketahuan berselingkuh dengan wanita lain," ujar Ayana merendahkan suaranya. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan. Brian hanya menautkan kedua alisnya mendengar pernyataan Ayana. Pria dingin itu tidak terpengaruh sedikitpun. "Ini uangmu." Brian mengeluarkan amplop milik Ayana yang sengaja ia tinggalkan malam itu. Matanya melebar sempurna. Napasnya semakin tercekat. Sungguh Ayana tidak bisa lagi menutupi rasa malunya. "Ma-maafkan saya, Direktur. Saya tidak bermaksud bertindak kurang ajar." "Tidak masalah. Lagi pula aku juga menikmati permainan kita malam itu," tegas Brian dengan suara berbisik dan pandangan yang menyiratkan penuh gairah. Ayana terpaku diam di tempat. Dia tidak berani menatapnya terang-terangan. "Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi, saya akan lebih giat dalam bekerja," balas Ayana pada akhirnya. "Bagus. Kembalilah bekerja dan perbaiki kesalahanmu dalam laporan ini," perintah Brian dengan santai. "Baik, Direktur." Sudut bibir Brian terangkat sedikit ke atas. Memperhatikan punggung Ayana yang semakin menjauh. "Oh jadi namamu, Ayana. Nama yang cantik, sesuai dengan parasmu." Brian heran mengapa suaminya justru memilih wanita lain. Padahal Ayana memiliki kecantikan yang sempurna di matanya. Postur tubuhnya juga langka. Sangat ramping namun padat berisi. *** "Gimana Pak Direktur? Apa dia mengamuk? Apa dia memarahimu?" Chaca memberondong pertanyaan. Ayana meletakkan kepalanya di meja kerja. Menghela napas panjang mengatur jantungnya yang sejak tadi berdebar kencang. "Aman," jawabnya sembari mengacungkan jempol. Wajah Chaca tampak mengernyit. "Kalau aman kenapa kamu seperti orang putus asa begitu?" Ayana terkesiap, tidak mungkin kan dia menceritakan semuanya pada Chaca. Lagi pula teman kerjanya itu bermulut ember. Sangat mungkin beritanya cepat menyebar seantero jagat. Tentu saja muka Ayana tidak setebal tembok. "Ah, tidak. Aku hanya mengantuk saja. Semalam tidur sebentar, karena deadline hari ini," jawab Ayana asal. "Oooooh." Chaca kembali fokus dengan pekerjaannya tanpa menghiraukan Ayana lagi. *** Sepulang kerja, Ayana melemparkan tas nya ke pembaringan. Masih dengan seragam yang melekat di tubuhnya, dia meluruskan punggungnya yang pegal. Tak berselang lama, Stella juga baru saja datang. "Hei, Stella." Ayana segera bangkit dan antusias hendak bercerita. "Ada apa? Kamu habis dapat lotre ya?" tebak dia. "Hush, sembarangan. Bukan itu," sanggah Ayana. "Lha terus apa dong?" tanya balik Stella. "Kamu tau pria yang jadi pelampiasanku kemarin malam? Nah ternyata dia bos baruku di kantor!" seru Ayana sembari menepuk keningnya. "Hah? Yang benar?" sahut Stella tak percaya. Sebuah kebetulan yang tidak disengaja. Ayana menggeleng lemah dengan tatapan nanar. "Apa jangan-jangan dia mau balas dendam denganmu setelah tahu kau bekerja di perusahaannya? secara dia kan Direktur. Pasti sebuah penghinaan baginya," urai Stella membuat Ayana bergidik ngeri. "Duh, tamat sudah riwayatku kalau begitu." "Aku takut setelah ini justru bermasalah, Stell. Bagaimana kalau dia mempersulitku setelah ini? Apa sebaiknya aku resign saja ya dari sana?" tanya Ayana bimbang. Dia sangat takut jika Brian mengumbar aibnya. Tetapi bukankah hal itu juga sama akan membuat nama baik Brian tercoreng? "Jangan ngada-ngada. Kamu kira gampang cari kerjaan baru di jaman sekarang? Persaingan semakin ketat, banyak fresh graduate di mana-mana," sambung Stella. Perkataan Stella benar. Ayana tampak berpikir keras sebelum mengambil keputusan yang ceroboh. Lagi pula dia sudah bekerja di sana selama lima tahun terhitung sejak sebelum menikah dengan Daniel. Untuk apa resign dengan alasan menghindari Bos baru. "Baiklah. Aku akan tetap bekerja disana," jawabnya mantap. "Berdoa saja semoga Direktur baru itu tidak mempersulitmu." Ayana mengangguk setuju. Tiba-tiba saja ponsel miliknya bergetar. Menampilkan chat w*****p dari Daniel. Daniel : Kita harus ketemu besok. Ada yang ingin aku sampaikan padamu. Seketika wajah Ayana berubah masam. Apalagi yang hendak diinginkan suaminya itu. Ayana menggeletakkan gawainya begitu saja tanpa membalasnya. "Ada apa?" tanya Stella melihat perubahan wajah Ayana. "Daniel," jawabnya malas. "Kenapa dengan Daniel? Dia membuat masalah lagi?" Ayana menggendikkan bahunya. "Dia ingin bertemu denganku." "Untuk apa memangnya?" tanya Stella tak habis pikir di mana pria itu letakkan urat malunya. "Entahlah. Aku juga tidak tahu. Sepertinya dia tidak akan berhenti menggangguku sebelum kami benar-benar bercerai," kata Ayana dengan sinis. "Apa perlu aku temani? Agar dia tidak menyakitimu lagi?" tawar Stella. "Tidak perlu. Aku tidak ingin kau terseret dalam masalahku juga. Lagi pula kan kau juga harus bekerja," tolak Ayana dengan halus. "Baik, berhati-hatilah, Aya." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN