Dear Mantan: Pahit Dilupakan Manis Dikenang

1788 Kata
"Menyakitkan memang ketika dulu kamu menyakitiku. Tapi kini aku percaya, kamu tak kan melakukan hal yang sama dua kali bukan?" Airin Fayola Adhiyaksa ♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡ "Wah yang ketemu mantan!" Ledek Bayu. Ia terkikik saat wanita di sampingnya menyikut lengannya. "Hai, Kib!" Wanita itu menyapa. Akib hanya tersenyum tipis. Menyambut ramah tangan lembut yang mengulur untuk minta dijabat itu. Ah....rasa-rasanya lama sekali tak bertemu. Hampir lima belas tahun. Waktu yang sangat lama sekali. "Baru balik dia, Kib." Bayu mengoceh lagi. Sengaja. Ia ingin melihat dua orang yang dulu saling mencintai itu bertemu lagi setelah terpisahkan waktu lima belas tahun. "Kamu udah nikah?" "Udah lama kali, Cin." Malah Bayu yang menjawab. Akib sih santai saja. Hanya duduk sambil terkekeh. Tidak begitu antusias akan kembalinya Cinthya ke Indonesia. Lagi pula kalau tak dipaksa Danis, ia tak kan kesini. Reunian sembari buka bersama teman-teman satu angkatan saat SMA dulu. "Sama siapa, Kib?" "Tuh, Kib. Ditanyain....," Bayu menyinyir lalu terbahak saat Cinthya memelototinya. "Itu urusanku, Cin." Akib menjawab dingin. Bukan apa-apa sih. Hanya saja, akhir-akhir ini Cinthya cukup mengusiknya dengan pesan-pesan yang bertanya kabar atau sekedar menelepon namun tak sekali pun diangkat Akib. "Oh...," wanita itu pasrah. "Aku kesini cuma buat silaturahmi aja kok sama kamu dan keluarga kamu." Ia mencoba meluruskan kesalahpahaman. Takut Akib salah paham akan pesan-pesan dan telepon-telepon darinya. "Aku sadar diri kalau kamu sudah menikah. Tapi untuk sekedar teman, kita bisa kan?" Ia mencoba ramah. ♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡ "Cium keteknya! Cium keteknyaaa!" Seru Farras pada Adel yang terkikik. Tangan mungilnya diangkat Farras lalu gadis itu mencium-cium ketek Adel yang wangi. Gemas. Farras cium pipinya yang gempil itu hingga Adel terpingkal-pingkal. "Tantee! Udah beloom? Kalo kelamaan entar Bunda ngomel-ngomelin Farras. Dikira tepe-tepe dijalan!" Ia berteriak pada Airin yang sedang memasukan beberapa kaos dalam milik Adel ke dalam tas.  "Bunda kan gitu kalo udah ngomel. Bawaannya su-uuuuuzzzaaan mulu. Udah gitu panjaaaaaaaang lagi. Kayak kereta api. Herannya, Papa gak illfeel dengerinnya!" Farras mengoceh sekaligus curhat. Hari ini ia yang ditiban tugas untuk menjemput bocah ini dan dibawa pulang ke rumah. Sebab mulai besok, Bundanya tidak ada kegiatan di kampus. Bisa dipastikan, tak ada kegiatan di rumah. Belum lagi, ia, Farrel dan Ferril sibuk sekolah serta Papa mereka yang kini sedang pelatihan ke luar negeri. Bundanya pasti kesepian. Satu-satunya yang bisa nemenin yah balita imut ini. "Namanya juga cinta. Kan nerima apa adanya," tutur Airin sambil membawa tas milik Adel. "Bukan apa adanya, Tan. Tapi butaaaaaa!" Oceh Farras lalu terkikik kecil. "Lalu ini, Adel dibonceng pakek sepeda?" Airin bertanya. Baru sadar kalau Farras datang kesini dengan sepeda. Yang ditanya malah nyengir. "Tenang, Taaan. Kan ada payung yang dimodif di sepedanya sama abang kemaren. Jadi, Adel gak kepanasan. Terus, ini Farras gak langsung pulang." "Mau kemana lagi? Tepe-tepe?" Farras terkikik kecil. "Bang Farrel kan jualan es di pasar ramadhan depan komplek. Farras mau bantu-bantu disana. Terus, Bunda juga bilang mau nyusul kesana sambil ngambil Adel." Airin mengangguk-angguk paham. "Jadinya Farrel jualan apa?" "Es ganteng!" Airin terkikik. "Ada-ada aja kamu." "Iih...seriusan, tan. Jualan es! Aku yang kasih nama loh itu 'es ganteng'! Soalnya kan yang jualan abang-abang ganteng!" Serunya dengan genit lalu terkikik bersama Airin. "Jadi, itu jualan es atau abang-abang ganteng?" "Jualan es lah, tan. Masaaa Bang Farrel dijual. Gak sudi lah Farras. Ada cewek yang coba-coba ganjen sama abang juga, Farras yang sikatiin! Awas aja kalo berani goda-godain abang gantengnya Farras!" Tuturnya menggebu-gebu. Hal yang justru mengingatkannya pada Zakiya. Teman yang kini satu kelas dengannya. Sosok gadis yang berhasil mencuri hati abangnya tanpa pernah dikembalikan ke tempat asalnya. Bahkan kini terbayang olehnya, wajah patah hati abangnya tiap tak sengaja melihat gadis PHP itu. Eeerrgh! Pokoknya, Farras sudah janji untuk tak kecolongan lagi menjaga abangnya! Enak aja! Abangnya yang ganteng itu di PHP-in! "Gimana nanti kalau Farrel menikah? Gini aja kamu udah posesif banget?" Airin bertanya sambil berjalan menuju dapur. "Itu kan beda lagi, Tan." Jawabnya lesu. Tak suka kalau abangnya bersama perempuan lain. "Kalo pun nanti abang mau nikah, biar Farras yang cariin calonnya!" Lanjutnya menggebu-gebu.  Airin geleng-geleng kepala mendengarnya. "Gak jadi berangkat nih?" "E-eh Tante ngusir yah?" Tanyanya senewen. Airin terbahak seketika. "Eh iya, Tan. Om Akib belom pulang? Tumben." Ia bertanya lagi sembari meneliti sekitar. Tak melihat keberadaan Om-nya yang m***m itu. "Oma juga. Pada kemana sih?" "Om kamu ada acaran reunian gitu. Kalo Oma kan lagi jalan-jalan sama si kembar." "Agha, Aidan, Ali?" "Ngaji." "Eh iya, Deeva gak kelihatan, tan!" "Kan tidur." Farras mengangguk-angguk. Lalu ia bangkit sambil menggendong Adel yang berhore ria. Senang karena tahu akan dibawa jalan-jalan sore ini. Balita yang satu itu kan memang selalu senang kalau Farras muncul. Tahu kalau akan diajak main oleh Farras. "Ya udah deh. Farras berangkat ya, Taaan!" Teriaknya sambil berjalan menghampiri Airin lalu menyalami wanita itu. "Selamat buka puasa tanpa Om Akib, tanteku yang cantik! Hihihi...." ledeknya kemudian. Hal yang membuat Airin terkikik namun disaat yang sama merindukan lelaki itu. Ah Akib....sulit rasanya menyampaikan perasaan ini. Betapa rindunya. Padahal baru sejak pagi berpisah. Memang yah....pesona lelaki itu tak ada habisnya. Selalu setia dihati Airin. Sepeninggalnya Farras, Airin kembali ke dapur. Memasak makanan untuk berbuka puasa tanpa Akib. Yah....tanpa Akib. Hanya sehari, hiburnya. ♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡ Bibir Airin senewen seketika saat foto yang di-upload Bayu, melintas di beranda instagramnya. Pasalnya bukan ada pada lelaki itu. Tapi pada sosok perempuan yang ikut berfoto bersama mereka. Terlebih lagi ada suaminya disana. Ia memang tak pernah merisaukan lagi kehadiran wanita itu walau ia tak pernah tahu keberadaannya. Ia juga bukan menggelisahkan kehadirannya. Sebab Akib miliknya kini. Untuk apa ia gelisah apalagi risau? Ia juga bukan cemburu. Untuk apa? Karena ia percaya suaminya. Wanita itu hanya mengingatkannya pada dulu. Pada kenyataan bahwa Akib pernah mencintai wanita itu. Memacarinya hanya sekedar taruhan lalu meninggalkannya begitu saja ketika mendapatkan kembali wanita itu. Sakit? Jangan ditanya. Tiap teringat wanita itu, tiap itulah ia merasakan sakitnya. Anehnya, rasa sakit itu terus menghantui. Ia hanya tak suka pada kenyataan bahwa pernah ada perempuan lain yang dicintai Akib. Artinya, bukan ia satu-satunya. Ia memang egois dalam hal apapun yang berhubungan dengan Akib. Termasuk soal cinta dan sosoknya. Baginya, Akib hanyalah miliknya. Walau tak bisa memungkiri bahwa ada yang lebih berhak disebut sebagai pemilik. Bukan dirinya melainkan Dia. Sang Pemilik semesta. Namun ia bisa apa ketika sudah cinta? Tapi ada satu hal yang tak pernah berubah. Sikapnya yang senang sekali memendam perasaan itu. Entah perasaan apapun itu, ia senantiasa memendamnya. Termasuk menahan bibir yang ingin sekali bertanya. Bi, kamu hanya mencintai aku kan? Tapi ia tak pernah berterus-terang. Ia hanya diam. Sekalipun kegelisahan itu memancar hingga akhirnya Akib yang akan membuka suara duluan. Bertanya.... Kenapa, Ai? Ia bukannya gengsi. Ia hanya tak tahu bagaimana menyampaikan ketersembunyiannya terhadap sesuatu pada Akib. Ia terlalu senang memendamnya sendiri. Walau terkadang Akib ingin agar istrinya itu memberitahu terlebuh dahulu daripada ia yang harus bertanya. ♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡ "Abii pulaaaaaang!" Lelaki itu berseru senang. Senang sekali karena akhirnya bisa pulang dan bertemu anak-anaknya. Terlebih sosok perempuan yang sudah menanti sejak berjam-jam yang lalu. "Ssssttt! Jangan berisik, Kib! Anaknya baru tidur nih!" Belum apa-apa, ia sudah dimarahi Mamanya. Wanita itu jengkel sebab Akib nyaris membangunkan si kembar. Lelaki itu hanya terkekeh lalu menyalami Mama dan mencium kedua pipinya. "Airin mana, Ma?" "Lagi di kamar Aidan. Nemenin Aidan belajar buat UAS." Akib ber-oh ria lalu berjalan menuju kamarnya. Mencuci muka, mencuci kaki dan menyikat gigi lalu mengganti bajunya dengan baju tidur. Saat ia keluar dari kamar mandi, ia menjumpai Airin yang sedang menatapnya sambil menyandarkan tubuh di belakang pintu kamar. Lelaki itu langsung bersiul-siul. "Jangan menggodaku, Aii!" Serunya sambil bersiul-siul. Airin terkekeh seketika. Benar-benar suaminya yang m***m! Bagaimana dunia Airin tak berwarna? Jika ada saja kelakuan suaminya yang berhasil meluluhkan hatinya. Segelisah apapun ia sekarang ternyata hanya dengan satu kalimat, ia sudah bahagia. Ah, memang benar ya jika hati ditambah perasaan cinta itu sama dengan bahagia! "Tadi rame reuniannya, Bi?" Ia bertanya lembut sambil menyusul suaminya yang hendak tidur. "Kenapa?" Lelaki itu bertanya lembut. Ia menatap perempuan yang tiga belas tahun ini menemaninya. Tak biasanya Airin bertanya dengan pertanyaan seperti itu. Tapi Airin hanya tersenyum tipis sambil mengelus-elus pipinya. "Takut aku selingkuh yaaaaa?" Goda lelaki itu yang disambut tawa Airin. "Mana bisa lah aku selingkuh kalau punya istri cantik di rumah!" Godanya yang membuat Airin terpingkal-pingkal. Biaa aja gombalnya! "Tapi yang lebih cantik dari aku banyak, Bi." "Yang lebih ganteng dari aku juga banyak, Ai." Akib mulai serius. Wajah teduhnya amat memesona Airin. Makin cinta rasanya pada lelaki ini, tutur Airin dalam hati. "Kalau kita mencari kesempurnaan, itu artinya yang kita cari bukan manusia. Melainkan Tuhan. Mana ada manusia yang bisa sempurna? Gak ada. Manusia hanya bisa melakukan sesuatu yang mendekati sempurna bukan sempurna seutuhnya. Dan aku gak mencari sebuah kesempurnaan untuk seorang pendamping hidup atau sebuah pernikahan." Tuturnya lembut. Kalimat demi kalimatnya amat sangat menyejukan. Kini Airin semakin tahu, apa yang membuatnya selalu percaya pada lelaki ini. Tak takut ia berpaling. Sebab yang dikejar lelaki itu bukanlah dunia melainkan cinta-Nya. Wanita mana yang tidak bahagia jika mendapatkan lelaki yang menomorsatukan-Nya? Tuhan saja tidak diduakan apalagi hamba-Nya? Iya kan? "Bagiku cinta itu sederhana, Ai. Cukup kamu dan Allah saja." Senyum Airin mengembang. Sebutir air mata nyaris jatuh kalau saja Akib tidak menghapusnya. "Aku mencintaimu, Ai. Mencintaimu karena-Nya." "Makasih, Abi. Makasih udah sayang sama, Ai." "Gak perlu makasih untuk sebuah cinta dan rasa sayang. Gak kamu balas aja perasaanku dulu, aku tetep setia sama kamu, Ai." Airin terkekeh mendengarnya. "Gimana rasanya dulu ngeliat aku sama yang lain?" Ia baru berani bertanya setelah sekian tahun bersama. "Yang jelas gak sebahagia saat nikahin kamu," lelaki itu malah menggombal. Airin mencubit lengannya karena gemas. Hal yang membuat Akib mengaduh-aduh sakit. Padahal tidak sakit sama sekali. Ia hanya ingin mencandai wanita itu. "Kamu sendiri, Ai? Gimana?" Ia balas bertanya. Airin mengerutkan kening karena tak mengerti. "Waktu aku ninggalin kamu." Suara lelaki itu mendadak serak. Ternyata, bertemu Cinthya hari ini membuatnya banyak berpikir tentang Airin. Membuatnya banyak berpikir kenapa setelah mengejar Airin kembali, gadis itu mati-matian menghindarinya bahkan pedihnya, dibenci. Kini ia baru tahu jawabannya. "Sakit, Abi." Akhirnya Airin jujur. Walau dengan wajah pura-pura tegar. "Tapi sekarang Ai percaya, Abi gak akan lukain Ai lagi kan?" Akib tersenyum lebar. Kalau itu sih gak usah ditanya. Akib ingat seberapa keras pun usahanya saat mengejar Airin kembali, nyatanya wanita itu tak sekalipun menoleh padanya. Hingga akhirnya ia menyerah dan memilih berdamai dengan perasaannya sendiri. Sebab itu ia tak ka menyia-nyiakan perempuan ini. Tak akan melukainya lagi. Sebab hati siapa yang tahu? Hati yang terluka itu sulit untun disembuhkan. Kecuali dengan keikhlasan. Tapi yang namanya ikhlas itu tak ada yanb mudah. Ah...masa lalu itu memang kenangan yang sangat pahit untuk dirasakan. Tapi setelah berlalu, ternyata sesekalu dikenang indah juga. Setidaknya bisa memberikan pelajaran kepada kita tentang arti sebuah penyesalan. Arti sebuah luka dan pengajaran untuk memperbaiki diri. "Ai tahu kan apa artinya ijab kabul Abi untuk Ai?" Airin berkaca-kaca lalu mengangguk lemah dan memeluk lelaki itu dengan erat. Ah.....pernikahan ini memang pernikahan terindah. ♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡ "Ciluuuuuuuukkbaaaaaaaaa!" "Ciluuuuuuuukkbaaaaaaaaa!" "Ciluuuuuuuukkbaaaaaaaaa!" Suara Akib memenuhi rumah. Airin hanya senyum-senyum saja mendengarnya. Bahagia. Aih lelaki itu, benar-benar membahagiakannya. Kini ia tahu bahwa ia tak perlu mengungkit masa lalu. Tentang ia atau pun lelaki itu. Tentang siapa yang dicintai di masa lalu. Sebab masa lalu itu telah berlalu bukan? Yang perlu ia pikirkan kini adalah menjalani hidup saat ini dan ke depan nanti. Iya kan? Serta membuat kenangan manis di masa depan untuk dikenang nanti. The End
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN