Sembilan

1125 Kata
Pagi ini, Damian dengan senyum yang sangat lebar mengantar Klarisa menuju ke kampusnya. Pasalnya sedari tadi sifat gadisnya itu sangat manja kepadanya. Berbanding terbalik seperti Klarisa yang biasanya, si ratu harimau yang mengerikan. Kali ini ia sangat senang mendapat beribu-ribu kali lipat perhatian dari Klarisa. "Damian aku tidak ingin ke kampus." Ucap Klarisa dengan memeluk lengan kokoh laki-laki yang sedang mengemudikan mobilnya dengan serius. Ia sangat malas menghadiri kelas Madam Viona, dosen yang sangat teramat membosankan. Menjelaskan pelajaran seperti berbicara pada diri sendiri. Tidak peduli apakah muridnya mendengarkan atau bahkan mengerti saja tidak bisa karena suaranya yang teramat kecil. Membuat atmosfer kelas membawa hawa mengantuk. Damian tersenyum lembut. "Tidak bisa, sebentar lagi kan kamu akan wisuda. Jangan karena skripsi kamu di terima dengan sangat baik dengan dosen, bukan berarti kamu menjadi malas-malasan belajar loh." Klarisa menganggukkan kepalanya. Ia memikirkan kembali ucapan Damian, benar masa ia menjadi mahasiswi yang malas sih. Harusnya ia belajar lebih giat lagi, siapa tau Damian ingin menjadikannya sebagai sekretaris dan ia mempunyai cadangan otak yang hampir setara dengan laki-laki itu. Siapa tau kan? Membayangkan setiap kerja ia akan bertemu Damian lalu makan siang bersama, dan tentunya berangkat dan pulang bersama. Ah sangat menggemaskan, bukan? Damian berhenti tepat di depan pintu utama UCL, lalu melirik Klarisa yang benar-benar tampil berkebalikan dari kata feminim. "Kamu cantik." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Damian, namun sudah sangat berpengaruh dengan detak jantungnya. "Tidak perlu merayu, orang tua." Damian hanya terkekeh lalu mengelus puncak kepala Klarisa. "Belajar dengan baik, simak pelajarannya. Dan satu lagi, jangan terlalu dekat dengan Vrans, laki-laki itu menyukaimu." Klarisa tersentak. Bagaimana Damian tau hal ini? "Kenapa kamu tau, Damian?" "Tentu saja, saya laki-laki dan paham sekali bagaimana Vrans menatap ke arahmu. Tidak perlu kamu jauhi, hanya sedikit menjaga perasaan saya saja. Saya mengerti sekali Vrans adalah sahabat baikmu bahkan jauh sebelum saya ada di hidupmu. Saya tidak akan melarangmu. Semoga harimu menyenangkan, sayang." Manis. Itulah yang menggambarkan sikap Damian kepadanya saat ini. Pipi Klarisa bersemu merah sekali. Ini bahkan bukan pertama kalinya Damian bersikap semanis ini, namun masih saja pipinya bersemu. Klarisa tidak membalas ucapan Damian. Ia tersenyum sangat manis. Cup "Aku sangat mencintaimu, Damian." ... Saat ini Damian berada dirumah Daniel Ricolas Wesley, ayah dari seorang Klarisa Vanaya Wesley. Bahkan sebenarnya Klarisa enggan memakai nama marga di belakang namanya. Gadis itu hanya belum menerima apa yang dilakukan oleh ayahnya selama ini. "Bagaimana kabar Klarisa?" Setelah sekian lama Damian dan Daniel hanya diam sambil menikmati coffle latte yang disediakan pelayan dirumah megah ini, akhirnya Daniel menanyakan apa yang beberapa hari ini mengganjal di hatinya. Damian mendengus. "Mau apa memang? Apa tidak cukup membuat Klarisa hancur?" Daniel sebenarnya tidak ingin seperti ini. Bukan dirinya yang jahat, melainkan Damian. "Itu keinginanmu jika anak saya dijadikan jaminan seumur hidup dan jika saya menyetujuinya keluargamu akan membantu perusahaan saya. Saya terpaksa." Ucap Daniel, tampak sangat lelah wajah yang sudah mulai terlihat garis kerutan, pertanda umurnya yang memang sudah tidak lagi muda. Daniel benar, ini keinginan dirinya. "Tapi kau bisa menolak, kenapa setuju? Harusnya jika kau sayang kepada Klarisa, lebih baik kau hidup sederhana dan memenuhi kasih sayang yang selama ini tidak pernah dirasakan oleh gadis itu." Hening sejenak, sebelum akhirnya Damian membuka suara lagi. "Apa yang kau inginkan lagi?" Daniel ingin Klarisa kembali dan ia berjanji akan membagi waktunya untuk Klarisa dan pekerjaannya. Apa sudah terlambat? "Saya ingin memenuhi kewajiban saya sebagai ayah, Damian." Damian menggeram. Merasa jengah dengan laki-laki berumur yang ada di hadapannya. Niat awal keluarganya yang ingin membantu Daniel dan dirinya yang mengajukan usul pernikahan gila itu memang benar. Awalnya Damian tidak tertarik sama sekali, dan dipikirannya gadis dari Daniel ini bisa menyelamatkan dirinya dari gosip yang beredar tentang dirinya yang menyangkut status singlenya. Namun dirinya salah, bahkan saat ini ia sudah jatuh terlalu dalam pada pesona Klarisa. "Maaf, saya tidak ingin menyakiti Klarisa. Hubungi dia saja dan tanyai kabarnya lewat pesan." Damian memberikan nomer ponsel Klarisa. Sebenarnya ia juga tidak tega dengan Daniel, tapi apa boleh buat. Memang egois, tapi itulah dirinya. Tanpa banyak bicara lagi, Damian keluar dari rumah Daniel tanpa permisi sama sekali. Ia muak! Ting Ting Baru saja ia ingin melajukan mobilnya, keluar dari rumah Daniel yang tidak kalah besar dengan rumah orang tuanya. Ia mengecek ponsel lalu senyumnya merekah sempurna, bahkan perasaan kesal yang tadi menghampirinya sudah lenyap seketika. Clay ❤️ Apa kamu bisa menjemput ku? Clay ❤️ Ah maaf, jika tidak bisa aku akan pulang dengan Paula. Damian Tunggu saya 10 menit lagi. Jangan kemana-mana atau aku akan menciummu. Sedangkan disebrang sana, Klarisa tersenyum malu. Dasar orang tua m***m! Namun ia selalu mendengarkan ucapan Damian dan menunggu laki-laki itu tepat di depan UCL. Ting Siapa ini? Unknown Apa kabarmu, Klarisa? - Daniel Ricolas Wesley Tubuh Klarisa menegang seketika. Pandangannya meburam karena gumpalan air mata yang mulai memberontak keluar matanya. Akhirnya ia menangis dalam diam. Mau apalagi ayahnya? Klarisa Aku baik Sesak. Itulah yang ia rasakan sekarang. Membayangkan bagaimana ayahnya dengan tidak sopannya berteriak kepadanya karena menolak mentah-mentah saat dirinya dikabarkan akan segera menikah. Throwback Sore itu Klarisa sedang membaca n****+ kesukaannya sambil sesekali mulutnya mengunyah snack jagung. Sampai akhirnya suara ayahnya membuyarkan imajinasinya. "Klarisa.." Klarisa memekik senang. Jarang sekali ayahnya pulang secepat ini. Biasanya laki-laki paruh baya itu akan pulang larut malam dan berangkat pagi-pagi sekali membuat dirinya jarang sekali bertemu dengan ayahnya. "AYAHHHH!!" teriak Klarisa, ia berlari ke arah Daniel lalu memeluk tubuh yang masih terbilang kokoh diusianya. Tidak ada lagi kebahagiaan yang sangat ia cintai selain ayahnya. Bahkan ibunya lebih mementingkan urusan fashion nya di Sidney tanpa peduli bagaimana kabar dirinya. Daniel membalas pelukan Klarisa dengan sayang sambil mengelus puncak kepalanya. Jantungnya berdetak tak karuan, ia takut sekali ingin menceritakan hal ini kepada anaknya. Ia takut Klarisa membenci dirinya. Klarisa yang dapat mendengar jelas detak jantung Daniel pun akhirnya melepaskan pelukan mereka. "Ayah? Ada apa?" Daniel tersenyum simpul, lalu mengajak Klarisa duduk di sofa ruang utama. Ia mengumpulkan keberaniannya. Ia siap jika Klarisa suatu saat nanti atau mulai hari ini akan membenci dirinya, ia siap. "Perusahaan ayah bangkrut." Senyum yang semula menghiasi wajah Klarisa dengan perlahan memudar. Matanya sudah membentuk genangan yang siap tumpah saat ia berkedip. Ini tidak mungkin! "Gak, pasti ayah bercanda. Klarisa tidak bisa hidup sederhana. Klarisa sudah terbiasa hiduo mewah, yah." Lagi-lagi, salah satu alasan ia menerima pernikahan dan bantuan dari keluarga Wilson karena ia tau jika ia memilih hidup sederhana dan bekerja lebih keras lagi pasti Klarisa tidak terima. Bisa-bisa Klarisa frustasi. Ia tidak mau. Dari kecil Klarisa sudah hidup dengan kemewahan yang ia berikan. Apapun untuk Klarisanya ia akan berikan, semuanya. "Ayah tidak bercanda sama sekali. Ada yang ingin membantu perusahaan ayah dan kamu tidak perlu memikirkan soal materi, tapi mereka meminta kamu sebagai gantinya untuk menikah dengan anak mereka." Seketika tangis Klarisa pecah saat itu juga. "KLARISA TIDAK MAUYAH KLARISA TIDAK MAU! KLARISA INGIN MENCARI LAKI-LAKI SESUAI HATI KLARISA." Daniel meneteskan air matanya ia berusaha memeluk Klarisa namun gadis itu memberontak. "AYAH NGANCURIN MIMPI KLARISA! AYAH JAHAT! AYAH EGOIS! KLARISA BENCI SAMA AYAH!" "AYAH SAYANG SAMA KAMU KLARISA! AYAH MAU KAMU TERCUKUPI! KAMU YANG EGOIS GAK PERNAH MIKIRIN GIMANA LELAHNYA AYAH SELAMA INI!" Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN