Keping 4 : Menunaikan Kewajiban

1644 Kata
Cinta bukan hanya sekadar siapa yang lebih dulu bertemu. Tapi siapa yang lebih dulu mengikrarkan namamu di depan penghulu. ________________&&&__________________ Sebulan berlalu, hari-hari berat dalam hidup Adiva akhirnya mampu ia lalui meskipun ia sendiri belum yakin telah berdamai dengan hatinya, yang ia tahu sekarang adalah kehadiran Azzam mulai mampu membuatnya mulai merasa nyaman. Jenuh karena sendirian di rumah akhirnya Adiva membuka sosial medianya yang sejak sebulan yang lalu tidak pernah ia kunjungi, banyak DM masuk ke akun i********: miliknya dan tentu saja hampir keseluruhan DM tersebut dari kekasihnya, Aldebaran. Dengan tangan bergetar dan degup jantung berkejaran Adiva membuka ratusan pesan itu. Namun ia hanya menyempatkan membaca pesan terakhir dari kekasihnya itu, ia tidak akan sanggup bila harus membaca semua pesan-pesan yang tentu saja akan mengusik hatinya. Ia sedang belajar memantapkan hati untuk melupakan cinta pertamanya dan membuka hati untuk Azzam, laki-laki yang kini lebih berhak memiliki raga dan hatinya seutuhnya. "Adiva, entah ini pesanku yang keberapa kali, aku tidak pernah menghitungnya, yang kulakukan hanya menghitung hari untuk segera bertemu denganmu, aku yakin kamu baik-baik saja meskipun perasaanku di sini seperti kapal di lautan lepas yang terombang-ambing ombak tanpa tujuan karena tanpa kabar darimu. Maaf, liburan semester 4 bulan depan aku nggak bisa berkunjung ke Jombang, aku mulai membantu di kejaksaan, Papa menawarkan pekerjaan itu agar nanti setelah lulus sarjana hukum aku langsung bisa bekerja, aku janji saat aku datang melamarmu nanti aku sudah menjadi pengacara sukses, tunggu aku ya?. Jaga hatimu untukku. I miss u so much Adiva." Setelah membaca pesan terakhir Al, tangis Adiva seketika pecah, ia peluk erat ponsel itu ke dadanya berharap mengurangi rasa sesak yang menghimpitnya. Masih dengan tangan bergetar ia mulai menghapus semua pesan itu lalu meng_unfollow i********: Aldebaran. Namun sebelum ia melakukannya, Adiva menuliskan pesan singkat untuk yang terakhir kalinya kepada Al. "Maaf, maaf, dan maaf aku Al." Setelah mengirim pesannya Adiva lalu menghapus semua akun sosial media miliknya yang terhubung ke akun sosial media Aldebaran, lalu ia mengganti dengan akunnya yang baru kecuali f*******:, Adiva hanya menyisakan akun f*******: lamanya karena di dalamnya berisi semua kenangan semasa SMA bersama teman-temannya. Setelah perasaannya berangsur tenang Adiva berjalan menuju dapur, sebentar lagi suaminya akan pulang, ia ingin memasak makanan spesial untuk suaminya, dan selama sebulan ini juga Adiva sudah mulai belajar memasak dari tutorial YouTube untuk membunuh waktu saat sendirian di rumah. Adiva bersyukur Azzam selalu memakan masakannya dengan lahap meskipun Adiva tahu masakannya tak seenak masakan ibunya. Senyuman terkembang di bibir Azzam saat ia mendapati istrinya yang sedang serius berkutat dengan peralatan dapur, ia lepas sepatunya lalu berjalan pelan mendekati Adiva yang belum menyadari kehadirannya. "Masak apa Sayang?" Bisik Azzam dengan tiba-tiba sembari melingkarkan kedua tangannya ke tubuh Adiva dengan mesra, Adiva membeku sesaat karena merasakan kehangatan tubuh bagian belakangnya, sedetik berikutnya ia segera tersadar dengan perlakuan manis Azzam lalu tersenyum. "Sudah pulang Mas? Kok aku nggak dengar ya?" Tanya Adiva sambil melanjutkan kegiatannya. "Kamu serius sekali Dek sampai nggak nyadar aku datang," balas Azzam sambil menyandarkan dagunya di bahu Adiva. "Ayo makan dulu lalu sholat dzuhur Mas," ajak Adiva sambil melepaskan kedua tangan Azzam yang melingkar di perutnya lalu berbalik badan menghadap Azzam, ia tatap netra hitam milik Azzam dengan lekat, Adiva bisa menemukan cinta yang tulus di sana untuknya. Azzam membalas tatapan Adiva lalu tersenyum, ia belai rambut Adiva yang tergerai lurus lalu ia elus pipi putih Adiva dengan mesra. Mengagumi kecantikan perempuan yang baru saja dinikahinya sebulan lalu. "Ayo aku sudah tidak sabar menghabiskan masakan istriku tercinta," ucap Azzam lalu segera menjauhkan tangannya dari pipi Adiva yang tampak merona. "Mas, mm... Aku minta maaf," gumam Adiva yang seketika membuat Azzam membeku. Azzam tau arah pembicaraan Adiva ke mana. Dengan tersenyum lembut Azzam menarik tangan Adiva lalu mendudukkannya di kursi, Azzam mengambil dua piring yang sudah berisi nasi dan lauk yang telah disiapkan Adiva lalu meletakkan di atas meja. "Ayo aku sudah lapar Sayang," balas Azzam lalu duduk di sebelah Adiva dan menghabiskan makanannya dengan lahap. ***** Jantung Adiva berdebar kencang saat ia mulai menaiki ranjang, malam ini ia berniat akan memberikan hak suaminya yang sudah sebulan ini tidak ia penuhi. Ia tahu dosa besar bagi seorang istri yang menolak melayani suaminya, Adiva tidak pernah menolak, hanya saja ia belum siap terutama hatinya. Ia tidak ingin pergumulan layaknya suami-istri itu terjadi tanpa adanya rasa cinta. Dan untung saja Azzam tidak pernah memaksanya. Azzam tersenyum lembut lalu meletakkan ponselnya di atas nakas, seperti biasa sebelum mereka beranjak tidur, Azzam akan mencium kening Adiva lalu melafalkan doa. Inilah yang membuat Adiva semakin merasa bersalah, Azzam selalu bersikap manis dan romantis sejak di malam pertama pernikahan mereka. "Mengapa kamu risau Sayang?" Tanya Azzam sambil membelai pipi Adiva, kini mereka tidur dalam posisi berhadapan, saling menatap, mencoba menyelami rasa asing yang mungkin mulai mengisi hati Adiva tanpa disadarinya. Dengan jelas Azzam menyadari keraguan pada sepasang netra bulat dengan bulu mata lentik di hadapannya. Adiva masih diam, bergeming memandangi wajah tampan di hadapannya, Adiva akui Azzam menarik dan tentu saja tampan. Ekspresi datar dan dingin yang dulu selalu ia temui saat masih sekolah sekarang berubah dengan tatapan yang selalu mampu menghangatkan hatinya. Deg.. Adiva membeku saat tiba-tiba jemari Azzam meraih anak rambut yang menutupi separuh wajah Adiva ke belakang telinga. Azzam membelai surai Adiva yang tergerai indah dengan lembut. "Dek apakah kamu sudah siap?" Tanya Azzam ragu, netranya masih mengunci kedua netra Adiva. Seketika jantung Adiva berdisko ria saat mendengar pertanyaan Azzam. "Sudahlah lupakan, jangan dipikirkan lagi, sebaiknya kita segera istirahat," lanjut Azzam karena Adiva tak kunjung merespon pertanyaannya. Azzam berusaha menahan diri meskipun berdekatan dengan Adiva adalah godaan terberat baginya, ia laki-laki normal dan halal untuknya mencumbu istri kecilnya itu. Tapi ia tidak ingin menyakiti perasaan Adiva, Azzam sadar dirinya lah orang ketiga dalam hubungan Adiva dan Aldebaran. "Mas," ucap Adiva menggantung, sejujurnya Adiva sangat malu untuk sekadar menjawab iya. Adiva tersenyum lalu menganggukkan kepala, seketika Azzam melebarkan matanya ia masih tak yakin dengan apa yang ia lihat. "Iya Mas aku siap," desis Adiva dengan malu-malu, seketika rona merah menyapu wajah hingga menjalar ke leher putihnya. "Kamu yakin Dek?" Tanya Azzam memastikan lagi, ia hanya tidak ingin Adiva memberikannya karena terpaksa, ia masih bisa bertahan hingga Adiva sendiri yang siap memberikan haknya. Adiva mengangguk sekali lagi yang berhasil menerbitkan senyuman merekah dikedua sudut bibir Azzam. Dengan gugup Azzam menarik tubuh Adiva ke dalam pelukannya, setelah melepaskan pelukannya Azzam mengangkat wajah Adiva dengan ujung jarinya, ia tatap lekat netra bulat Adiva lalu jari Azzam membelai bibir pink Adiva dengan berulang kali meneguk salivanya dengan cukup keras. Berlahan Azzam mendekatkan wajahnya ke wajah Adiva, seketika Adiva memejamkan matanya dengan jantung berdetak keras antara takut dan penasaran bagaimana rasanya, selama ini ia hanya pernah melihat adegan berciuman di film yang pernah ia lihat di layar kaca. Dan detik itu juga bibir Azzam menempel di bibirnya. Perlahan Azzam memagut bibir pink Adiva dengan lembut, Adiva masih terdiam karena ia pun bingung harus melakukan apa, Azzam menyusupkan tangan ke helai rambut Adiva lalu menekan tengkuknya demi memperdalam pagutan bibirnya, Azzam tak pernah menyangka jika bibir istrinya itu terasa begitu manis hingga entah berapa lama Azzam memagut dan melumatnya hingga nafas keduanya terengah. "Balas dong Sayang," bisik Azzam dengan suara parau sambil menyatukan kening mereka berdua. Adiva bisa melihat kabut gairah telah memenuhi kedua netra Azzam. Kembali Azzam melancarkan aksinya, memagut bibir Adiva, kali ini Azzam seakan lebih menuntut hingga akhirnya dengan berlahan Adiva mulai membalasnya. Azzam melepaskan pagutan bibirnya sejenak lalu kembali menatap Adiva dengan tersenyum, ia matikan lampu di kamar dan menggantinya dengan lampu tidur. Malam panjang penantian Azzam pun terbayar sudah, surga dunia yang selama ini hanya sebagai fatamorgana baginya kini menjadi nyata. Ia reguk kenikmatan itu penuh dengan perasaan dan peluh sebagai saksi pergulatan yang melenakan itu. Ia yakin hatinya tak pernah salah memilih Adiva sebagai belahan jiwanya. Perasaan lega pun meringankan beban Adiva sekarang, tuntas sudah kewajibannya sebagai istri Azzam malam ini. Adiva telah menyerahkan diri seutuhnya untuk Azzam. ***** Azzam pandangi wajah teduh Adiva yang masih terlelap dalam selimut. Adiva terlihat semakin cantik dengan rambut sedikit berantakan ditambah selimut itu hanya menutupi hingga ke dadanya, seandainya waktu belum mendekati waktu subuh pastilah Azzam akan mencecap kembali manisnya tubuh sang istri. Adiva menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal-pegal, seketika wajahnya merona saat tersadar Azzam memperhatikannya sambil berdiri di depan kamar mandi dengan tangannya sibuk mengeringkan rambut basahnya. Adiva segera menarik selimut dan menutupi seluruh tubuh polosnya. Azzam terkekeh geli melihat tingkah lucu Adiva, baginya masih seperti bermimpi jika siswi bandelnya dulu kini menjadi istri kesayangannya. Azzam mendekati ranjang lalu menarik selimut yang menutupi wajah istrinya, "Jangan malu Sayang," bisik Azzam sambil menatap wajah Adiva yang semakin merona dan justru terlihat semakin menggemaskan di mata Azzam. "Mandi dulu, sebentar lagi subuh," ucap Azzam lalu mengambilkan handuk kering untuk Adiva dari dalam lemari. Adiva celinguan mencari pakaiannya dengan kedua tangan masih memegangi selimut, tidak mungkin kan dia berjalan masuk ke kamar mandi dengan tubuh polosnya. Menyadari Adiva mencari sesuatu Azzam langsung menarik seluruh selimut yang menutupi tubuh Adiva lalu menggendongnya masuk ke dalam kamar mandi. Adiva hanya menunduk menutupi wajahnya yang memerah seperti tomat dengan tangan kanannya mengalung ke leher Azzam. "Mandi dulu, entar habis sholat subuh kita lanjut lagi," bisik Azzam sambil mengerlingkan mata setelah menurunkan tubuh Adiva tepat di bawah pancuran shower. "Ih.. Mas Azzam m***m deh," jawab Adiva lalu segera menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Di bawah siraman dinginnya air shower Adiva tersenyum sendiri mengingat momen indah semalam bersama Azzam. Kini ia yakin cinta bukanlah untuk dikejar tetapi cinta akan datang dengan sendirinya di waktu yang tepat, ia hanya perlu berdamai dengan hatinya, begitupun Aldebaran ia juga pasti akan menemukan cinta sejatinya kelak disaat dirinya telah berdamai dengan hatinya. "Terima kasih untuk semua cintamu Al, semoga Allah selalu menjagamu di sana," dengung hati Adiva. Mungkin Aldebaran adalah seseorang yang pernah singgah di hatinya dan menorehkan kenangan terindah dalam hidupnya. Namun bersama Azzam Adiva berharap bahwa Azzam adalah pelabuhan terakhir hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN