Part 10

1486 Kata
Rea merasakan kecupan lembut hasrat akan kepuasan tak terkira di dahi sebelum Darius menarik diri dari atas tubuhnya dan pindah berbaring di sebelah, lalu menarik punggung Rea semakin erat menempel di d**a pria itu dan tak membiarkan jarak sekecil apa pun menjauhkan Darius dari Rea. "Tidurlah," gumam Darius serak, sambil mengecup tengkuk Rea yang lembab karena keringat. Memejamkan mata, menyadari bahwa dirinya tak pernah puas apa pun itu menyangkut tubuh yang dipeluknya saat ini. Rea hanya diam, ia akan menolak perintah Darius yang menyuruhnya tidur. Namun, tidak sekarang, ia masih terlalu lelah setelah aktifitas panasnya dengan Darius baru saja. Entah bagaimana caranya pria itu selalu mampu membuat Rea menuruti kalimat Darius bila berada di atas ranjang. Apalagi ketika berada di dalam pelukan Darius seperti ini, tidak ada sehelai kain pun yang menutupi tubuh mereka di balik selimut sutra berwarna abu-abu muda itu. Sekali lagi Darius mengecup tengkuk Rea, kemudian ke bahu dan kembali menenggelamkan wajahnya di rambut Rea. Tangan kanannya memeluk pinggang Rea dan mengusap-usap lembut perut wanita itu yang masih rata. Bibirnya tersenyum tanpa suara menyadari ada darah dagingnya di sana. "Kenapa kita harus menikah, Darius?" tanya Rea dengan gumaman pelan ketika Darius mengusap-usap perutnya. "Apa hanya karena anak ini?" "Karena aku menginginkanmu, Rea. Tanpa atau dengan adanya anak ini dan dengan sukarela atau pun keterpaksaanmu, aku tetap akan menikahimu." Rea tak menjawab kata-kata Darius yang penuh dengan kearogansian, keegoisan, dan kekejaman pria ini. "Apa aku egois?" Darius bertanya, tapi itu adalah jenis pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban dari Rea. "Dan ya, aku memang egois, Rea. Karena dalam kamus hidupku, cinta itu harus memiliki. Tidak peduli apa pun yang harus kuhadapi." "Itu bukan cinta, Darius," sangkal Rea. "Benarkah?" Darius mengerutkan kening, mungkin benar. Jujur, ia tidak tahu definisi cinta seperti apa. Yang jelas, perasaan apa pun yang ia miliki untuk Rea saat ini, jelas-jelas hampir membuatnya nyaris gila karena dikuasai oleh wanita ini. Apa pun namanya perasaan itu, ia tidak peduli. Ia sudah tertarik pada Rea sejak pertama kali melihat wanita itu satu setengah tahun yang lalu. "Kau menginginkan tubuhku. Kau hanya tergila-gila pada tubuhku. Semua ini hanya obsesi gilamu." "Mungkin," jawab Darius tak peduli. Malah menciumi bahu Rea yang masih telanjang dengan sentuhan penuh godaan. "Tapi aku tidak peduli. Aku hanya peduli kau ada di sampingku." "Aku bukan pelacurmu." "Memang." "Banyak wanita di luar sana yang lebih sempurna. Yang menginginkanmu. Yang memujamu, Darius." Rea bersusah payah mengabaikan godaan panas Darius di bahunya. "Dan yang jadi masalah di sini adalah, akulah yang menginginkanmu." "Dan aku mengingin .... " "Ssttt ... " Darius mengangkat tangannya dari perut Rea, menempelkan telunjuknya di bibir Rea, dan menarik wajahnya dari bahu Rea ketika berbisik, "Jangan sekali-kali kau menyebutkan nama pria lain ketika kita sedang b******u, Rea. Terutama di atas ranjangku." Rea memutar bola matanya, kalimat ke-over protective-an pria ini benar-benar membuatnya muak. Saat Darius berniat membalikkan badan dan akan menempelkan bibir mereka, Rea segera bangkit dari tidurnya. Sebelum semuanya kembali terlambat. "Aku harus kembali bekerja, Darius." Darius tersenyum kecil ketika Rea menghindari ciumannya. "Apa aku harus memecatmu?" "Dan aku akan melamar di perusahaan lain yang bosnya mungkin bisa lebih profesional." Rea menarik selimut untuk menutupi dadanya yang telanjang dan turun dari ranjang menuju ke kamar mandi. Ruang kerja Darius benar-benar seperti rumah kedua. Bahkan apartemennya tidak seluas dan semewah ini. Orang kaya memang selalu melakukan apa pun sesukanya, decak Rea. Senyum di bibir Darius semakin melebar mendengar ancaman Rea. Sebenarnya dia bisa saja memaksa Rea berhenti bekerja menjadi karyawannya. Hanya saja, ia tidak mau menekan Rea secara berlebihan. Cukup pernikahan mereka saja yang akan dipaksakannya pada wanita itu. Darius mendengar getaran ringan di ujung ranjang, melihat ponsel Rea yang berkelap-kelip di saku rok pensil yang di lemparkannya secara sembarang ketika melucuti pakaian Rea tadi. Segera ia mengambil dan melihat nama Raka sebagai caller idnya. 'Beraninya dia!!' batin Darius dengan geram, ia segera menonaktifkan ponsel itu dan membantingnya masuk ke dalam tempat sampah yang ada di salah satu sudut ruangan. *** Rea baru selesai merapikan rambutnya di depan kaca ketika Darius menyusul ke dalam kamar mandi. Hanya mengenakan boxer dan memeluk Rea dari belakang. Meletakkan dagu di bahu Rea saat mengamati pantulan wajah Rea yang cantik dan segar. Wanita ini terlihat sangat cantik mengenakan blus sutra biru dan blazer hitam yang diambil di lemari pakaian yang sengaja ia sediakan untuk Rea. Khususnya di saat-saat seperti ini. Berdecak kagum, memang wanita ini selalu cantik mengenakan pakaian apa pun. Dengan gerakan kasar, Rea membalikkan badan dan menarik diri dari pelukan Darius. "Aku bukan pemilik perusahaan ini, Darius. Jadi aku harus kembali bekerja sekarang juga." Darius mengecup bibir Rea sekejap dengan tangan yang masih kuat bertengger di pinggang wanita itu. "Mulai sekarang Ben akan mengantar jemputmu." "Apa?" Rea membelalak, tak percaya akan kegilaan apalagi ini. "Jangan memulai kegilaanmu lagi." "Aku tidak bisa mengambil resiko kau akan bertemu dengan Raka di belakangku." "Aku tidak akan menemui Raka lagi, apa kau puas?" Rea seperti menelan batu di tenggorokan ketika mengucapkan janji tersebut pada Darius. Akan tetapi, apalagi yang bisa ia lakukan. Hanya itu pilihan untuk melindungi pria yang sangat ia cintai. "Jadi kau tidak perlu menyuruh Ben mengantar jemputku. Ok?" "Bukan kau yang kukhawatirkan, Rea. Aku tahu kau tidak akan menemuinya demi kebaikanmu sendiri." Darius menghentikan kalimatnya, menatap lekat-lekat manik mata Rea sambil mengangkat tangan kanannya. Menangkup pipi Rea dan mengusap lembut bibir Rea dengan sentuhan yang sangat lembut dan tegas. "Yang kukhawatirkan adalah kegilaan yang akan dilakukan pria itu padamu. Terutama pada anakku." Rea mengembuskan napas frustasi, Darius benar-benar berlebihan. Ini semua sudah cukup berada di tahap paling akhir batas kesabaran dan ketakutannya menghadapi pria ini. "Memangnya kegilaan apa yang akan dilakukan Raka padaku? Jangan samakan Raka dengan dirimu, Darius." Darius mengernyit tidak suka pada kalimat Rea. Ia mengingat dengan jelas sumpah yang diteriakkan Raka padanya dua jam yang lalu. "Kau dengar aku, b******k! Kau sudah mengambil Rea dariku! Dan seperti kau menggunakan cara licik itu. Aku bersumpah akan memastikan anakmu lenyap dari dunia ini sebelum kau sempat melihatnya. Apa pun caranya. Aku akan memastikannya, Darius!" "Dia berani datang ke kantorku hanya untuk dirimu, Rea. Dan aku tahu rencana apa yang akan kalian lakukan pada kesayanganku." Wajah Rea memucat, napasnya tertahan melihat tatapan tajam Darius. Ia pun memalingkan matanya kesamping. Benar-benar kecewa pada dirinya sendiri ketika menyadari akan ketakutannya pada Darius yang menggerogoti hati. Setiap muncul keberaniannya untuk melawan Darius, pria kejam itu selalu kembali menginjak-injaknya dengan ketakutan yang semakin bertambah besar. Darius semakin mempererat tangkupan telapak tangannya di pipi Rea. Memaksa tatapan mata wanita itu kembali padanya dengan tegas. Lalu, setelah memastikan wanita itu memberikan perhatian penuh untuknya, Darius berkata, "Berjanjilah kau akan menjauhinya sejauh-jauhnya, Rea. Walaupun kalian mempunyai kesempatan untuk bertemu satu sama lain, berlarilah sejauh mungkin darinya. Untuk anakku." Rea menelan ludah. Setiap kata yang diucapkan Darius, seperti sebuah pistol yang ditodongkan tepat di tengah-tengah kepalanya. Hanya memberinya pilihan antara mengangguk atau kepalamu yang akan meledak jika menggeleng. "Berjanjilah padaku, Rea," tekan Darius lagi. Tatapannya semakin tajam ketika menyadari keraguan Rea. "Aku tidak akan memaafkan siapa pun yang berani menyentuh anakku. Apa kau mengerti, Sayang?" Dengan tubuh yang sedikit gemetar, Rea terpaksa menganggukkan kepala. "Katakan, Sayang!" "Aku berjanji, Darius. Aku akan menjauhi Raka." Rea bergumam dengan sangat lirih dan sedikit terbata-bata. Menahan kemirisannya karena hanya ini yang bisa dilakukannya. Dan semoga saja hanya untuk saat ini tentu saja. "Bagus." Darius tersenyum puas dengan kepatuhan Rea, kemudian menarik kedua lengan Rea dan melingkarkan di lehernya. Apa yang dilakukan Darius memaksa Rea untuk mendongakkan wajah dan berjinjit di atas jempol kakinya untuk menyeimbangkan badannya dan badan Darius yang tinggi, sekalipun pria itu sudah menundukkan kepala untuk menciumnya dengan segala apa yang pria itu inginkan. Rea bahkan sudah tidak menginjak lantai ketika lengan yang kuat itu membungkus tubuhnya, memeluk tubuhnya dengan lebih erat saat Darius menandai bibir Rea dengan ciuman yang membara dan penuh gairah. Tidak memedulikan riasan Rea yang kembali berantakan. Darius menghentikan ciumannya ketika merasakan Rea yang hampir kehabisan napas. Ia tersenyum puas melihat Rea yang terengah-engah mengambil napas dan tampak berantakan dengan bibir wanita itu yang membengkak karena ciumannya. "Besok aku akan pergi selama beberapa hari. Jadi aku membutuhkan kau menepati janjimu." Rea menanggapi berita itu dengan datar, semua rencananya sudah ketahuan jadi tidak ada alasan untuk bersenang-senang dengan berita menggembirakan itu. Tetapi, setidaknya dengan Darius yang pergi untuk mengurusi bisnis. Ia bisa menenangkan diri selama beberapa hari tanpa melihat wajah memuakkan itu. Sepertinya itu sudah sangat cukup menghibur untuk keadaannya yang kritis ini. Darius terkekeh dengan reaksi Rea. Dengan masih memeluk tubuh Rea, ia berkata, "Seharusnya kau bersedih mendengar kekasihmu ini tidak akan menemanimu selama beberapa malam, Sayang." Mata Rea melotot, bersedih? mimpi saja kau, Darius! maki batin Rea dengan gurauan dingin Darius. Segera ia menarik lengannya yang melingkar di leher Darius dengan kasar dan membalikkan badan menatap cermin untuk memulai membenahi riasannya. "Kau membuang waktuku." Dengan masih terkekeh, Darius mencium puncak kepala Rea sebelum menghilang di balik pintu shower dan mulai membersihkan diri. *** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN