Semakin Cinta

1218 Kata
Elina melepaskan tangan Ervin dari wajahnya. Sejenak mereka berpandangan sambil menangis sesenggukan. Elina menunjuk tong sampah yang ada di kamarnya. Ervin mengikuti arah tangan gadis itu. Ia belum siap mendengar kabar buruk dari istrinya. “Aku buang buah nanasnya di sana. Aku nggak bisa makan buah itu. Aku muntah-muntah terus,” kata Elina sesekali sesenggukan membuat Ervin bersandar pada tembok. Perasaannya lega mendengar pengakuan Elina. Kegelisahan beberapa saat lalu perlahan mulai memudar. Ervin menarik tangan Elina lalu memeluk istrinya erat-erat. “Mister apa aku salah?” tanya Elina. Ervin langsung menggeleng. “Aku yang salah, El. Seharusnya kita bicara baik-baik, tapi aku selalu menghindar. Aku tidak tahu kalau itu membuat kamu berpikir bahwa aku tidak menginginkan anak ini. Maafkan aku, Elina.” Ervin mengusap punggung istrinya sampai istrinya berhenti menangis. “Mister gak marah sama aku?” Ervin kembali menggeleng membuat Elina tersenyum tipis. Ervin kembali membawa Elina ke dalam pelukannya. “Tuhan sudah menitipkan anak untuk kita. Dia sudah hadir jadi kita harus bersiap menjadi orang tua yang baik buat dia.” Ervin melepas pelukannya lalu mengusap perut Elina lembut. Senyum manis terbit dari bibir Elina yang pucat. Hampir saja ia melakukan tindakan bodoh yang membuat anaknya pergi selamanya. “Tapi Mister bilang nggak mau punya anak sebelum selesai kuliah,” kata Elina. Ia merasa bersalah telah menghancurkan rencana masa depan Ervin. “Elina, kita hanya bisa membuat rencana, tetapi Tuhan yang menentukan. Aku tidak tahu apa yang terjadi di masa depan nanti, aku tidak ingin perbuatan hari ini menjadi penyesalan seumur hidup.” Ervin mengusap anak rambut yang menghalangi dahi lebar istrinya. Satu kecupan mendarat di kening Elina membuat gadis itu memejamkan matanya. Ervin menggenggam tangan istrinya erat. Walau rencanan masa depan harus diubah, tetapi Ervin merasa ada sesuatu yang meletup di hatinya. Perasaan hangat yang tiba-tiba menjalar yang membuatnya tenang. Ia sempat panik dan takut atas kehamilan istrinya, tapi sekarang perasaan itu menghilang. Keraguan itu perlahan menghilang saat membayangkan dirinya menggendong bayi mungil. Sebentar lagi ia akan lulus, itu artinya Ervin bisa bekerja untuk membiayai persalinan istrinya delapan bulan lagi. Waktu yang cukup untuk mempersiapkan semua hingga hari itu tiba. “Aku akan berusaha keras lagi agar kalian bisa hidup layak,” ujar Ervin membuat air mata Elina kembali menggenang. “Mister, jangan bikin aku jatuh cinta terus. Aku sayang Mister,” sahut Elina lalu memeluk suaminya. Ervin menghela napas lega lalu membalas dekapan hangat istrinya. *** Untuk pertama kalinya Elina dan Ervin belanja menggunakan troli, biasanya Ervin menolak menggunakan alat itu dengan alasan ingin berolahraga, padahal ia tidak mau Elina belanja lebih banyak dari keranjang yang ia bawa. Usai menangis bersama di kamar Elina,hubungan mereka menjadi lebih baik. Seperti hari ini Ervin menemani Elina belanja tanpa banyak protes. Bahkan ia menurut saja apa yang Elina mau selama uangnya cukup. Ervin berubah menjadi suami idaman Elina yang kalem dan menuruti semua kemauan istri. Bahkan Ervin tidak protes ketika Elina membeli mayonaise yang berukuran besar. Biasanya Ervin akan menolak memasukkan barang itu ke dalam keranjangnya, tapi kali ini ia mengizinkan. Tidak hanya itu, beberapa barang yang tidak diperlukan pun Elina masukkan ke troli dan Ervin tidak marah. Untuk menguji sekali lagi Elina sengaja mencari barang yang tidak berguna. Ia menemukan makanan kucing yang ada di rak paling bawah. “Mister aku beli ini, ya.” Elina memperlihatkan makanan kucing itu. Lagi. Ervin mengangguk tanpa banyak bicara bahkan ia tidak melihat barang apa yang Elina inginkan. “Kenapa semuanya dibolehin?” tanya Elina dengan wajah tertekuk heran. Ervin menatap istrinya santai. Pandangannya turun pada makanan kucing yang dipegang Elina. “Kamu mau beli makanan kucing?” tanya Ervin. Satu alisnya terangkat setelah melihat Elina membeli barang-barang aneh. “Mister sih, kalau aku beli sesuatu dilihat dong. Beli ini dikasih beli itu dikasih, biasnaya juga dilarang.” Ervin menghela napas dalam. Ia mengusap kepala Elina untuk meredakan emosi gadis itu. “Elina, kamu lagi hamil. Ingat jangan marah-marah. Aku nggak mau kamu kesal kalau aku larang, aku tidak mau terjadi sesuatu sama kamu dan baby kita.” Elina mulai tenang. Sifat Ervin berubah karena bayi yang ada di kandungannya. Elina mulai mengatur napas dan emosinya. Ia juga harus memperhatikan kesehatan janin dalam perutnya. “Mister, aku minta maaf.” Ervin tersenyum. Ia lega karena tidak perlu menegur istrinya. Sejak tadi ia ingin sekali berkata tidak, tetapi karena ingat Elina sedang hamil ia pun mengurungkan niat itu. Asal istrinya bahagia apa pun akan ia lakukan. Beruntung Elina menyadari kesalahannya. “Sekarang kamu kembalikan barang-barang yang nggak dibutuhkan. Aku mau cari s**u ibu hamil dulu.” Ervin meninggalkan Elina yang kini mengembalikan barang belanjaan pada rak. “Elina.” Panggilan itu sukses membuat ia menoleh. Gadis itu cukup kaget meliat Varen dan Naura di supermarket. Naura yang menggandeng lengan Varen segera melepasnya. Elina tersenyum ingin menggoda kedua sahabatnya yang diam-diam berkencan. “Kalian lagi jalan-jalan ya?” tanya Elina dengan mata menyipit. “Kebetulan saja ketemu di depan. Aku ke sana dulu, ya.” Naura terlihat gugup. Ia bergegas meninggalkan Varen dan Elina di lorong bumbu dapur. “Kalian pacaran?” tanya Elina pada Varen. Ia masih penasaran dengan hubungan mereka. Setiap kali ditanya Naura selalu mengelak sedangkan Varen tidak banyak komentar. “Tidak.” Jawaban singkat Varen membuat Elina kesal. Ia kembali meletakkan barang-barang ke rak. “Kenapa ditaruh lagi?” tanya Varen. Ia mengikuti Elina di belakang. Setelah semua selesai Elina berbalik menatap sahabatnya. “Aku salah beli. Kamu nggak belanja?” tanya Elina. Varen menggeleng. “Aku cuma nganter Naura belanja.” Elina mencubit tangan Varen membuat sahabatnya menjerit. “Bilang saja suka. Kalian lagi pacaran,’kan?” Elina menaik turunkan alisnya menggoda Varen. Pria itu terdiam beberapa saat. “Kami nggak pacaran karena aku sukanya sama kamu.” Senyum Elina memudar. Ia pikir Varen hanya bercanda. Elina menggeleng menganggap ucapan pria itu hanya untuk menutupi kebenaran hubungan keduanya―Varen dan Naura. “Sayang nunggunya lama, ya?” Ervin datang langsung memeluk pinggang Elina. Tatapa pria itu langsung tertuju pada Varen. Permusuhan jelas terlihat di mata kedua pria itu. “Nggak kok.” Ervin memperlihatkan s**u ibu hamil pada Elina. “Kamu suka rasa vanilla?” tanya Ervin. Elina segera mengambilnya lalu menyembunyikan s**u itu dari pandangan Varen. Ia tidak mau Varen tahu kalau ia sedang mengandung. Tidak untuk saat ini. “Elina, kamu masih minum s**u?” tanya Varen dengan kening mengkerut. Elina tertawa hambar sementara Ervin hanya diam membiarkan istrinya menjawab. “I-iya. Biar kuat.” Elina tersenyum kaku. “Mister aku lupa kalau daging di rumah habis. Kita beli daging, yuk.” Elina menggandeng tangan Ervin menjauh dari Varen. Ervin mendorong trolinya sementara Elina melambaikan tangan pada Varen yang dibalas seulas senyum tipis. Tatapan Varen tidak lepas dari kedua orang itu. Ponselnya berdering membuat Varen mengalihkan tatapannya. “Halo.” Senyum di wajah tampan itu semakin terlihat setelah orang di seberang sana memberikan informasi yang ia inginkan sejak satu bulan yang lalu. “Kerja bagus. Aku akan segera pulang.” Sambungan terputus tepat saat Naura datang. “Varen aku sudah selesai belanja,” kata Naura. “Kita pulang sekarang,ya, aku ada urusan mendadak.” Meski kecewa Naura tetap mengangguk. Ia tidak punya hak meminta waktu Varen lebih lama. Walau ia ingin hari ini menghabiskan waktu bersama orang yang ia cintai. Varen sampai kapan kamu terus melihat dia? Apa kamu tidak bisa merasakan besarnya cintaku?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN