BAB 22

1075 Kata
Callista menatap layar ponsel yang baru saja dibelinya, ia penasaran kenapa dirinya belum ada dicari baik oleh Dean maupun keluarganya. Callista sekarang berada di apartemen barunya dengan rebahan karena tidak memiliki kegiatan apa-apa. “Apa aku tidak sepenting itu ya?” gerutu Callista merasa dirinya benar-benar dibuang sekarang. Callista tau kalau keluarganya hanya memanfaatkannya hanya demi kepentingan bisnis, tapi setidaknya mereka harus mempunyai hati nurani untuk tidak terlalu memperdulikan Callista, bahkan Dean yang seharusnya memiliki kemampuan baik dalam melakukan apapun, bisa-bisanya ia tidak menemukan Callista. “Apa ini karena aku bersembunyi dengan baik, ya? Tapi untuk apa coba aku menampakkan diri terang-terangan? Justru itu membuat mereka menjadi lebih arogan lagi. Pokoknya aku harus bertahan!” Callista menyemangati dirinya sendiri dengan kepalan tangannya yang kuat dan terangkat ke atas. “Tapi… gue bosan.” Callista yang memang sedari awal tidak mempunyai seorang pun sahabat baik jadi bingung sekarang ia harus cerita ke siapa dan ditemani oleh siapa. “Apa tidak ada yang ingin menemani kesepianku?” Callista berakhir dengan cemeberut di pipinya. Ia bolak balik di kasur besar itu dengan menatap kosong layar ponselnya yang memakai wallpaper bawaan. “Benar! Ternyata kehidupan aku benar-benar tidak semenarik itu, apa ada hal yang menarik ya?” Callista mencoba berpikir sejenak Callista memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menutupi kebosanan pada hidupnya itu, sampai ia terlintas oleh seseorang yang baru ditemuinya itu. “Lana? Luna?” Callista berusaha menebak-nebak siapa namanya. “Iya benar Luna! Aku harus membuat ia menjadi teman baikku! Tapi apa ia masih hidup?” Callista menjadi bertanya-tanya, ia takut jika Luna dibunuh oleh Dean walaupun sebenarnya tidak ada motif. “Bagaimana yah aku bisa menghubunginya? Apa aku pancing saja wanita itu ke mari? Tapi kalau dia dikurung oleh iblis itu gimana? Arghhhh Dean sialan!” Pada akhirnya Callista hanya bisa mengumpat karena ia sangat kesal kepada Dean yang tidak mempunyai hati nurani itu, “Ini semua karena kau! Seharusnya aku bisa hidup enak! Aku sangat benci dengan kelakuannya yang sembrono dan sulit ditebak itu, tapi kenapa dia masih hidup aja ya?” Callista memikirkan kemungkinan kenapa Dean masih hidup, karena seharusnya sudah banyak orang yang sangat membencinya. Kelakuan tidak baik Dean itulah penyebabnya, meskipun sebenarnya ia orang yang pendiam, tapi eksekusi dan keputusannya lah yang sangat mengerikan bagi Callista. Ia sudah tidak tahan melihat banyak wanita yang dibunuhnya, meskipun ada beberapa pria, tapi kebanyakan Dean membunuh seorang wanita tanpa motif yang jelas. “Apa aku terlalu memutuskan secara sepihak ya? Bagaimana jika sebenarnya Dean tidak seperti yang aku pikirkan?” Seperti kehidupan Callista sehari-hari, ia memulai overthingkingnya dan mengambil segala kemungkinan dengan mendapatkan jawaban yang objektif dan juga rasional. Masalahnya, apapun yang dipikirkan oleh Callista, ia tidak bisa menemukan apa motif Dean sebenarnya, karena di beberapa kesempatan ia melihat tingkat Dean yang sering bertolak belakang dengan ucapan bijaknya itu. “Bodo amat ah! Aku harus menemui Luna, semoga saja ia masih bernapas sepertiku.” Callista segera pergi dari apartemen baru miliknya itu untuk menjumpai Luna yang ada di tempat Dean. *** Callista memilih naik taksi untuk mendekati tempat tinggal Dean, tetapi ia tidak berani masuk ke dalam menggunakan taksi, jadi ia berhenti di pinggiran kota saja dan memutuskan untuk menaiki skateboard ke dalam meskipun sangat lama. “Kalau saja Dean tidak aneh-aneh aku pasti tidak akan setidak punya kerjaan ini.” Callista sedikit menyesali keputusan arogannya kemarin itu. “Tapi tidak apa, aku sudah tidak lama berolahraga seperti ini. Semua ini tidak akan terasa mudah,” ucap Callista. Callista sedang memperhitungkan di dalam kepalanya jika biasanya memakai mobil itu menghabiskan 10 menit, kalau memakai skateboard ia akan menghabiskan waktu sebanyak setengah jam atau bahkan lebih. “Ahhh sial! Kalau begini bisa-bisa aku dehidrasi di tengah jalan,” keluh Callista. “Kau ingin bantuanku?” Suara yang berat tiba-tiba terdengar di telinga Callista, suara yang sangat tidak asing dan dia mengenalinya dengan jelas. Itu Dean. Callista menoleh ke samping, ternyata sudah terdapat Dean yang berdiri di belakangnya. Callista tentu bingung ingin bersikap seperti mana, ia takut jika benar-benar dibunuh oleh Dean. Ia tidak terbayang jika tubuhnya memiliki merah darah. “Kau ingin menjumpai Luna bukan?” tanya Dean kembali. Callista merasa aneh, bagaimana Dean bisa tau keinginannya. Callista mendecak dengan wajahnya yang memutar untuk melihat Dean lebih jelas, “Bagaimana kau bisa tau jika aku ingin menemui, Luna?” “Kau tidak mungkin kan ingin menemuiku?” balas Dean. “Oh, kau benar. Iya, tapi aku yakin dia su-“ “Siapa bilang ia sudah mati? Ia masih sehat dengan wajah cerianya.” “Wajah ceria?” Callista merasa aneh dengan sikap Dean yang sedikit berubah ini atau sebenarnya ia yang tidak tau jika kepribadian Dean sehangat itu? Hangat? Tidak, maksud Callista ia memiliki kepribadian yang cukup baik. “Yaudah, bawa aku kembali.” Percakapan mereka berdua hanya sampai di sana dengan Callista yang mengikuti Dean masuk ke dalam mobil untuk kembali ke mansion. *** “Luna!” panggil seseorang saat Luna sedang tiduran dengan berimajinasi. Luna merasa tersentak sedikit karena pintu kamar itu tiba-tiba terbuka, disusul dengan suara yang sangat nyaring membuat Luna terkejut, perubahan suasan sunyi ke berisik sedikit tidak bisa ditoleransi oleh Luna. “Hei?” balas Luna dengan sedikit bingung kenapa Callista kembali. “Ah itu, aku tadi jumpa dengan Dean.” “Dia baru pergi sehari yang lalu? Tapi udah kembali?” tanya Luna bingung kenapa Dean terlihat seperti terburu-buru. “Aku rasa urusannya hanya kecil, lagipula ada orang yang ditunggunya di rumah ini,” ungkap Callista. “Maksudmu aku?” Luna bangkit dari tidurnya seraya telunjuknya yang menunjuk dirinya sendiri. “Siapa lagi? Dean selama seperti itu jika ada orang lain di rumahnya, mungkin itu letak sikap sopannya.” Callista mendekati Luna dan duduk di sisi ranjang tempat tidur Luna, lalu merebahkan dirinya karena lelah. Ia sangat tegang berada di dekat Dean selama hampir 10 menit, bahkan mereka tidak bicara. “Kau sebenarnya ada masalah apa dengan, Dean?” Luna bertanya benar-benar karena penasaran kali ini, ia tidak bisa menebak hubungan sebenarnya antara Callista dengan Dean. Bahkan permasalahan antara keduanya terlihat sangat rumit, tapi tidak serumit yang sebenarnya. “Hanya sebatas rekan bisnis, tapi hubungan antara kedua keluarga kami sangat terikat. Aku tidak suka pemikirannya dan tindakannya yang tidak jelas itu, sedangkan ia sering merasa bahwa tindakannya itu sudah sangat benar. Entahlah, kami berdua saling bertolak belakang satu sama lain.” “Tapi aku penasaran sama perkataan yang sempat kau katakan tentang ia membunuh banyak wanita, itu gimana?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN