Chapter 4 - Salah sasaran

1673 Kata
Nicholas terlihat berjalan di lorong panjang yang beberapa waktu lalu dilewati Caroline, di samping kanan kiri tengah belakang lelaki itu ada Rolan dan beberapa anak buahnya yang mengikuti. Tepat para rombongan Nicholas berdiri di hadapan pintu raksasa di hadapannya seorang yang memang telah ditugaskan menjaga pintu itu membukakan pintunya. "Selamat datang Tuan," sapa mereka membungkuk hormat. Dan Nicholas disambut oleh hal-hal menakjubkan di dalamnya, semua yang berhubungan di dalam ruangan ini Ilegal, ada banyak yang berpesta narkoba sambil bertransaksi antar pengguna, bahkan ada yang berjudi. Tapi Nicholas tak tampak terkejut, pria itu malah melangkah santai memasuki ruangan luas dan megah itu. Tiba-tiba seorang pria berusia lima puluh tahun mendatanginya dengan dua wanita di kanan kirinya yang merupakan istri lelaki tua bangka itu. "Selamat datang tuan, apa Anda perwakilan Mr. Matthew," tanyanya. Nicholas sejenak terdiam memperhatikan pria setengah baya di depannya itu lalu menganggukkan kepalanya-mengiyakan ucapan pria itu. "Kalau begitu selamat datang, saya Arthur yang mengadakan semua ini," ucap Arthur menjulurkan tangannya sembari tersenyum. Nicholas mengangguk, "Saya Anthony Frenzy." Nicholas membalas uluran tangan pria paruh baya itu. Selama beberapa menit kemudian, Arthur terus berceloteh tentang Nicholas, tentang kemisteriusan lelaki itu, tentang identitasnya yang rahasia sekali. "Sebenarnya ada banyak yang ingin saya tanyakan tentang Mr. Matthew-kenapa tidak langsung menghadiri pesta ini-" Nicholas menatap Rolan dengan isyarat sesuatu, lelaki itu sepertinya tidak nyaman terus mendengar coletahan tak penting Arthur. Lelaki itu mengisyaratkan agar menyingkirkan pria tua itu dari hadapannya. *** Setelah selesai dengan teleponnya, Caroline berniat keluar dari toilet tapi suara percakapan yang menarik perhatianmu membuatnya mengurungkan niat keluarnya. "Kau tahu, madam Ressa telah melakukan transaksi besar-besaran?" tanya si wanita dengan gaun pinknya yang sangat tipis. "Aku tahu dan lebih parahnya, wanita tua itu mengambil seorang wanita desa dari negeri apa, aku lupa. Untuk dijadikan tambang emasnya dan kau tahu wanita itu sangatlah cantik," sahut si gaun hitam dengan tangan yang tengah memoleskan lipstick pada bibir tebalnya. "Kau pernah melihat wanita itu?" tanya si gaun pink. "Pernah sekali, dan gadis itu masih di bawah umur, dan yang kutahu akhir-akhir ada seorang polisi bermain peran, tengah mengintai mereka secara halus tanpa diketahui siapa pun. Jadi kau sebaiknya sedikit menjauh dari madam Ressa." Jawab si gaun hitam. "What, bagaimana kau tahu?" tanya si pink. "Well, pak tua itu yang memberitahuku," jawab si gaun hitam. Detik setelahnya, mereka berdua keluar meninggalkan Caroline. Wanita itu terlihat berpikir. Rachel pernah bercerita padanya, mengenai kasus klub dan nama madam Ressa itu juga pernah disebutkan sahabatnya. Nanti saja aku tanyakan. Batinnya. Lalu Caroline keluar dari kamar mandi dan matanya terbelalak melihat kekacauan di depannya, dan ia melihat Jack tengah menahan seorang pria, dan ada juga beberapa orang berkelahi dan berlarian. Dan yang membuat Caroline ngeri adalah suara tembakkan beruntun yang terdengar di telinganya. "Akh, lepaskan!" Pekik Caroline saat seorang pria tiba-tiba menyergapnya. "Jack!" seru Caroline saat melihat Jack yang mengisyaratkan sesuatu padanya dan ia mengerti akan hal itu. Caroline langsung mengangkat tangan pria itu di lehernya lalu memilinnya hingga pria itu meringis kesakitan, tapi sedetik kemudian Caroline langsung kesakitan saat pria itu memukul kepalanya sedikit keras. "Kau tidak apa-apa?" tanya Jack, sedetik kemudian setelah menyingkirkan pria yang berulah dengan Caroline. "Aku hanya pusing sedikit." jawab Caroline sembari menyentuh kepalanya yang berdenyut. Hingga, di beberapa menit kemudian Caroline tiba-tiba mengeluarkan pistolnya saat melihat pria di depannya tengah menyodorkan pistolnya pada pria yang Ia kenal beberapa saat lalu. *** Detik selanjutnya mata Caroline terbelalak tak percaya. Bukan dirinya yang menembak atau pria yang berdiri di depannya, melainkan pistol yang diacungkan Jack yang berbunyi dan pelurunya tersarang pada pria yang berdiri beberapa meter di depannya yang berniat menembak Nicholas. Tubuh pria itu limbung seketika tapi sepertinya masih bisa menyeimbangi tubuhnya agar tidak terjatuh, dan kembali mengacungkan pistolnya pada Nicholas sebelum polisi berhasil menyergapnya. Misinya harus terselesaikan dengan tuntas. Caroline semakin terbelalak saat pria di depannya kembali mengacung pistolnya pada Nicholas. Dor "Aah!'' Nicholas meringis saat sebuah peluru kecil menyerang di bagian perut kanannya. Tubuh lelaki itu langsung limbung ke lantai. "Tuan." Rolan langsung berjongkok, raut wajahnya terlihat cemas melihat kondisi tuannya yang tertembak. "Ahhh perempuan itu!!'' Geram Nicholas menatap tajam Caroline yang terlihat panik dengan tangan menutup mulutnya sedangkan bisa Nicholas lihat sebuah pistol tergeletak manis di samping kaki kanan perempuan itu. Sedangkan Caroline sendiri terbelalak hebat merasa tak percaya dengan apa yang telah dilakukannya, tangannya gemetar hebat dengan wajah pucat. Oh god! Apa yang telah dilakukan tangan kurang ajarku?! Batinnya kesal bercampur takut akan tatapan tajam yang sekarang dia lihat bersumber dari pria yang telah menolongnya itu. *** Caroline berlari menerobos kerumunan untuk keluar dari Klub. Sesampainya di luar Caroline langsung menjauh dari tempat laknat itu. Di pikirannya sekarang, ia harus kabur!! Pria yang ditembaknya-sepertinya bukan pria sembarangan, terakhir kali sebelum pria itu dibawa anak buahnya, Caroline melihat isyarat mulut pria itu ke arahnya, dan ia mengerti akan isyarat itu. Dan isyarat itu bukanlah hal baik! Bodoh kau Caroline, kau menjerumuskan dirimu dengan tingkahmu sendiri. Batinnya merutuk. Caroline melanjutkan langkahnya berlari secepat mungkin menjauhi Klub, ia harus pergi dari sana tapi sedetik kemudian ia merasa nasibnya sial! Sebuah mobil limosin hitam berhenti di sampingnya tak lupa dua mobil mengikuti di belakang. Saat pintu belakang mobil dibuka, Caroline menahan napasnya saat melihat pria yang ditembaknya tengah menatapnya dingin, tapi jelas sekali Caroline melihat raut kesakitan dari tatapan pria itu. Tatapan Caroline kemudian terarah pada perut lelaki itu dan ternyata banyak sekali darah yang keluar dari sana. Apa sakit sekali? Tanya batinnya. Tentu saja bodoh. Itu karena tangan cerobohmu itu! Sahut Dewi batinnya yang lain. "Bawa dia." Caroline bahkan sempat-sempatnya mendengar nada perintah lelaki itu yang terkesan parau dan sexy. Kau gila Caroline! Batinnya kemudian karena dengan bodohnya ia malah memerhatikan nada suara lelaki ini. Hingga sedetik kemudian, seorang pria mencekal lengannya dan berniat mengajaknya untuk memasuki mobil. Tapi Caroline malah menepisnya. "Lepas. Jangan sentuh!'' desisnya. "Nona, kau harus masuk." Pria itu tanpa peduli kembali menyeret Caroline untuk masuk tapi Caroline terus menolak. Jadilah mereka saling tarik menarik. Sampai akhirnya, suara dering telepon memecah keributan, Caroline terus menepis tangan pria yang menahan tangannya, sehingga dirinya susah untuk mengambil ponsel di tasnya. "Lepaskan dulu, aku ingin mengangkat teleponnya." Desis Caroline, menatap tajam pria di depannya yang langsung terdiam, lalu menoleh ke arah tuannya masih sambil mencekal tangannya. Nicholas mengangguk membiarkan dan Caroline langsung mengangkat ponselnya yang terus berdering. Tapi belum juga mengatakan satu patah kata pun, Caroline terkejut saat tiba-tiba tubuhnya ditarik tanpa permisi untuk memasuki mobil. Di dalam mobil, anak buahnya mengabarkan bahwa polisi ada beberapa meter di belakang mereka. Dan Nicholas memerintahkan mobil untuk melaju kencang-mengebut dan membuat Caroline memekik was-was sedangkan Nicholas tampak tenang meski wajahnya terlihat semakin pucat, dan darahnya terus saja keluar dari perutnya. "Hai, kau gila! Turunkan kecepatannya!!" teriak Caroline. "Diamlah. Kau. Membuatku. Pusing." Desis Nicholas. Mendengar penekanan dari mulut Nicholas, entah kenapa membuat Caroline bungkam seketika padahal mulutnya selalu cerewet. "Apa sakit sekali?" tanya Caroline memecah keheningan dan tanpa sadar tangannya menyentuh tangan besar Nicholas yang dipenuhi darah. Nicholas melirik tangan itu kemudian mendengus. "Apakah harus ditanyakan lagi–Akh!" ucapan dingin Nicholas saat membalas pertanyaan Caroline berujung erangan sakit saat tiba-tiba denyutan sakit menyerang perutnya yang tertembak. "Maaf, aku-aku benar-benar tidak sengaja," kata Caroline merasa bersalah. "Maaf, kau meminta—akh s**t!" belum juga menyelesaikan ucapnya Nicholas kembali mengerang dengan suara lebih keras. Caroline yang panik tanpa sadar membentak anak buah Nicholas. "HAI, APA KALIAN TIDAK MELIHAT TUAN KALIAN SEKARAT, CEPAT KEMUDIKAN MOBILNYA KE RUMAH SAKIT TERDEKAT!!" bentaknya dan semua orang di sana termasuk Nicholas tercengang-tak percaya bahwa wanita asing ini berani membentak. Nicholas menatap wanita di sebelahnya dengan pandangan takjub—merasa ketertarikan. "Apa? Kenapa melihat melihatku seperti itu?!" Nicholas tersenyum tipis, tidak menjawab. "Apa masih jauh?" ucapnya membuka suara. "30 menit lagi kita sampai tuan." "30 menit lagi? Cari saja rumah sakit terdekat, pria ini akan mati menunggu selama itu." Sahut Caroline tak habis pikir, banyak rumah sakit terdekat kenapa harus membutuhkan waktu selama itu untuk sampai. "Kita tak bisa ke rumah sakit," ucap Rolan. Pria paruh baya itu terlihat menatap khawatir Nicholas. "Memang kenapa-" ucapan Caroline terhenti karena ponselnya kembali berdering. "Kembalikan ponselku." Caroline merebut ponselnya dari pria tadi. "Halo," sapanya setelah mengangkat panggilannya. Detik berikutnya mata Caroline terbelalak setelah mendengar penuturan di seberang telepon. "Bagaimana keadaan mereka sekarang?" tanya Caroline setelah mendengar pernyataan dari seberang telepon, wajahnya terlihat cemas, dan semua itu tak luput dari penglihatan Nicholas. "Syukurlah, aku akan segera ke sana. Tunggu aku." Caroline memutus sambungan teleponnya. "Antarkan aku ke RS.." ucap Caroline tiba-tiba. "Apa?" "Antarkan aku ke rumah sakit yang tak jauh dari sini. Lagi pula pria ini harus mendapat penanganan secepatnya, rumah sakit itu tak jauh dari sini." ucap Caroline tak sabar. Dan sekarang Nicholas menjadi pusat perhatian dari orang-orang yang berada di mobil itu, tentu untuk mendapatkan persetujuan. Nicholas terdiam sesaat sampai akhirnya menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Caroline yang menghela napas lega, sedangkan beberapa anak buahnya menatap tidak percaya. "Tapi tuan?" "It's oke, lagi pula aku tidak kuat lagi menahan luka ini." *** Sesampainya di tempat tujuan. "Kenapa diam saja, ayo turun!" ucap Caroline tak habis pikir, bukannya turun orang-orang yang berada di dalam mobil malah diam saja. "Aku akan turun." Nicholas membuka suara menyahut. Rolan mencekal tangannya, tampak ragu. "Tapi tuan?" "It's oke, dan salah satu dari kalian ikut aku. Jerry kau bantu aku." katanya kemudian memerintah pada salah satu anak buahnya yang bernama Jerry. "Kenapa tidak saya saja?" tanya Rolan mengajukan diri. Nicholas menggeleng. "Kau duduk diam saja di sini, paman. Jerry ayo." "Baik tuan." Mereka bertiga lalu turun, dan pintu mobil langsung tertutup. Nicholas di papah oleh Caroline tanpa sungkan. "Kau tidak apa-apa?'' tanya Caroline menoleh pada pria yang tengah dipapahnya itu. "Hm." Nicholas hanya bergumam. "Maaf aku benar-benar tidak sengaja tadi." Caroline tiba-tiba meminta maaf. Nicholas menyeringai samar. "Aku akan memberikanmu hukuman." Bisiknya sambil menoleh dan secara bersamaan dengan Caroline membuat pandangan mereka bertemu dengan jarak yang sangat dekat. Cantik. Dan itu yang berada di benak Nicholas setelah menatap dalam wajah Caroline, dan dalam kondisinya yang seperti ini masih sempat-sempatnya. Sedangkan Caroline merasakan firasat buruk. "Aku harus pergi, ada seseorang yang harus aku temui."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN