“Kenapa?” Fadli tersenyum lalu mengambil duduk di atas ranjang di samping Caca setelah mengunci pintu. Laki-laki itu mengambil tangan kanan Caca lalu menggemgamnya dengan erat. “Eung... malam ini kita menginap di hotel dekat bandara saja ya?” tanyanya dengan pelan. Sebelah alis Caca terangkat. Kata 'kenapa' keluar dari mulutnya tanpa suara. “Besok aku harus kerja. Pagi-pagi sekali sudah harus terbang ke Jakarta.” “Lalu?” tanyanya panik. Berbagai macam pikiran mengenai Bundanya mengalun dalam benak. “Aku sudah bicara kan ini dengan Ayah dan Bunda. Kamu gak perlu khawatir. Nanti sesekali kita akan menjenguk mereka,” jelas Fadli. Gadis itu menghela nafas tanpa sadar. Tapi pikiran lain seakan baru menyadarkannya. Ia tidak hanya Caca anak Bunda lagi melainkan Caca istri Fadli. Kini Fadli yan