Bagian 13 - Hari Yang Menyebalkan

1871 Kata
Anna menutup wajahnya yang sembab dengan Make Up tipis. Semalaman, dia tidak bisa tidur karena ter bayangi oleh perkataan Selena yang mengatakan jika saat dirinya bertaruh nyawa, justru Luke sedang berada dalam pelukan wanita jadi-jadian itu. Marah, kesal, kecewa. Entahlah, Anna tak bisa menentukan perasaannya. Hanya saja, dia tidak bisa menghentikan aliran air mata yang dia sesali tak mau berhenti. Jika saja Anna bisa, dengan senang hati Anna akan melempar Selena keluar dari rumahnya dan menutup pintu gerbang rapat-rapat agar wanita tak tahu malu itu tak akan pernah bisa kembali lagi. Tapi, setelahnya, Luke pasti akan melakukan hal yang sama pada dirinya, melihat betapa berharganya Selena di mata suaminya. Lalu, apa yang bisa di lakukannya sekarang? Apa dia bisa melakukan sesuatu? Jawabannya adalah tidak ada. Anna hanya bisa diam dan berpura-pura tuli dengan sekelilingnya. Toh, untuk komen pun hanya akan membuang tenaga, waktu dan kesabarannya mengingat posisinya di rumah ini tak lebih dari seorang pembantu. Tentu saja, sampai suaranya habis pun, Luke tidak akan mendengarkannya. Klik! Pintu kamarnya terbuka. Anna menoleh dan mendapati suami kurang ajarnya berdiri di sana dengan tampang sangarnya seperti biasa. Kelihatannya, Luke tidak ke kantor pagi ini, melihat Luke tidak memakai setelan formalnya. Luke memakai baju santai biasa. Dan terlihat—Manly. Anna kembali menatap cermin. Melihat tampang Luke yang sangar-sangar menggemaskan sangat berbahaya untuknya. Anna tak bisa mengelak, jika dia terpesona sekaligus muak. Tentu saja b******n seperti suaminya akan mudah mendapatkan wanita mana pun dengan ketampanan juga uangnya. Tak heran, jika jalang seperti Selena, rela berbuat apa pun demi menjadi jalang suaminya. Anna mengambil tali rambut yang berada di kotak make up nya. Rambutnya yang panjang bergelombang dan sedikit pirang dia ikat dengan asal. Sebentar, Anna melihat kembali wajahnya yang sembab. Malu juga ‘kan, jika Luke atau pun Selena harus melihat ke mellow annya di hari se pagi ini? Setelahnya, Anna mengambil tongkat untuk membantunya berjalan. Dia tidak mau pakai kursi roda. Dia masih sanggup berjalan dengan sebelah kakinya. Tidak mungkin juga, dia harus meminta bantuan Luke, yang akhirnya Luke akan mencibirnya atau melakukan hal lain yang akan membuat emosinya terpancing dan berakhir, perdebatan panjang dan runyam. “Sok kuat banget ya kamu?” Celetukan Luke yang tiba-tiba terdengar, membuat Anna menghela nafasnya pelan. Memang, tiada hari-hari tanpa berdebat dengan suami sangar menyebalkannya yang bernama, Luxander. “Emang situ ada masalah ya? Bukannya bagus, jika saya tidak membuat kamu kerepotan,” balas Anna dengan sengit sambil terus berjalan melewati Luke walaupun sedikit tertatih. Kakinya sudah tidak begitu nyeri. Obat yang Peter berikan, sangat mujarab ternyata. Dia harus teratur meminumnya agar tak terlihat menyedihkan di mata suami beserta pasangan jalangnya. “Nanti kamu jatuh, Anna!” geram Luke, melihat betapa keras kepalanya Anna. Pagi-pagi dia mendatangi kamar Anna karena berniat baik. Walaupun sedikit, dia ingin menebus kesalahannya dengan membantu Anna beraktivitas. Mau tak mau, kecelakaan yang menimpa Anna dia lah penyebabnya. Anna melirik Luke kilas. “Biarin! Nanti juga bisa bangun lagi,” jawab Anna sinis membuat emosi terpantik di antara mereka berdua. “Dasar Keras kepala!” “Dasar sok perhatian!” Grep! “Aww, apa yang kamu lakukan Luke? Turunkan aku!” teriak Anna begitu Luke menggendongnya seperti kemarin tanpa persetujuannya. Luke mendengus kesal, sambil terus berjalan walaupun Anna meronta-ronta dalam pelukannya. Sialan! Anna selalu menolaknya. “Bisa tidak? Mulut kamu yang cerewet itu diam sebentar.” “Enggak bisa! Aku mau protes! Kamu tidak bisa seenaknya begini, sama aku!” Luke menghentikan langkahnya. Matanya yang tajam, menyorot ke dalam manik mata Anna yang sendu tapi penuh ketegasan. Dengan suara rendah, Luke pun bertanya, “Apa alasan kamu selalu menolakku?” Mendengar pertanyaan Luke, Anna berhenti meronta. Kenapa Luke, tiba-tiba bersikap lembut dan tenang seperti ini? Tidak seperti biasanya yang ingin memakannya hidup-hidup. Apa Luke sedang merencanakan sesuatu? Misalnya, membuatnya luluh dan kemudian saat dia menyerahkan segalanya, Luke akan membuatnya masuk ke dalam penjara. Ya, mungkin Luke sedang merencanakan sesuatu yang licik dan dia tidak boleh gegabah dan percaya begitu saja. “Aku pembantumu! “ “Aku tau.” “Aku membencimu!” “Aku juga!” “Kamu setan!” “Dan kamu iblisnya.” Mereka sama-sama terdiam. Perdebatan di antara mereka terputus begitu saja. Anna tidak menemukan kata-kata lagi untuk mendebat Luke. Luke selalu menemukan kata-kata untuk mengalahkan argumennya. Anna menyerah. Diam adalah satu-satunya cara agar dia tak kehabisan tenaga. “Mau jatuh sendiri, atau aku banting?!” Anna mengerucutkan bibirnya—kesal. Untuk apa Luke menggendongnya jika akhirnya memberikan ancaman seperti itu? Sangat tidak sopan. Luke sangat menyebalkan. Kasihan kan p****t kesayangannya jika harus merasakan kerasnya lantai? Dengan terpaksa, Anna memeluk leher Luke lagi. Ini yang namanya, mencari kesempatan dalam kesempitan. d**a Luke yang bidang, sangat sayang untuk Anna lewatkan. Jadi, dengan tenangnya, Anna bersandar di sana. Tempat ternyaman yang seharusnya hanya menjadi miliknya—seorang. “Mau ke mana?” tanya Anna begitu Luke melewati ruang tamu. “Kita akan makan di restoran.” “Tidak perlu. Kita makan di rumah saja.” Luke menghela nafasnya kasar. Baru tau dia, jika Anna adalah tipe wanita yang cerewetnya kebangetan. Perasaan saat kuliah dulu, Anna selalu menutup diri saat Luke mendekatinya. “Dasar t***l! Kau kira, aku bisa masak?” “Siapa yang menyuruh kamu masak?” tanya Anna gemas bercampur kesal karena tingkah songong Luke yang ala-ala sultan. “aku yang akan masak. Lagi pula aku masih bisa berdiri tegak.” “Tidak boleh!” “Kenapa?” tanya Anna dengan alis mengernyit. “kamu khawatir padaku?” lanjutnya. Mendengar perkataan Anna, Luke lantas tertawa terbahak. “Mimpi ya? Bangun Woy! Sadar diri, masakan kamu itu bikin orang darah tinggi!” “Hmm ...” lirih Anna pelan. Sepertinya, masakannya memang akan membuat Luke mati mendadak. Secara, dia tidak pernah memasak dan masakan yang dia masak berdasarkan pengetahuan di Google saja. “enggak peduli tuh aku ... “ lirih Anna berpura-pura tak peduli. Walaupun yang sebenarnya dia merasa malu tingkat tinggi. “Tuan .... “ Luke menghentikan langkahnya begitu terdengar suara Selena memanggil. Sedangkan Anna memalingkan muka sambil mendengus kesal. Wanita jadi-jadian itu selalu menghancurkan segalanya. Baru saja, dia membangun kedekatan dengan Luke walaupun melalui cara berbeda, dengan bertengkar. Dan sekarang, semuanya menjadi buyar dan sepertinya Selena akan melakukan sesuatu untuk menarik simpati suaminya. Selena melangkah mendekat dengan senyum yang terlihat murahan di mata Anna. Ingin rasanya, Anna menggunting bibir tebal yang mengkilap oleh polesan lipstik tebal berwarna merah menyala itu. Pakaian Selena juga. Pabrik yang menjualnya pasti kekurangan bahan. Lihat saja, sudah ketat pendek pula. Hanya sampai setengah paha. Tanpa lengan dan berpotongan d**a rendah yang hampir membuat p******a Selena nyaris tumpah. Menjijikkan. Batin Anna. “Ada apa?” Ini dia yang membuat Anna kelebihan dosis saat mengagumi Luke. Pembawaan Luke yang dingin, dengan sorot mata tegasnya, membuat jiwa fanatiknya berontak. Tolong, dia ingin sekali menciumi rahang tegas itu. “Saya sudah memasak sarapan. Tuan tidak perlu makan di luar,” ucap Selena dengan suara lembutnya yang Anna yakini hanya settingan belaka. “Kamu makan sendiri. Aku tidak tertarik untuk mencoba masakanmu.” Hore... Anna bersorak dalam hati. Penolakan Luke membuatnya merasa Happy. Lihat saja, wajah Selena yang semula berseri-seri, kini mendung bagai awan hitam yang menyimpan petir. Selena mencoba tersenyum manis. Dia tidak boleh menyerah hanya karena satu penolakan saja. Mendapatkan simpati Luke adalah peluang terbesar agar Luke tetap mempertahankan dirinya. “Hanya mencicipi saja Tuan. Setelahnya, Tuan boleh pergi. Ini sudah agak siang. Saya tidak mau Tuan sakit. Apalagi setelah mengeluarkan banyak tenaga seperti tadi pagi.” Selena terkikik. Lain hal nya dengan Anna yang harus kembali merasa di khianati. Bagaimana pun, dia benci saat mendengar wanita jalang itu mengungkapkan aktivitas kotor mereka. Dan ini sudah yang ke dua kalinya. Di rumahnya pula. Anna mendongak menatap Luke. Semoga saja, Luke tetap menolak. Jika tidak, hancur sudah mood nya pagi ini. Selena berdebar. Semoga saja, usahanya tidak sia-sia. Dia berharap Luke tidak akan menolaknya. Dan dia, akan terus menjadi pemisah antara Luke dan Annastasia. Itu janjinya. Anna dan Selena terdiam menanti jawaban Luke. Dan keputusan Luke mengatakan, “Aku akan mencicipi. Tapi jika rasanya tidak enak, kamu tidak boleh menyentuh dapur ini lagi. Mengerti?!” Selena mengangguk sambil tersenyum bahagia. Sedangkan Anna harus menerima kekalahan hari ini. Luke kembali melangkah menuju dapur. Tidak ada salahnya ‘kan dia menghargai jerih payah Selena yang sudah ber buat baik dengan memasak makanan untuknya hari ini. Lagi pula, kondisi Anna masih sangat buruk. Anna tidak mungkin memasak dengan langkah tertatih-tatih seperti itu. Menyedihkan, sekaligus kasihan juga. Sebelumnya, Luke lebih dulu meletakkan Anna di kursi kemudian Luke sendiri, duduk di kursinya. Selena mulai beraksi dengan menyiapkan makanan di atas piring Luke. Sedangkan di piring Anna tidak. “Silakan Tuan.” Selena tersenyum manis kemudian berdiri di samping Luke dengan tangan bertumpu di sandaran kursi Luke. Luke mencicipi masakan yang Selena buat dan—lumayan. Rasanya lebih enak dari pada masakan Anna. Setidaknya, masakan Selena tidak akan membuatnya mengidap penyakit darah tinggi di usia muda. “Hum ... Rasanya lumayan. Kamu juga pintar memasak ternyata,” puji Luke dan Selena tersenyum bangga mendengarnya. “Benarkah? Jika Tuan suka, setiap waktu saya akan memasak untuk Tuan.” Anna berdecih pelan. Lihat, wanita jalang itu semakin bertingkah. Berniat menguasai rumahnya juga ya? Tidak akan. Tidak akan Anna biarkan, Selena berkuasa atas segalanya. Ini rumahnya dan Luke, suaminya. Anna akan mempertahankan semua yang menjadi miliknya. Walaupun, perasaan untuk Luke masih belum ada di hatinya. “Tidak perlu. Aku masih hidup untuk memasak untuk suamiku!” “Uhuk !” Luke tersedak begitu mendengar jawaban Anna. Bukannya Luke tidak melihat raut wajah kesal Anna dan aura permusuhan yang Anna tunjukkan saat melihat keberanian Selena yang dia tau untuk mengambil simpatinya. Tapi, Luke tak pernah mengira Anna akan menunjukkan ke tidak sukaannya dengan transparan seperti ini. “Tapi, kamu ‘kan sedang sakit. Mana bisa masak?” Pret! Ini yang membuat Anna semakin muak. Giliran ada Luke, bibir tebal Selena yang bentuknya seperti ikan paus itu bergerak lemah lembut. Lah, kemarin, Selena menjelma menjadi nenek sihir begitu bertemu dengannya. Ingin menantangku huh?! Baik. Akan aku tunjukkan siapa aku yang sebenarnya. Batin Anna. “Aku akan sembuh. Dan jangan lupakan, aku yang berkuasa atas semua yang berada di rumah ini. Kamu hanya tamu dan sewaktu-waktu, aku juga bisa mengusirmu keluar dari rumahku!” Habis sudah kesabaran Anna. Dia sudah menunjukkan taringnya sekarang. Tak peduli dengan komentar Luke atau apa pun yang Luke pikirkan tentang sikapnya. Dia sudah terlalu muak melihat sandiwara di depannya. “Tuan, Hiks .. Hiks.. “ Selena menangis terisak. Dan Anna tau, itu hanya bualan untuk mendapatkan simpati suaminya lagi. Anna memalingkan muka. Bersikap seolah tak peduli dengan apa pun yang terjadi di sana. Selena dengan sifat jalangnya sudah banyak menggoda suaminya se pagi ini, dan suaminya dengan mudahnya terpikat begitu saja. Lantas, apa yang harus dia lakukan sekarang? Meminta Luke untuk pergi dengannya saja, begitu? Ahh, tidak mungkin. Bisa-bisa, Luke besar kepala nanti. Tapi Anna lapar. Berdebat dengan jalang itu, membuat perutnya semakin meronta untuk di isi. Mengambil sendiri masakan Selena yang terhidang, pastilah akan membuat Selena menertawainya. Lalu apa gunanya dia di sana? Dia tak ubahnya seperti seekor lalat saja. Anna bangkit dari kursi dengan emosi sampai di ubun-ubun. Dan, grep! Anna kembali terduduk. Tapi bukan di kursi lagi. Melainkan dalam pangkuan Luke yang menatapnya dengan pandangan—entah Anna juga tidak tau apa maksudnya. “Apa yang—emp!” Protes Anna tertunda begitu Luke menyuapinya. Anna tentu saja kaget dan berniat membuang makanan tak bermutu itu dari mulutnya. Tapi, Luke menahannya dengan menutup mulut Anna dengan tangannya. “Kamu juga ingin menolak makanan yang aku suapi?” tanya Luke. “makanlah. Aku sudah mencicipinya. Makanan ini tidak mengandung racun.” Anna terbengong sembari mengunyah makanan dalam mulutnya. Tentu saja sikap lembut Luke membuatnya terhipnotis. Luke lebih memilih dirinya. Luke tidak peduli dengan bualan Selena yang berpura-pura menangis. Dia menang. Itu berarti, dirinya lebih berarti di mata Luke di bandingkan si jalang itu. Aku akan mendapatkanmu, lihat saja nanti. Batin Anna.  *** Catatan : Novel ini sudah tersedia dalam versi Ebook di google playstore. Cukup klik Riski Hakiki di kolom pencarian. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN