Bagian 14 - Lebih Baik

1147 Kata
Anna tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Luke seharian ini. Tadi pagi, Luke menyuapinya. Lalu mengantarnya pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisi kakinya. Dan sebelum pulang, Luke masih mengajaknya jalan-jalan. Anna ingat, perdebatan kecil mereka di rumah sakit tadi, hanya gara-gara dia tidak mau Luke gendong. Saat itu, mereka baru sampai di rumah sakit dan Luke melarangnya untuk berjalan sendiri. “Aku akan menggendongmu,” ucap Luke saat Anna akan melangkah turun dari mobil. Anna tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. “Tidak usah Luke. Aku bisa kok jalan sendiri.“ tolak Anna halus. Dia tidak mau merusak suasana baru yang tercipta di antara hubungannya dan Luke. “Cerewet banget ya kamu? Bisa tidak, enggak usah sok kuat terus. Kamu itu lemah dan kamu butuh aku!” Anna menundukkan kepala. Lihat ‘kan betapa judesnya suaminya yang bertampang sangar itu. Jika saja Luke menjadi wanita, pasti Luke akan bermulut pedas dan di takuti oleh pria-pria yang mencoba mendekatinya. “Gimana? Mau tidak? Kalau tidak mau, kita pulang!” Anna mendengus kemudian berkata, “Iya. Mau, mau. Puas?” “Belum. Akui dulu, jika kamu lemah dan butuh bantuanku!” Anna memutar bola matanya asal. Kenapa Luke harus menjengkelkan seperti ini? Bisa-bisa dia stroke dan meninggal mendadak jika seperti ini terus. “Aku lemah Luke! Tolong bantu aku!” Anna berteriak kuat-kuat. Biarkan saja, Luke tuli karena kebisingan suaranya. Salah siapa, Luke harus memancing emosinya. Luke tertawa pelan kemudian menggendong Anna. Membuat Anna jengkel dan marah-marah seperti ini, kini menjadi hiburan tersendiri untuknya. “Dasar cerewet!” bully Luke. Entah apa yang merasukinya. Efek karena takut akan ancaman ayahnya atau sebab apa, bertengkar dengan Anna menjadi favoritnya, sekarang. “Dasar banyak maunya!” balas Anna tak kalah sengit. Luke membawa Anna menemui seorang dokter kepercayaan keluarganya. Setelah di periksa, dokter itu mengatakan jika kondisi kaki Anna sudah membaik. Bahkan dokter itu sempat di buat heran karena penyembuhannya sangat cepat. “Kamu minum obat apa sih?” tanya Luke. Saat ini, mereka sudah berada di mobil menuju ke sebuah pusat perbelanjaan. Luke bilang, dia masih ingin singgah sebentar dan membeli sesuatu. Anna menatap Luke yang mengemudikan mobil dengan tampangnya yang sangar-sangar menggemaskan. “Hanya minum obat yang di berikan Peter ,” jawab Anna. “Kamu bertemu Peter? Di mana?” “Di hotel.” Luke memukul setir mobilnya pelan. Bisa-bisanya Anna mengambil kesempatan dengan menemui Peter di hotel? Sialan! “Aku bangun dan mendapati Daddy juga Peter berada di dekatku. Aku tidak tau apa yang terjadi setelah aku pingsan. Tapi aku yakin. Daddy dan Peter lah yang sudah menolongku dari para preman jalanan itu. “ Anna membuka suara. Menjelaskan pada Luke alasan apa yang membuatnya bertemu dengan Peter agar Luke tidak semakin salah paham dan menganggapnya masih mengharap lebih pada adik iparnya itu. Luke membalas tatapan Anna. Dia sudah salah paham. Dia terlalu cepat mengambil kesimpulan hanya karena kesal. Kesal? Entahlah, Luke harus berpikir ulang dengan perasaan yang dia rasakan. “Kamu memukul setir? Kenapa?” lanjut Anna membuat Luke membuang muka ke arah jendela. “Nyamuk. Tadi, ada nyamuk di sana. Kamu tidak lihat?” bohong Luke untuk menutupi kesalahan yang pasti terlihat bodoh di mata Anna. Anna menggeleng pelan sebagai jawabannya. Dia kira, mobil se mewah milik Luke tidak akan ada nyamuk yang berani memasukinya. Mereka sudah sampai di Mall. Luke kembali membantu Anna turun dari mobil. Perban kaki Anna sudah di lepas. Hanya saja, langkah kaki Anna masih sedikit pincang. Anna kembali menolak saat Luke akan menggendongnya lagi. “Ini tempat umum. Bantu aku berjalan saja, ya?” cicit Anna memohon. Orang-orang pasti akan menilainya tak berguna jika Luke terlalu memperlakukannya seperti itu. Luke tak menjawab. Tapi Anna tau, Luke menyetujuinya. Terbukti, Luke tak protes dan memilih menggandeng tangannya. Luke membawanya masuk ke sebuah toko perhiasan. Anna diam saja, sementara Luke sibuk dengan para pelayan di sana. Entah apa yang Luke beli di sana. Anna tidak mau ikut campur. Lebih-lebih jika Luke membelikan sesuatu untuk wanita jadi-jadian yang sedang menumpang di rumahnya. Luke menghampiri Anna. Anehnya, tak ada apa pun yang Luke bawa. Tentu saja, Anna bersyukur karena Luke tidak jadi membeli sesuatu untuk wanita jalang itu. “Kita ke toko baju,” ajak Luke dan Anna menolak dengan lemah. “Ngapain? Kita pulang saja.” “Bali baju buat kamu. Aku lihat, baju kamu sudah kumal dan murahan. Kamu menodai citraku sebagai pebisnis kaya. Orang-orang pasti menilai ku suami pelit.” Anna tergelak. Sejak kapan, Luke peduli padanya. Dan apa Luke bilang? Pakaiannya murahan? Tidak salah? Luke tidak mungkin lupa ingatan ‘kan, jika dia adalah putri dari seorang billionaire terpandang sekelas Axelendra Thomas. “Tidak perlu. Nanti, buang-buang uangmu. Lagi pula, bajuku masih pantas untuk dipakai.” Luke menarik tangan Anna dan menggendongnya seperti karung beras. Apa-apaan Anna selalu berani menolaknya? Belum tau dia, seberapa banyak kekayaannya sekarang? “Luke! Turunkan aku!” teriak Anna. Malu juga, menjadi pusat perhatian Orang-orang di sana. Luke tak peduli teriakan Anna dan rontaanya yang tidak bermutu. Dia tetap melangkah tegap menuju toko baju untuk membelikan Anna beberapa baju. “Aduh! Aku pusing!” rintih Anna saat Luke menurunkannya. Benar-benar sialan suaminya itu. Seenaknya menggendongnya seperti karung beras. Untung otaknya tidak bergeser. “Jangan banyak protes! Beli sesuatu atau aku akan membeli semua isi toko ini,” ancam Luke sebelum pergi dari sana. Anna menghela nafasnya kasar. Tuhan, sudah menghukumnya dengan memberinya suami se menyebalkan itu. ‘Ya Tuhan, suami macam apa yang kau berikan padaku?’ Batin Anna sambil mengusap-ngusap dadanya. Anna mengambil beberapa buah dress longgar, kemeja polos dan kaos polos kebesaran dalam daftar belanjaannya. Dari pada Luke mencak-mencak lagi karena dia tidak membeli sesuatu lebih baik dia menikmati waktu yang mungkin saja tidak akan terulang lagi. Siapa tau, besok-besok, Luke kembali khilaf. Darah tingginya kumat dan kesurupan lagi. “Kasihan ya, punya suami yang tampan dan kaya, tapi istrinya kumal dan pincang.” Anna menundukkan kepala. Wanita modis yang berada di sampingnya, jelas-jelas menyindirnya. Apalah dirinya yang saat ini, hanya memakai dress biasa, tanpa Make up dan rambut yang di ikat asal. Sangat kontras jika bersanding bersama Luke, yang terlihat perfect walaupun hanya memakai kaos polos dengan jeans pendeknya. Luke memang sempurna di lihat dari sisi mana pun. Luke bangkit dari duduknya. Dia melangkah mendekati Anna dan memeluknya. Anna yang mendapat pelukan dari Luke, tentu saja kaget bukan kepalang. “Aku akan membayar 1 juta dolar untuk siapa saja yang berhasil mencakar wajah ke dua wanita itu!” “Luke—“ Anna hendak protes. Tapi, Luke menatapnya dengan sorot mengancam. Terpaksa, Anna diam demi memilih jalur aman. Semua orang yang berada di sana, tentu saja berbondong-bondong mengejar ke dua wanita yang sudah lari terbirit-b***t itu. Siapa yang akan menolak uang 1 juta USD hanya demi sebuah cakaran? Rezeki anak Sholeh itu namanya. Selanjutnya, Luke mengajak Anna untuk makan di restoran. Dan Anna hanya menurut saja. Dari pada menjadi santapan makan malam singa di depannya. “Kamu pikir aku miskin? Dengan memilih baju-baju murahan seperti itu?” Luke membuka suara begitu makanan yang mereka pesan sudah tiba. Dan Anna harus memutar bola matanya asal. Sepertinya perdebatan di antara mereka tidak akan pernah ada habisnya. Baru saja Anna akan menjawab, tiba-tiba... “Luke?” suara familier yang terdengar di tengah-tengah mereka, membuat Luke dan Anna menoleh bersamaan. “Kau—“ suara Luke tertahan. Kenapa harus orang itu yang bertemu dengannya di sini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN