Lima belas menit setelah berdiskusi dengan Hugh, Dale menemani Judd menuju ke lobi. Pria itu mengatakan kalau ia akan menemui Sienna Miller, seorang petugas administrasi yang dipekerjakan Hugh di kantornya untuk menyerahkan hasil laporannya. Sienna adalah gadis berusia dua puluh lima tahun yang selalu tampil cantik. Hugh membantu wanita itu keluar dari kesulitan ekonominya dengan menjadikannya salah seorang pekerja administrasi. Dan setelah bergabung selama lebih dari tiga bulan di birokrasi, Dale hanya tahu kalau Sienna menikmati pekerjaannya. Terutama karena Ben seringkali datang untuk mengobrol dengan wanita itu. Dale tahu siasat Ben. Laki-laki itu bukan hanya menikmati saat-saat meneguk alkohol melainkan juga menikmati saat-saat bersama wanita cantik.
Dale menyukai Sienna, namun hanya sebatas rasa tertarik seorang laki-laki pada wanita cantik berambut gelap yang juga seorang keturunan Eropa. Dalam satu kesempatan, Dale pernah berusaha mendekati Sienna. Hasilnya tidak begitu baik. Sienna menyukai Ben dan Dale bukan seseorang yang akan mengencani wanita yang menaruh ketertarikan pada pria lain. Setelah semua itu, Dale berusaha untuk bersikap sewajarnya.
"Di mana Clay?" tanya Sienna pada Dale ketika Judd sibuk membolak-balik halaman kertas di dalam map. "Aku tidak melihatnya dua hari belakangan?"
"Hugh memberinya waktu istirahat. Ada apa?"
"Ada beberapa panggilan untuknya."
"Kau bisa mencatat pesan dari setiap panggilan itu dan sampaikan padanya ketika dia masuk."
Sienna mengangguk. "Apa Hugh mencariku?"
"Ya, dia sudah menunggumu."
"Apa tidak masalah jika kalian kutinggalkan?"
"Tidak," Judd yang menjawab. Tatapannya kini teralih pada wanita muda itu. Judd memberinya senyuman kecil saat mempersilakan Sienna. "Aku bisa menangani ini sendiri."
Sienna mengangguk. Ia kemudian menjelaskan letak laporan yang dibutuhkan Judd dengan cepat. "Laporan yang kau cari ada di rak dua dengan nomor urut sebelas. Aku telah menyusunnya sesuai abjad, jadi kau hanya perlu mengurutkannya. Semua surat-surat ada di laci penyimpanan yang paling bawah. Kalau kau ingin meminjamnya silakan, kau bisa mengisi kolom catatan di buku ini," Sienna menunjuk ke arah buku laporan peminjaman dokumen pada Judd, ia kemudian melanjutkan, "Dan tolong, letakkan itu di lemari jika kau sudah selesai."
"Akan kuingat." Judd menyingkir untuk memberi wanita itu jalan. Dan ketika Sienna sudah benar-benar menghilang, Dale bergerak untuk duduk di kursi yang ditempati wanita itu sebelumnya. Laki-laki itu meraih satu map besar dari tiga tumpukan map kemudian membantu Judd mencari dokumennya.
Beberapa menit ketika mereka sama-sama disibukkan dengan kertas-kertas itu, ponsel Dale bergetar. Dale bangkit berdiri kemudian bergerak menjauh dari Judd ketika menerima panggilan telepon itu. Suasana hatinya langsung keruh begitu Dale melihat nama penelepon yang terpampang di layar ponselnya.
"Ya, ma'am?" tanya Dale tanpa basa-basi.
"Cepat ke luar! Di sini mulai hujan dan aku tidak membawa baju salinan jika basah."
Dale menggertakan giginya dengan kesal. Judd berdiri di tempat dan memandanginya ketika Dale nyaris berkata-kata kasar dalam panggilan telepon itu. Begitu Dale menangkap tatapan Judd, ia langsung mengurung niatnya.
"Aku akan ke sana," Dale menutup telepon kemudian bergerak kembali ke tempatnya. Tatapan Judd mengatakan kalau pria itu membutuhkan penjelasan, jadi sebelum Judd repot-repot bertanya, Dale menjelaskan dengan cepat.
"Itu Maggie Russell, dia sedang menunggu di luar. Sial! Apa yang diinginkan wanita itu sekarang? Apa aku bisa mengambil alih pekerjaanmu sementara kau menemuinya di sana?"
"Dia memintamu untuk ke luar.." sela Judd.
"Ya, itu benar. Tapi tidak masalah jika.."
"Maka keluarlah! Mungkin ada sesuatu yang dia butuhkan darimu." Judd menyelesaikan kalimatnya untuk Dale. Ia tersenyum ketika melihat Dale menggerutu. Pada akhirnya, laki-laki itu menyerah. Ia memakai kembali jaketnya kemudian bergerak meninggalkan ruangan dengan perasaan kesal.
Maggie tidak merekayasa tentang hujan yang turun. Tapi hujannya bahkan tidak deras! Dale berdiri di tangga depan saat matanya mencari-cari mobil Maggie. Dan ketika ia mendengar suara klakson yang dibunyikan berkali-kali, Dale langsung berlari ke arahnya. Satu tangannya terangkat di atas kepalanya. Ia hanya melindungi tubuhnya dengan jaket kulit tebal. Begitu sampai di samping camaro hitam yang terparkir di sana, Dale mengetuk kaca jendela dan seseorang dari dalam membukakan pintu yang terkunci itu sehingga ia bisa masuk dengan cepat di kursi penumpang.
Sosok Maggie langsung menyita perhatian Dale begitu ia bergabung dengan wanita itu. Wanita itu menjulurkan sebuah handuk kecil berwarna putih polos. Dale hanya menatap pemberian itu sekilas, selebihnya ia terus menatap ke arah Maggie yang ketika itu duduk menggenggam setir sambil menatap ke depan.
"Apa kau alergi pada air hujan?"
"Kenapa?" tanya Maggie dengan sinis, tahu bahwa ujung dari pertanyaan itu tidaklah menyenangkan.
"Hanya penasaran saja."
"Tidak."
"Bagus. Kalau begitu sepatumu rusak atau.."
"Tidak," Maggie memutar kedua bola matanya dengan kesal.
"Apa kau terbiasa berjalan dan dipayungi oleh seseorang yang berjalan di sampingmu agar bajumu tidak basah dan.."
Maggie berbalik menatap Dale ketika rasa kesal itu semakin memuncak. Ia memperingati pria itu dengan tatapannya. "Kenapa kau tidak bisa berhenti bertanya?!"
Dale mengangkat kedua tangannya. Ia membiarkan keheningan yang cukup lama menggantung di sekitar mereka. Baru ketika Dale menggunakan handuk itu untuk menyeka sisa genangan air hujan di wajahnya, Maggie berbicara seperti robot dan bahkan wanita itu tidak menatapnya.
"Aku tahu Walter. Setelah kau meneleponku kemarin, aku langsung menghubungi seseorang yang kutahu berteman dengan Walter. Namanya Zene dan dia tahu kalau Walter tidak memiliki tempat tinggal tetap selama satu bulan ini. Zene bilang Walter bekerja sebagai petugas kontraktor. Dia tidak pernah pulang ke rumahnya. Dia bilang, Walter kabur dari orangtuanya."
"Kenapa?"
Maggie berbalik menatap Dale. Sepasang mata violetnya menatap Dale dengan intensitas besar.
"Hanya itu yang dia tahu."
Dale mengangguk. "Kalau begitu apa lagi yang kita tunggu? Antar aku ke sana!"
Maggie menyalakan mesin mobilnya dan disaat yang bersamaan, Dale menarik sabuk pengaman, memasangkannya ke seputar tubuhnya sementara camaro itu mulai bergerak menjauh meninggalkan kantor Davisson Agency.
Sisa perjalanan itu tidak bisa terasa lebih menyiksa lagi untuk mereka. Terutama karena perdebatan yang terjadi di antara keduanya. Dale belum pernah merasakan emosi sebesar itu ketika berhadapan dengan wanita. Sikapnya memang tidak semanis Bryant, kakaknya. Dale juga tidak sesopan Judd. Tapi, Dale tidak pernah menjadi begitu buruk saat berhadapan dengan wanita sebelumnya. Emosi Dale selalu terpancing ketika bicara dengan Maggie, anehnya ia menikmati semua itu. Sikapnya terasa alami, tidak ada kebohongan, tidak ada kepura-puraan.
Sejauh ini Dale selalu berpura-pura peduli untuk menutupi sikap aslinya. Mungkin itu yang menyebabkan Michelle Sharon memutuskan hubungan dengannya dan lebih memilih Bryant. Mungkin sikapnya juga yang menjadi penyebab hubungannya dengan semua wanita tidak pernah bertahan lebih dari satu bulan. Tapi peduli setan dengan mereka! Dale tidak suka berpura-pura. Maggie Russell adalah contoh lain dari iblis bermulut besar yang tampak.. sialan, menggoda!
Kenapa dari waktu ke waktu Dale berpikir kalau Maggie terlihat semakin cantik? Terutama dengan setelan kemeja satin berwarna hitam yang dikenakannya saat ini. Pakaian itu membentuk setiap aspek dalam tubuh indah Maggie yang berlikuk. Maggie juga membiarkan rambutnya tergerai secara acak di atas bahunya yang entah bagaimana justru menambah daya tariknya. Wanita itu hanya memoleskan make-up tipis di wajahnya. Semua yang melekat pada diri Maggie tampak elegan. Wanita itu memiliki kecantikan yang unik - juga struktur tulang kaki yang bagus.
Sialan.
Dale menyumpah dalam hati. Kapan terakhir kali tubuhnya bereaksi hanya dengan melihat sepasang kaki yang terekspos? Pasti tidak pernah! Betapa gilanya Dale karena berpikir bahwa sepasang kaki bisa membuat gairahnya berdenyut-denyut. Si pirang itu memang sialan!
"Berapa lama kau mengenal Kate?" tanya Maggie di awal percakapan mereka.
Dale menatap lurus ke depan sembari berusaha mengabaikan pemandangan indah kaki jenjang Maggie yang terekspos di depannya.
"Hanya beberapa bulan sebelum aku tidak melihatnya lagi."
"Di mana kau menemui Kate?"
"Lapangan." Kernyitan terbentuk di seputar dahi Maggie. Sebelum wanita itu sempat bertanya, Dale meluruskan ucapannya. "Saat aku masih menjadi anggota NBA."
Sekarang kedua mata Maggie melebar. "Aku tidak tahu seseorang sepertimu punya bakat tertentu dalam olahraga."
Dale mendengus, antara kesal dan tersindir dengan pernyataan Maggie barusan. "Kau berpikir kalau semua orang rendah dan tidak bisa mencapai apa-apa dalam hidupnya. Tidak heran Kate membencimu."
"Apa katamu?"
Dale berpikir untuk menyudahi ucapannya dengan permohonan maaf atas kata-kata kasarnya barusan. Tapi tentu saja, itu tindakan yang akan dilakukan Bryant jika berada dalam posisinya saat ini - dan Dale tidak pernah bermimpi sedikitpun untuk menjadi seseorang seperti Bryant. Tidak ketika yang dihadapinya adalah wanita angkuh bermulut besar seperti Maggie Russell. Dale akhirnya menyerah pada godaan untuk meledek wanita itu. "Aku bilang, tidak heran Kate membencimu."
Reaksi Maggie sudah bisa ditebak. Wanita itu mengendara lebih cepat dan wajahnya merenggut karena kesal. Wanita itu kemudian menudingkan satu jarinya ke wajah Dale.
"Tau apa kau tentang itu?! Apa Kate yang mengatakannya padamu?"
"Aku hanya mendengar semua cerita Kate tentang kau. Setelah mengetahuinya, cerita itu sama sekali tidak keliru."
Maggie tampak berusaha keras meredam amarahnya. "Dengar! Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan. Aku hanya ingin tahu bagaimana adikku bisa menjalin hubungan dengan pria sepertimu."
"Maksudmu aku tidak cukup pantas untuk Kate?"
"Tidak!" Maggie meralat kata-katanya dengan cepat. "Maksudku.. aku tidak tahu!"
"Jadi menurutmu pria seperti apa yang pantas untuk Kate?"
"Mana kutahu!"
Dale tersenyum. "Jadi kau berpikir kalau apapun yang kau katakan adalah yang terbaik untuk Kate?"
"Itu bukan urusanmu!"
"Coba pikirkan ini, Kate mungkin tidak akan membencimu kalau saja kau bersikap pengertian sedikit padanya."
Maggie menatap Dale dengan tatapan menuding. "Apa maksudmu? Jangan menceramahiku!"
Mengabaikan peringatan terakhir Maggie, Dale melanjutkan, "dan kalau kau berpikir aku pernah terlibat hubungan serius dengan Kate, itu tidak benar. Aku hanya mengenal Kate sebagai wanita yang menyenangkan. Kami sering bertemu untuk sekadar mengobrol, tapi tidak sesering itu dan dalam beberapa pertemuan, Kate sering mengeluhkanmu. Hubungan kami lebih seperti adik dan kakak. Hanya sebatas itu. Jadi berhenti berpikir kalau aku adalah bagian dari jejeran pria yang mengecewakan Kate. Dia terlalu baik untuk dipermainkan. Dan satu-satunya alasanku ikut terlibat dengan pencarian ini karena aku peduli pada Kate. Aku ingin dia ditemukan dalam keadaan selamat."
Maggie bergeming dalam beberapa detik. Beberapa emosi melintas di wajah wanita itu: sedih, kecewa, kesal. Dale bisa melihatnya melalui spion dalam mobil. Anehnya, ia merasa senang ketika memandangi Maggie lebih lama.
"Terima kasih atas kepedulianmu," kata Maggie akhirnya. Baru saja situasi menjadi lebih menyenangkan sebelum Maggie mengucapkan kata-kata berikutnya yang mengembalikan ketegangan di antara mereka. "Tapi aku benar-benar tidak peduli tentang persaanmu terhadap Kate."
Berpikir kalau perdebatan itu akan semakin panjang jika ia menanggapi sarkasmenya, Dale memutuskan untuk diam. Matanya memandang lurus ke luar kaca jendela dan Dale memalingkan wajah dari Maggie.