"Aku sudah menandatanganinya, jadi besok jangan bawa siapapun untuk menggantikanku sebagai CEO." Ucap Bimo lalu melenggang pergi dari hadapan Alika ..
"Tak semudah itu Ferguso, punya hak apa kamu mau mengatur perusahaan milik Ayahku." batin Alika mengetahui kekonyolan seorang lelaki yang masih menyandang status sebagai suami itu.
"kita lihat sejauh mana istri yang sangat kamu bela itu mampu bertahan tanpa harta yang selama ini kamu gelontorkan untuknya padahal tiada hak mu seujung kuku pun."Alika kembali bergumam.
Bimo pulang dengan hati yang tidak baik-baik saja, di kendarai nya mobil yang menjadi fasilitas kantor untuknya, karena mulai saat ini semua akan berjalan sesuai porsinya tanpa ugal-ugalan lagi dalam menggunakan uang. sesampai di rumah dia sudah di sambut oleh sang istri tercinta Rosma, Bimo berharap setelah dia pulang berada dia antara orang-orang yang di cintainya dia akan menemukan ketenangan, tapi angan hanya tinggal angan, setelah dia bertemu dengan Rosma sang istri, justru wajah masam yang di persembahkan untuknya,
"Sudah pulang kamu Mas? darimana saja jam segini baru nyampe rumah? bukannya kamu sudah tidak punya kewajiban lagi untuk pulang ke rumah Alika itu?" tanya Rosma dengan nada yang sangat tidak mengenakkan gendang telinga. Bimo yang mendengar pertanyaan sang istri hanya membuang nafas kasar,
"Jangan memancing emosiku Ros, aku capek, aku sedang mengalami banyak masalah, harusnya kamu sebagai istri harus bisa membuatku tenang , bukan semakin membuatku pusing, jangan sampai amarahku memuncak dan akhirnya khilaf," jawab Bimo yang menyiratkan kemarahan tertahan.
Rosma yang sangat faham sifat Bimo hanya diam membisu, di tinggalkannya Bimo yang tengah di kuasai amarah menuju kamar, di dalam kamar dia mengomel segala isi kebun binantang di keluarkannya, tak lupa di kuncinya pintu kamar, karena saat dia sedang marah dia tak mau ada satu orang pun yang mengganggu tak terkecuali juga suaminya.
Bimo hendak menghampiri kedua balitanya yang selisih umurnya tak ada satu tahun itu, Bimo berharap bisa meredakan rasa marahnya dengan kelucuan dari mereka.
" Kedua putri ayah sedang apa? ayah boleh ikut main dong?" sapa Bimo kepada mereka, mereka yang belum faham apa-apa hanya tertawa lepas dan menghampiri sang ayah, mereka membawa mainan khas anak-anak yang tengah di mainkan bersama ART sekaligus pengasuh mereka. karena rumah yang agak kecil Rosma kini hanya mengambil 2 pembantu yang merangkap sebagai pengasuh anak mereka yang masih bayi, setelah kelahiran anak ke tiganya nanti baru dia akan mengambil ART lagi, bagi Rosma mending mengambil ART yang jelas kerjanya bisa sambil momong daripada baby sister yang kerjanya cuma mengurus anak saja tanpa membantu pekerjaan rumah sama sekali apalagi masak tentu mereka tidak akan melakukannya.
"Maaf pak saya permisi ke belakang dulu setrikaan saya belum kelar, bapak nunggui anak-anak sama tita dulu ya pak, sebab kalau tidak saya kerjakan takutnya nanti nggak keburu kalau bajunya hendak di pakai, maaf ya pak, saya tidak bermaksud songong," Susi berkata dengan nada takut di marahi sang majikan.
"Ya sudah Sus kamu teruskan pekerjaanmu saja, biar tita yang bantu saya mengawasi mereka," kata Bimo mencoba santai karena menyadari ketakutan pembantunya.
"Permisi pak, saya ke belakang dulu" ucap Susi sambil berlalu dan hanya di angguki oleh Bimo.
Tita yang merasa tidak nyaman hanya blingsatan tak tenang dalam duduknya, pasalnya selama ini dia tak pernah berada satu ruangan dengan sang majikan meskipun itu saat mengasuh anak-anak, Tita biasanya hanya berinteraksi dengan sang nyonya saja.
"Kamu kenapa Ta? kamu tidak nyaman saya ada disini? apa saya harus pergi dari sini dan kamu menjaga mereka sendiri?" goda Bimo mencoba mencairkan suasana.
"Eh enggak Pak, maaf," jawab Tita salah tingkah sambil menunduk tak berani menatap sang majikan. Tita adakah gadis berusia 19 tahun yang terpaksa bekerja karena keadaan orang tuanya yang tak berpunya, pernah sekali Bimo dan Rosma menawarkan Tita untuk sekolah lagi, tapi Tita menolaknya, dia lebih nyaman bekerja, karena dengan itu gajinya akan utuh setiap bulannya dan sebagian bisa dia kiri ke Abah dan Ambunya di kampung. Tita sangat ingin membantu perekonomian orang tuanya, makanya dia nekad bekerja di kota tanpa lewat yayasan penyalur pembantu. Tita sangat senang bekerja dengan mereka, selain para majikannya baik, majikan lelakinya pun tergolong sangat tampan, itu jadi daya tarik tersendiri baginya. Tita selalu curi-curi pandang kepada Bimo tanpa ada yang mengetahui, "Andai saja aku jadi istri pak Bimo, jadi yang kedua saja aku tak akan menolak,"batinnya waktu itu.
Jadi saat mereka berada di satu ruangan begini dia sangat merasa deg-degan tak karuan, segala fokusnya teralihkan, "Bapak kok ganteng banget sih pak" lirih Tita yang masih di dengar oleh Bimo. entah setan apa yang menguasai Bimo terbesit keinginan untuk menjamah di pembantu tersebut, Bimo berjalan menuju pintu lalu di tutupnya pintu tersebut,"Ta coba kamu buatkan s**u untuk anak-anak nanti aku bantu untuk menidurkan salah satunya." perintah Bimo yang langsung di jalankan oleh tita tanpa membantah. Di perhatikannya Tita yang tengah berjalan kearah tempat s**u, dari ujung rambut sampai ujung kaki di pindai oleh Bimo, Tita yang menyadari tingkah bosnya menjadi salah tingkah. selesai membuatkan mereka s**u, mereka langsung di Nina bobok kan oleh Bimo dan Tita, s**u habis mereka pun terlelap dalam tidurnya. saat Tita hendak pamit keluar, tangan tita di sambar oleh Bimo, di tariknya hingga sekarang mereka saling berpelukan jarak mereka sangat dekat hingga Bimo Membisikkan sesuatu di telinga gadis itu, sekarang giliranku yang meminta s**u, aku haus, sambil menunjuk s**u murni yang menggantung di d**a Tita, tanpa aba-aba tangan Bimo langsung mendarat di d**a Tita, tita yang mendapat serangan mendadak seketika melenguh, buru-buru tita menutup mulutnya karena malu, wajah Tita bersemu merah, sebab baru kali ini ada tangan kekar seorang lelaki mendarat di sana.
"Buka ya? aku mau meminumnya, aku haus," diangkatnya kaos Tita oleh Bimo, lalu dengan cepat Bimo mengeluarkannya dengan menggunakan tangannya dari sarangnya, dengan cepat Bimo mengenyot seperti bayi yang tengah kehausan, tita hanya bisa menahan desahan dengan nafas yang naik turun, dia begitu merasakan sensasi yang tak pernah di rasakannnya selama ini, dengan bergantian Bimo menghisap p****g merah tersebut, belum sempat Bimo melanjutkan aksinya pintu dah pun di ketuk dari luar, tita langsung mendorong tubuh Bimo sampai Bimo terjengkang karena tidak siap, tita segera memakai kaos ketatnya yang di lepaskannya tadi. kemudian menuju pintu dan menyuruh Bimo bersembunyi di belakang pintu.