Bunuh diri

825 Kata
Nenek dari ibuku masih berada dirumah, seminggu penuh aku tidak masuk sekolah. Pihak sekolah mengatakan ingin menheluarkanku. Lagi-lagi ayah menjadi bingung mencari solusi. Selama itu ayah mondar-mandir ke sekolah untuk agar aku tetap dapat bersekolah disana. Kirana memandangku sengit, ibu mengatakan bahwa disekolah ia didiskriminasi oleh beberapa teman. "Semua karena tingkahmu, jadi aku yang terkena getahnya." Katanya penuh kebencian. Aku terdiam menahan isakan, semua kuterima walau kadang tak mampu. Belum lagi ibu yang kini tak berani menampakan diri untuk sekedar berkumpul dengan tetangga. Andai saja waktu dapat diputar, aku ingin menjadi putri kebanggan ayah dan ibu. Membahagiakan mereka, dan mematuhi segala yang mereka nasehati. Jika saja saat itu aku tak menganggumi sosok pengecut, mungkin saja hidupku tak sekelam ini. Aku malu, menanggung semuanya sangat berat bagiku. Serasa ingin mengakhiri hidup. Dan memang benar saat ini, aku telah berada di dapur mencari-cari sebilah pisau berharap mereka tak melihatku dalam kesakitan. Aku ingin semua kepelikan menghilang tergantikan dengan kebahagiaan. Rasanya amat berat menanggung segalanya. Hujatan, makian, diskriminasi dan tak kepercayaan yang menghilang membuatku tak kuasa untuk hidup. Tanganku menggenggam sebilah pisau yang tajam, tepat diatas urat nadi. "Apa kau sudah gila?" Ibu datang memergoki, aku mundur sembari memegangi pisau yang ingin ku sayat di pergelangan tangan. Ibu berjalan mendekati, aku semakin frustrasi "Aku tidak kuat bu, segalanya membuatku gila." "Bukan begini caranya.!" Teriak ibu lalu merebut pisau itu ditangan. Aku terduduk lesu, penuh kesengsaraan tangisan membabi buta hari-hariku. Ibu berlalu, mencurahkan segala yang terjadi pada nenek. Aku menangis, menenggelamkan kepala diantara kedua lutut. Aku ketakutan, menjalani hari-hari yang mungkin semakin mengerikan. Rasanya hidupku begitu memilukan, aku tak pernah menyangka akan seperti ini. Kakiku melangkah ke kamar. Hari-hari kuhabiskan di ruangan ini, berharap masalah secepatnya pergi. Tergantikan oleh pelangi yang indah. Pintuku berdecit, menampilak sahabat-sahabat yang kurindukan. Jujur aku malu menampakan diri, tetapi mereka datang untuk menguatkan. "Jangan putus asa, tetaplah sekolah." Itu suara Mila, yang selalu menguatkan "Kami rindu." Lili menimpali. Ku usap air mata yang jatuh di pipi. "Jangan takut, ada kami. Kau tidak sendiri Karina." Pricilia mencoba menenangkan, Niluh mengangguk setuju. "Aku malu.." lirihku "Sudahlah, semuanya sudah terjadi. Yang perlu dijalani sekarang adalah bangkit." Joen mencoba menyemangati Yang mereka katakan adalah kebenaran. Hatiku terenyuh dengan ketulusan mereka, rasanya aku beruntung memiliki sahabat seperti mereka, kasih sayangnya melebihi dari sahabat. Aku memeluk mereka, menumpahkan segala kesedihan yang selama ini kupendam sendiri. Menangis dalam pelukan, mereka mencoba menenangkan. "Besok cobalah untuk datang ke sekolah." "Tapi.." "Jangan khawatir,." "Baiklah." Sahabat adalah segalanya, mereka juga temeng disaat salah satu diantara kami ada yang terjatuh. Penyemangat, serta kasih sayang yang tulus di beri. Pelukan itu menghantarkan kedekatan yang kami jalani semakin erat. Berharap Tuhan tak akan memisahkan kami dengan jarak dan selalu membuat kami seperti saudara. __________________________________________________ Satu Minggu berlalu aku memilih untuk berangkat ke sekolah. Banyak pasang mata mengamatiku saat apel pagi. Kini aku mampu memasang wajah tembok, ku kuatkan hatiku walau perih yang mengganggu. Mataku tak sengaja bertemu dengan mata indahnya. Aku langsung memalingkan wajah, entah mengapa ketika melihat wajah itu banyak yang tak bisa ku ungkapkan. Bersyukur, teman sekelasku tak ada yang menjauhiku bahkan dari mereka banyak yang menaruh simpati atas masalah yang terjadi padaku. Terkeculai satu orang, ia teman dekatku bahkan kami sering mencurahkan isi hati satu sama lain. "Sebenarnya ibuku melarang untuk mendekatimu, ia takut kau akan menularkan pengaruh negatif padaku." Aku tertegun, menelan ludah susah payah. "Tidak apa-apa, aku tidak memaksamu untuk berteman denganku. Lebih baik begitu dari pada ibumu memarahimu." Sebenarnya hatiku pilu, tetapi bibir itu kupaksa untuk tegar mengatakan. "Maafkan aku, tetapi aku masih ingin berteman denganmu." "Tidak masalah, lebih baik kita menjaga jarak saja." Kataku, "sebenarnya rumor apa yang beredar disana tentangku Siti?" Siti terdiam, menghela napasnya sebelum menjawab. "Apa kau belum mengetahui sama sekali Kar?" Aku menggeleng sebagai jawaban, rumor yang kudengar hanya sebatas aku kepergok melakukan hubungan seksual di sebuah penginapan. Aku masih penasaran dengan kasak-kusuk yang terdengar "Jadi yang kudengar, kedua orang tuamu meminta denda berupa uang." Aku tertegun, sekaligus terkejut mendengar apa yang Siti katakan. Tak menyangka kedua orang tuamu memilih jalan seperti itu, seolah membayar harga diriku dengan uang. Tetapi pikiranku yang sempit terbantahkan dengan perkataan Siti selanjutnya. "Kedua orang tua mu memilih jalan itu karena solusi dari pamanmu." Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam, hatiku tertohok mendengarnya. Kepalaku pening memikirkan masalah yang tak ada hentinya. "Bagaimana bisa? Apakah yang kau katakan benar Siti?" Siti mengangguk, menampilkan wajahnya penuh prihatin. Aku percaya dengan Siti, temanku itu sangatlah jujur dan lugu. Suasana menjadi hening, aku memilih pamit dari Siti yang terdiam mengamatiku. Pandanganku buram karena air mata yang menggenang, aku tak kuasa menanggung segala beban. Ku pilih melangkahkan kaki ke belakang kelas, disana ku coba menenangkan diri yang begitu hancur. Aku terduduk di salah satu batu, kini tempat ini akan menjadi favoritku. "Hikss.." aku menangis, mengapa hidupku sepelik ini rasanya semua menjadi berantakan. Mimpiku yang ku susun menjadi tak karuan. Kini ku menjadi anak yang durhaka dan tak punya masa depan. Tak menyangka, harga diriku berakhir dengan uang. Aku tak kuat, saat mendengar masalah terselesaikan dengan uang. Pantaslah mereka semakin menghujatku, membuatku semakin terluka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN