Hani masih saja khawatir, Embun akan rewel saat bersama Reiga. Tapi melihat antusias Embun, yang tau akan di ajak pergi. Dan melihat wajah memohon Reiga, dia tidak bisa menolak keinginan mereka.
Sebelum pergi, dia sudah menyiapkan keperluan Embun. Seperti s**u, pampers, bedak gatal, minyak telon dan juga gendongan kesayangannya.
Tidak lupa Hani mewanti-wanti Reiga, agar membatasi aktivitas gerak Embun, agar dia tidak sampai kelelahan.
Setelah mereka pergi dari cafe, dia memutuskan kembali ke ruangan untuk melanjutkan pekerjaan. Saat Hani sedang fokus dengan pekerjaan, Dean datang bersama sepasang Klien.
Dean datang dengan wajah di tekuk. Sudah bisa dipastikan, dia baru saja mendapat klien yang cukup istimewa.
Karena klien kali ini agak rewel, Dean memutuskan membawanya kesini. Meminta agar Hani yang menanganinya langsung. Setelah membahas permintaan calon pengantin, yang cukup menguras tenaga dan pikiran.
Akhirnya, mereka sepakat akan meyerahkan desain kue pengantin sepenuhnya kepada Hanifa.
***
Setelah mengantar klien yang akan pulang ke depan pintu masuk cafe. Hani langsung menghubungi Reiga, ingin menanyakan sedang dimana? dan bagaimana keadaan Embun?
Hani sangat kaget ketika melihat Reiga dengan manisnya, menggendong Embun yang sedang meminum s**u dengan dodotnya, sambil berkeliling kebun binatang.
Dia sampai tidak bisa, menahan tawa melihat mereka berdua. Seorang CEO muda membawa gendongan dan tas pink, sedang mengasuh anak kecil di kebun binatang. Sungguh pemandangan yang sangat langka.
“Aku tunggu di cafe aja ya Mas? nanti antar Embun ke sini saja!”
“Ngak usah! kamu kalau mau pulang. Pulang aja Han, nanti biar aku antar Embun pulang ke rumah.”
“Ngak papa, Mas. Aku ngak enak sudah ngerepotin banget hari ini.”
“Siapa yang repot? orang aku sendiri yang mau jalan-jalan sama Embun.”
“Tapi Mas ..."
“Sudah, kalau kerjaan kamu sudah selesai. Langsung pulang aja!”
“Ya Sudah kalau gitu, have fun ya di sana.”
Hani mematikan sambungan telepon, setelah itu menaruh kembali ponselnya pada meja.
“Itu tadi yang namanya Reiga?” Tanya Dean, saat dia sudah kembali duduk di meja kerja.
“Iya Tan, itu tadi Mas Reiga!”
“Ganteng banget Han, baik juga. Kelihatan sekali sayang sama Embun.”
“Hani juga ngak nyangka Tan, kalau Mas Reiga akan sangat totalitas sekali menjaga Embun.”
“Kamu ngak merasa, kalau Reiga sedang mencoba mendekatimu lewat Embun?”
“Ngak mungkin lah, Tan! dia mempunyai niat seperti itu.”
“Tante yakin kamu tau maksud dari Reiga, cuman kamu yang masih berusaha mengelaknya. Benarkan apa yang Tante ucapkan?”
Hani memang merasa ada hal aneh dari sikap Reiga, setiap kali mereka bertemu. Dari cara dia memandang saat bicara, kemudian dari ucapan-ucapan spontan-nya, yang sering membuat jantungnya berdebar.
Bukannya Hani mengelak atau pura-pura tidak mengerti, tapi fokusnya saat ini hanya untuk kesembuhan Embun. Dia bahkan belum berniat membuka hati dan berumah tangga lagi.
“Hani, cuman mau fokus sama kesehatan Embun dulu Tan!”
“Iya, Tante setuju. Tapi bukankah lebih baik, kemu pelan-pelan membuka hati dengan orang baru Han? Tidak perlu buru-buru, yang penting nyaman dulu. Untuk perasaan cinta akan tumbuh dengan sendirinya.”
“Aku ...”
“Sudah ngak usah terlalu kamu pikirkan, ucapan Tante tadi. Jalani perlahan aja ya, Tante akan selalu mendukung kamu. Yang penting kamu dan Embun bahagia.”
Hani memang merasa sangat nyaman ketika Bersama Reiga, bahkan kini tanpa sadar sudah menggunakan 'Aku Kamu' saat berbicara dengannya. Entahlah akan seperti apa akhirnya, Dia akan mengikuti alurnya saja.
***
Saat pekerjaan sudah selesai, Hani dan Dean memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Dia mengantar pulang Dean terlebih dahulu, karena tadi ke cafe ikut dengan mobil klien.
Setelah dari rumah Dean, Hani memutuskan untuk singgah sebentar ke supermarket. Ingin belanja beberapa sayur dan daging, untuk menu makan malam nanti.
Hanifa
"Assalamualaikum, Mas nanti langsung pulang aja ya? Makan malam dirumah aku udah masak!"
Reiga
"Waalaikumsalam, iya ini sudah mau pulang. Embun sudah ketiduran. Embun lucu banget kalau tidur!"
"(Picture)"
Setelah mendapatkan balasan pesan dari Reiga, Hani berbelanja dengan cepat. Agar bisa segera pulang dan memasak makan malam. Pasti menjaga Embun berjam-jam sudah menghabiskan tenaganya Reiga.
Sesampainya dirumah, dia langsung menuju ke dapur untuk menyiapkan makanan. Tidak membutuhkan waktu lama, hanya masak makanan sederhana. Dia berdoa semoga Reiga suka dengan masakannya.
Setelah itu Hani ke kamar, mandi dan berganti pakaian. Saat dia turun menuju lantai satu, mendengar suara klakson mobil. Hani bergegas keluar, membukakan pintu pagar.
“Masih bobok Embunnya?” tanya Hani, saat melihat Embun di jok belakang.
“Iya, nyenyak banget ngak pake bangun selama perjalanan,” jawab Reiga, sudah turun dari mobil.
“Biar aku aja yang gendong, di belakang ada mainan Embun. Tolong kamu ambil ya." ucap Reiga, saat dia akan mengangkat Embun.
“Tadi ngak usah di beliin mainan Mas. mainannya udah banyak banget. Kemarin juga abis borong mainan sama Grizellee.”
“Ngak papa cuman beli boneka sama rumahnya tadi, Embun juga bilang kalau ngak boleh beli banyak mainan sama Ibunya.”
“Iya ini cuman satu, tapi gede banget ini Mas. Embun aja muat masuk sini!”
Omel Hani pada Mas Reiga, ketika mereka masuk ke dalam rumah. Dia hanya tersenyum mendengar omelan. Dan yaaa ... akan ada tambahan pasukan yang akan memanjakan Embun.
Setelah Reiga membawa Embun ke kamar. Hani langsung mengajak Reiga untuk makan malam. Melihat dari wajahnya saja, sudah kelihatan dia sangat lapar.
“Maaf ya Mas, aku masaknya sederhana begini,” ucapnya sambil mengambilkan nasi di piring.
“Ini kelihatannya enak banget Han, aku suka kok sama sop ayam sama perkedel dan tempe goreng. Jadi keinget masakan Nenek.”
“Sambalnya, tambah apa ngak Mas?”
“Udah segitu aja, aku ngak terlalu suka pedas!”
Kemudian, Hani memberikan piring, yang sudah dia isi nasi dan lauk-pauk pada Reiga. Dengan tidak sabaran dia pun langsung memakannya, kasihan sekali CEO berubah jadi pengasuh anak.
Hani tiba-tiba tersenyum, saat teringat waktu Reiga menggendong Embun. Bahkan tadi sengaja meng capture panggilan video tadi.
“Kenapa senyum-senyum Han, ada yang lucu?”
“Ah, enggak! Ngak ada.”
“Terus kenapa kamu senyum tadi?”
“Aku keinget aja, tadi waktu Mas Reiga gendong Embun. Emangnya tadi ngak malu di lihatin banyak orang?”
“Enggak, emangnya kenapa harus malu? Kan aku lagi gedong anak sendiri,” jawab Reiga, sambil menaik turunkan alisnya.
Hani terkejut mendengar ucapan Reiga, lagi-lagi dia mulai menggodanya. Dengan santainya mengatakan, bahwa Embun adalah anaknya.
“Ehmmm, gimana Mas, makanannya enak ngak?” tanya Hani mencoba menghilangkan rasa gugupnya, dengan mengalihkan topik pembicaraan.
“Kenapa wajahmu merah Han, kamu sedang sakit?”
Hani melengos tidak mau menjawab, Reiga ini sangat jahil sekali. Bahkan sekarang wajah wanita yang di cintainya sudah sangat merah, menjalar sampai telinga.
“Hahaha ... hahaha, kamu lucu banget sih Han. Cantik banget kalau lagi cemberut kayak gitu, mirip banget sama Embun.”
“Mas ... please! ngak usah jahil. Aku marah nih!”
“Iya ... iya maaf, habisnya kamu lucu banget kalau lagi salting gitu. Pipinya merah kayak tomat. Ngomong-ngomong soal masakan. Enak, aku suka! Mau nambah lagi.”
Reiga menyodorkan piringnya, minta tambah nasi dan lauk-pauknya. Hani merasa lega, saat tamunya berkata suka dengan makanannya. Padahal tadi dia sempat takut kalau Reiga tidak suka dengan masakan sederhana.
Setelah selesai makan, Reiga kemudian pamit untuk pulang. Dia berkata tidak enak berlama-lama disini, takut timbul fitnah karena status kami berdua.
Soal status Reiga sempat bercerita pada Hani, jika dia berumur 32 tahun masih single tidak pernah berpacaran. Dan sekarang sedang dikejar deadline menikah oleh sang kakek.
Dia juga menjelaskan di beri waktu, 3 bulan untuk mencari calon istri kalau tidak. Akan di jodohkan dengan anak dari teman kakeknya.
“Terima kasih Mas, sudah mau menjaga Embun. Pasti capek banget?”
“Iya sama-sama, terima kasih juga udah dibolehin kencan sama Embun.”
“Hah, kencan?”
“Hum ... hari aku kencan dulu ya sama anaknya, lain kali gantian sama Ibunya ya?”
“Mas... jangan mulai lagi deh!”
Reiga tertawa dengan sangat puas sekali, kemudian masuk ke dalam mobil.
“Namanya juga usaha, selamat malam Ibuk. Selamat istirahat jangan lupa mimpikan Ayah ya!”
Sebelum Hani membalas ucapan Reiga, dia sudah menutup kaca jendela dan menyalakan mesin mobilnya. Hani buru-buru membuka pintu gerbang ketika mobil sudah mulai berjalan.
“Bye ... Ibuk!”
Masih sempat-sempatnya menjahili Hani lagi, ketika mobil sudah keluar dari pintu gerbang.
Dasar jomblo akut! sedang di kejar deadline nikah. Terang-terangan sekali saat menyukai perempuan.