BAB 5. Terpaksa mengikuti Permintaannya

946 Kata
"Mmmfffpttt…" Zahra mencoba memberontak  dengan kepala di geleng-gelengkan menolak tindakan kurang ajar pria asing yang membekapnya.  "Diam! Apa kau tidak mengindahkan ancamanku!" Ujar kembali si pria asing dengan suara berat dan mengancam.  Meski kaget sejenak karena pria asing itu lumayan bisa berbahasa Indonesia. Namun saat sadar, Zahra hanya bisa pasrah mengikuti instruksi pria asing yang membekap mulutnya. Jujur … ia cukup takut dengan keadaan kali ini. Apalagi keadaan depan mall cukup sepi, tidak seramai biasanya. Tubuhnya gemetar, hatinya berdeguk kencang, seakan ingin keluar dari sana. Sekelebat Zahra tersadar dengan sikapnya.  'Astaghfirullahalazim.’ berkali-kali Zahra mengucapkannya dalam hati untuk menenangkan hatinya. Setidaknya agar ia tidak segemetar tadi, dan mampu mengambil keputusan dengan tepat di tengah-tengah situasi yang tidak mendukungnya.  Tatapan mata Zahra sama sekali tidak berani menoleh kearah wajah pria yang membekapnya. Ia segera mengambil kunci mobil dengan susah payah di dalam tas. Karena posisinya yang sedang di dekap dari belakang, tubuhnya seakan terkunci, sulit untuk di gerakkan.  Zahra berhasil mengambil kunci mobilnya. Di kunci tersebut terdapat remot pengontrol keamanan mobil dan Zahra menonaktifkan nya. Begitu keamanan mobil di nonaktifkan, tangan si pria yang di gunakan untuk mendekap tubuh Zahra, segera ia lepaskan dan bergegas membuka pintu samping bagian penumpang.  Sebelum itu, ia mengambil alih kunci yang ada di tangan Zahra. Si pria asing lalu melemparkan Zahra dengan kasar ke kursi penumpang dan menutup pintu dengan paksa.  BLAM!!  Detik berikutnya pria tersebut mengambil alih kursi kemudi dan membawa mobil tersebut melesat menjauh dari area Mall.  "Siapa, kamu? Kita akan pergi kemana?" Tanya Zahra dengan lantang. Ia menundukkan wajahnya kembali. Sebisa mungkin ia menyembunyikan rasa takutnya.  Namun, menyembunyikan rasa takut dan khawatir tidaklah semudah itu. Raut wajah Zahra sudah terlihat pucat pasih, tangannya yang saling di katupkan mendingin sedingin es, keringat dingin mengucur deras di pelipis mata, seluruh tubuh gemetar. Zahra kembali beristighfar untuk menenangkan hatinya yang kembali gelisah.  'Astaghfirullahalazim, Yaa Rabb.. Sebenarnya apa yang Engkau rencanakan kali ini? Mengapa hamba bisa sampai menuai musibah seperti ini? Apapun yang terjadi, Hamba pasrahkan diri hamba dalam lindungan-Mu.' batin Zahra.  Dari balik kaca depan, pria asing itu tersenyum licik melihat wajah pias ketakutan wanita yang dibawanya. Pria itu mengemudi dengan kecepatan tinggi, hingga sesekali si pria melihat Zahra terombang ambing di kursi belakang karena mengimbangi kecepatan mobil yang kadang menyalip tidak aturan.  "Do not be afraid.  I just want to borrow your car to the airport.  After that I will let you go.  Think of it as compensation because you're the special woman I met."  Ujar si pria dengan senyum seringai puas.  *Jangan takut. aku hanya ingin meminjam mobilmu sampai ke bandara. Setelah itu aku akan melepasmu. Anggap saja ini sebagai kompensasi karena kau wanita spesial yang kutemui.  'Alhamdulillah, Yaa Rabb.. Setidaknya pria itu masih mau melepaskan hamba.' napas lelah dan berat lolos dari bibir manis Zahra.  Dalam hati, seketika Zahra berucap syukur mendengar apa yang di katakan si pria asing itu. Setidaknya ia mendengar bahwa akan di lepaskan dan hanya meminjam sebentar mobilnya untuk membawa si pria ke bandara.  Merasa sedikit aman, Zahra mengangkat kepalanya dan melihat ke arah depan. Dari pantulan kaca, nampak wajah pria yang kini sedang membawanya. Meski tidak jelas, Zahra dapat melihat sosok pria asing yang memiliki wajah rupawan dengan sisi rahang tegas, bermata biru, rambut pirang, dan aura ketegasan. membuat si pria terlihat lebih memikat.  Mata birunya yang memiliki kedalaman yang tidak bisa di ukur, terlihat begitu misterius dan kelam. 'Astaghfirullah…' sekali lagi Zahra beristighfar dengan pikiran liarnya.  Ia memilih menundukkan kembali wajahnya, memilih mencegah lebih lanjut pikiran liarnya yang pastinya akan membawa dampak tidak baik untuk dirinya.  25 menit telah berlalu dengan wajah Zahra terus tertunduk tanpa berani menoleh kedepan atau ke samping, hingga suara mesin mobil terhenti.  "Apakah kita sudah sampai di bandara?" Gumam Zahra, ia menoleh ke arah samping dan melihat lalu lalang di sekitar penitipan mobil meski tidak terlalu ramai. Mungkin ini tempat penitipan mobil VIP.  Zahra tidak sadar kalau pria tersebut sudah turun dari kursi depan dan membukakan pintu untuknya, "Get out first.  Accompany me for a while." Ujar si pria mempersilahkan Zahra untuk keluar.  *Keluarlah lebih dulu. Temani aku sebentar Namun Zahra tidak beranjak juga dari tempat duduknya. Ia masih ragu untuk mengikuti perkataan pria itu. Zahra hanya memandang pria itu dengan pias takut, dan segera menggelengkan kepalanya, "Tidak. Aku tidak bisa mengikuti perkataanmu begitu saja. Ini sudah sampai bandara, ‘kan? Apalagi yang Tuan inginkan?" tanya Zahra ragu-ragu.  Si pria nampak kesal juga melihat Zahra yang memperlambat semua pekerjaannya dengan hal sepele bernama PENOLAKAN!  Si pria dengan tatapan tajamnya menarik paksa lengan Zahra, "Get out!"  Sadar lengannya di cekal, Zahra berbalik menatap, "Stop Tuan! Baik. Aku akan mengikuti semua perkataanmu. Berhenti menyentuhku!" Balas Zahra tidak terima di perlakukan seenaknya saja. Ia menarik paksa tangannya dari cekalan si pria.  Zahra akhirnya mengikuti kemanapun si pria pergi tepat di belakangnya, bagai pembantu yang mengikuti majikannya. Langkah pria tersebut yang cepat cukup sulit untuk Zahra ikuti, namun Zahra tidak bisa protes atau si pria akan melakukan hal lain lagi padanya.  10 menit berlalu, sampai juga mereka di sebuah landasan udara soekarno-hatta. Namun landasan udara ini sedikit sepi dan hanya ada sebuah pesawat di tempat tersebut. Berbeda jauh dengan beberapa kilo di sebelahnya yang banyak pesawat berjejeran.  Cukup aneh memang, dari sini saja sudah bisa di pastikan bahwa pria itu bukanlah orang biasa. Namun Zahra tidak ingin menanyakan nya dan melanjutkan pikiran keponya, karena itu tidak perlu.  Langkah si pria terhenti, ia menoleh kearah Zahra dan menghampirinya. Senyum licik kembali tercetak di bibir si pria tersebut. Lalu ia berkata,  "Aku sudah sampai di bandara. Sesuai janjiku, aku akan melepaskanmu. Namun, sebelum aku melepaskanmu, katakan, Siapa namamu?" Tanya si pria, lebih tepatnya sedikit pemaksaan jawaban dari Zahra.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN