Bab 19. (Saling Mengejar)

1115 Kata
Sementara itu Marisa terus melangkahkan kakinya, menjauhi arah Dion pergi. Hingga hujan pun mereda dan berhenti dengan sendirinya. Langit terlihat perlahan-lahan cerah kembali. Walaupun tanpa kehadiran Matahari, yang tersembunyi dibalik awan-awan yang sedikit kelabu. Sekelabu hati Marisa saat ini. Yang kacau-balau dengan masalah-masaah yang harus ia hadapi hari ini. Yang benar-benar membuat dirinya jatuh ke jurang terdalam kepedihan hatinya di masa lalunya. "Kenapa aku harus melihatnya kembali. Padahal harapan terbesarku adalah, tidak akan pernah bertemu dengan dirinya lagi, sepanjang hidupku ini ...," ucap Marisa di dalam hatinya, dengan tatapan mata memandang ke arah langit luas tanpa batas. "Dia itu tidak penting, karena ia adalah masa laluku. Dan Ketrien adalah masa kini ku, walaupun mungkin ia bukanlah masa depanku?" ujar Marisa masih di dalam hatinya, lalu berbalik arah kembali, menuju ke mana Ketrien berlari dengan cara berjalan cepat. Seakan sedang dikejar oleh waktu. "Aku tahu Ket, kamu itu sekarang sedang berada di dalam mobilku. Untuk menghindari kakakmu itu," tebak Marisa di dalam hatinya. Lalu tersenyum tipis sendiri. Marisa terus berjalan dengan cepatnya, hingga ia pun tiba di tempat parkir mobil. Ia langsung menghampiri mobilnya. Dan menemukan Ketrien telah berada di dalamnya. Ketrien masuk ke dalam mobil itu, melalui duplikat kunci mobil itu. Dengan menggunakan kunci asli dari mobil itu, akhirnya Marisa masuk ke dalam mobilnya. Dengan duduk di kursi supir. "Sudah kuduga, kamu pasti ada di sini Beib ...," ucap Marisa, lalu tersenyum ke arah Ketrien yang ada di sampingnya. "Tadinya aku ingin meninggal mu, tapi niat itu aku urungkan. Karena kakakku enggak bisa mengejar dan menemukanku," jawab Ketrien, dengan senyumnya pula. "Sekarang aku ingin bertanya tentang kakakmu itu. Tapi tolong jawab dengan jujur," ucap Marisa, yang membuat Ketrien menjadi penasaran. "Memang kamu pernah mengenal Kak Kevin sebelumnya?" tanya balik Ketrien kepada Marisa. "Bukan dengan Kakakmu, tapi aku mengenal Dion. Jauh sebelum aku mengenal dirimu." jelas Marisa dengan tegasnya. "Kamu mengenal Kak Dion? sebagai apa?" tanya Kevin dengan penuh penasarannya. "Dia kekasihku di masa laluku, dialah yang sudah mencampakkan diriku. Hingga aku menjadi seorang lesbi seperti ini. Ia meninggalkan dan mencampakkan diriku, hanya demi seorang lelaki. Seperti dirinya ...," timpal Marisa, seakan menahan segala kepedihan hatinya, di masa lalunya. Dengan ingatan fokus kepada Dion. "Oh ...! lalu kamu ingin bertanya apa tentang Kakakku?" tanya Ketrien dengan penuh selidik. "Aku hanya ingin tahu. Kapan Dion dan Kevin saling mengenal?" tanya Marisa dengan penuh selidik. "Mereka kan teman satu SMA, dan teman satu band sejak 8 tahun yang lalu. Kalau soal mereka pasangan m**o sih, ya baru tadi itu, aku tahu," jawab Ketrien, dengan apa adanya, dengan apa yang ia ketahui selama ini. "Kemungkinan lelaki itu adalah Kevin," ucap Marisa, dengan ketusnya, yabg begitu jelas tercermin di wajahnya. "Lalu kalau benar, lelaki itu adalah Kakakku. Apakah kamu mau balas dendam kepada Kakakku?" tanya Ketrien dengan tajamnya. Seakan ingin menekan Marisa dengan perkataannya itu. "Aku enggak sepicik itu, mencari kambing hitam dalam masalahku. Lagi pula sumber masalah itu sudah aku beri pelajaran. Aku sudah puas dengan hal itu," timpal Marisa lalu tersenyum. Dan lalu melajukan mobilnya. Meninggalkan tempat itu, ketika Matahari mulai condong ke barat. Untuk beristirahat di peraduannya. ★★★ Matahari tampak semakin condong ke arah barat, sinarannya pun semakin meredup. Yang seakan ingin mengiringi Zulian. Yang sedang melangkahkan kakinya untuk pulang ke tempat Kakaknya tinggal. Ia tampak lunglai. Setelah mendapat panggilan interview pada sebuah perusahaan yang tak jelas bergerak di bidang apa. Hingga ia pun memutuskan untuk tidak menerima tawaran pekerjaan itu. "Perusahaan macam apa itu? Ingin bekerja, malah di pinta untuk mengeluarkan uang. Bukannya bekerja itu, untuk mendapatkan uang. Bukanlah malah mengeluarkan uang untuk mendapatkan pekerjaan itu?" gerutu Zulian di dalam hatinya, sambil terus melangkahkan kakinya. Menelusuri trotoar jalan raya itu. "Kalau keadaanku seperti ini terus, sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Bagaimana aku bisa sukses, dan dapat menaklukan Jakarta ini? Bagaimana ini Tuhan, berikanlah aku petunjuk mu," ucap Zulian di dalam hatinya, terus berjalan dengan pikiran yang menerawang kemana-mana. Bersama kegalauan jiwa dan hatinya. Yang teru berputar-putar di pikirannya sedari dulu. Sementara itu Ketrien yang ada di dalam mobil bersama Marisa, tampak menatap ke arah Trotoar yang ada di sebelah kiri, jendela mobil Marisa. Dan tanpa diduga olehnya. Ia pun melihat Zulian yang tengah berjalan di trotoar, yang berlawan arah dengan laju mobil Marisa. Yang terus melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Karena sebentar lagi akan melintasi pelintasan rel kereta api. Yang akan segera dilintasi oleh kereta api dari luar kota. "Mar, itu Zulian!" tunjuk Ketrien, ke arah sosok Zulian yang seakan berkelebat di penglihatannya, karena kecepatan mobil yang dilajukan oleh Marisa. Yang telah melewati pelintasan rel kereta api. Yang segera tertutup pintu penghalangnya itu, karena ada kereta api akan segera lewat, melintasi rel itu. Dengan suara serine dari pos penjagaan kereta api itu, yang terdengar begitu bising bagi orang yang mendengarnya. "Mana?" tanya Marisa, masih tetap melajukan mobilnya itu. Benar-benar tak melihat sosok Zulian yang ditunjuk oleh Ketrien sama sekali. "Tadi, saat kita belum melewati pelintasan kereta api itu," tunjuk Ketrien, ke arah belakang di mana pelintasan kereta api itu berada. Dengan kereta api yang tengah melewatinya. "Mungkin itu hanya fatamorgana mu saja, yang terlalu merindukan dirinya," kata Marisa, lalu tersenyum dengan dipaksakan. Karena sebenarnya, dia berharap Ketrien salah melihat. Baginya Zulian adalah mimpi terburuk di dalam percintaannya dengan Ketrien. "Enggak itu nyata, bukan fatamorgana ku saja." sahut Ketrien dengan keyakinannya. Menolak mentah-mentah perkataan dari Marisa itu. "Lalu, kamu maunya bagaimana sekarang?" tanya Marisa dengan sedikit kesal. "Aku ingin turun di sini, untuk mencari dirinya. Aku tidak ingin kehilangan jejak dirinya lagi ...," tutur Ketrien dengan melirik Marisa seakan sedang meminta persetujuan dari dirinya. Tanpa keberatan sedikit pun. Marisa lalu meminggirkan mobilnya, dan menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan raya itu. "Lalu aku harus bagaimana? menunggumu atau mengikuti dirimu?" tanya Marisa, seakan meminta kepastian dari Ketrien. Yang tanpa diduga olehnya, malah mencium keningnya. Sebelum menjawab pertanyaan dari dirinya itu. "Lebih baik kamu pulang, jangan tunggu aku. Tenang saja, jangan khawatirkan aku. Aku punya langganan taksi ko sekarang," ujar Ketrien, lalu keluar dari mobil Marisa. Dan lalu melangkahkan kakinya untuk mengejar Zulian. Dengan langkah yang penuh harap dapat mengejar dan menemukan cinta pertamanya itu. "Kejarlah cinta pertamamu itu, sayang. Tapi jika kamu tidak menemukannya. Maka temui aku, karena seburuk apapun dirimu itu. Aku akan tetap mencintaimu, bagaimanapun keadaanmu nanti ...," kata Marisa di dalam hatinya, lalu melajukan mobilnya kembali di jalanan Jakarta dengan gundah-gulana nya. Dengan kecepatan sedang, karena jalan yang sudah ramai dengan kendaraan lainnya. Yang menuju pulang ke tujuannya masing-masing. "Aku tak boleh gagal kali ini. Aku harus dapat mengejar cinta pertamaku itu!" tekad Ketrien pun berkata di dalam hatinya. Sambil berlari kecil menuju ke mana tadi Zulian ia lihat. Bersama Matahari yang semakin condong ke arah barat. Tempat dirinya untuk beristirahat. Dan memberikan tugasnya kepada malam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN