Ketrien yang terus melangkahkan kakinya dengan santainya, akhirnya tiba di pinggir jalan raya untuk mencegat taksi yang akan mengantarkan dirinya ke rumah ibunya. Walaupun aplikasi taksi online ada pada smartphonenya. Akan tetapi entah kenapa, kekasih Zulian di masa SMA nya itu, lebih suka menggunakan taksi biasa. Baginya dengan cara seperti itu, dirinya lebih menikmati hidupnya yang sudah penuh dengan masalah di dalam kesehariannya itu. Sepertinya gadis ini menyukai hal-hal yang berbau klasik daripada hal yang berbau modern.
Tak perlu menunggu lama ia berada di pinggir jalan raya itu. Karena dari kejauhan tampak sebuah taksi kosong sedang menuju ke arahnya. Ia lalu melambaikan tangan kanannya ke arah taksi yang tengah melaju di jalan raya itu, dengan elegannya.
Melihat pertanda lambaian tangan Ketrien. Pengemudi taksi itu pun, lalu meminggirkan taksinya ke pinggir jalan raya di mana Ketrien berada. Dan menghentikan lajunya, tepat di samping Ketrien. Yang langsung membuka pintu depan taksi itu. Lalu masuk ke dalamnya, dan duduk di samping pengemudi taksi yang masih berusia muda. Walaupun terlihat tidak modis sama sekali penampilannya, jika dibandingkan dengan teman-teman Ketrein, yang berpenampilan cowok metroseksual. Dan berjiwa kota metropolitan. Maka supir taksi itu, jelas kalah telak
Setelah memberitahu arah tujuannya, kepada si pengemudi taksi itu. Taksi itu pun lalu melaju, untuk mengantarkan Ketrien ke tempat tujuannya. Tanpa basa-basi sedikit pun.
Di dalam taksi, Ketrien lebih sibuk dengan smartphonenya. Daripada harus berinteraksi dengan pengemudi taksi yang masih muda, yang sepertinya sangat tertarik dengan Ketrien. Hal itu terlihat dengan seringnya ia melirik Ketrien, jika Ketrien tengah lengah dan sibuk dengan smartphonenya. Bukannya Ketrien tak menyadari akan hal itu, namun ia tak peduli akan hal itu sama sekali. Baginya asal tidak mengganggunya, ia akan tetap terdiam seperti itu, sibuk dengan dirinya sendiri. Tak ingin mempedulikan hal apa pun sama sekali.
"Wah ...! benar-benar perempuan yang sangat cantik sekali. Andai Lastri, secantik dirinya. Pasti sudah aku suruh ia meminta cerai dengan suaminya. Dan segera ku pinang dia dengan sesegera mungkin. Tapi sayangnya Lastri tidak mungkin bisa secantik dirinya, walaupun dirinya melakukan perawatan berbiaya mahal sekali pun. Bisa kiamat kalau dirinya secantik perempuan ini," ucap Pengemudi taksi yang berwajah khas Jawa, dengan potongan rambut cepak dan berkulit sawo matang, di dalam hatinya, dengan penuh khayalan tingkat tingginya.
Taksi itu pun terus berjalan di jalanan mulus Jakarta. Tanpa hambatan apa pun
Akan tetapi, setelah melakukan perjalanan cukup lama. Taksi itu terjebak macet di jalan utama Jakarta. Yang membuat Ketrien jenuh dengan smartphonenya, dengan aplikasi yang ada pada smartphonenya itu. Padahal gadis itu sudah membuka banyak aplikasi di ponsel pintarnya itu.
Untuk menghilangkan rasa jenuhnya itu, ia pun lalu berpikiran untuk berinteraksi dengan pengemudi taksi yang bernama Joko. Ketrien tampak menunggu waktu yang tepat, untuk memulai berinteraksi dengan Joko. Dan saat itu pun tiba, di saat Joko tengah memperhatikan dirinya. Ketrien melihat nama pada kartu tanda pengenalnya, yang bertuliskan nama Joko S.
"Mas Joko, ada apa ya? Dari tadi memperhatikan saya terus. Apa ada yang aneh dengan diri saya ini?" tanya Ketrien, sambil tersenyum ke arah Joko. Yang terlihat grogi dengan senyuman dari Ketrien. Karena di matanya itu. Senyum Katrien begitu indah dan manis dipandang. Bagai senyum bidadari yang turun dari surga paling tinggi di dalam khayalannya.
"Anu Mba ...-" ucapan Joko pun terhenti. Karena saking groginya dirinya berinteraksi dengan gadis secantik Ketrien. Yang baru pertama kali ia temui di dalam hidupnya.
"Anu, kenapa sih Mas?" ujar Ketrien, dengan nada suara yang menggoda. Sengaja ia melakukannya untuk menghilangkan rasa jenuhnya. Dengan hati yang terbahak-bahak melihat sikap Joko, yang salah tingkah terhadap dirinya.
"Anu, Mba cantik sekali ...," sahut Joko, sambil berpura-pura fokus dengan kemudinya. Yang membuat Ketrien tersenyum. Dan kembali sibuk dengan smartphonenya. Tak mempedulikan Joko lagi, yang tampaknya kapok tak ingin melirik Ketrien lagi. Karena ia telah ketahuan tadi.
Supir taksi itu, kini lebih konsentrasi dengan kemudinya itu, daripada harus melirik Ketrien. Yang baginya, dirinya itu. Bagai pungguk yang merindukan bulan. Bulan itu adalah Ketrien. Sedangkan dirinya adalah pungguk nya. Si burung elang malam, alias burung hantu. Yang kesepian disepanjang malamnya.
Terlihat Ketrien masih sibuk dengan dunia maya pada smartphonenya. Hingga tiba-tiba saja, ada panggilan video call pada smartphonenya itu. Sebenarnya Ketrein malas menerima video call, dari teman SMAnya itu. Tetapi akhirnya, ia pun menerima video call itu. Hingga terjalinlah video call di antara mereka dengan sosok yang bernama Tiwi. Dengan sosok lelaki berdandan ala seorang perempuan tulen. Perempuan yang modis, seperti super model Indonesia.
"Hay Jeng, lagi di mana?" tanya Tiwi yang memiliki nama asli Tirta, dengan suara yang dibuat selembut mungkin seperti suara seorang perempuan tulen.
"Lagi di taksi, sama babang tamvan ...," sahut Ketrien melirik ke arah Joko, yang membuat Tiwi penasaran dibuatnya.
"Coba lihat babang tamvannya ...?" kata Tiwi dengan nada centilnya.
Tanpa berpikir lagi dan meminta persetujuan dari Joko. Ketrien langsung saja mengarahkan kamera depannya ke arah wajah, yang sedang menyupir dengan penuh keseriusannya.
Tiwi pun tertawa dengan kerasnya, saat melihat wajah Joko yang dinilai ndeso, jauh dari seleranya yang memang menyukai lelaki bertipe Korea.
"Ini mah babang tamvan yang sesungguhnya," kata Tiwi, setelah menghentikan tawanya.
Mendengar wajahnya disebut ndeso, Joko pun melirik ke layar smartphone melihat wajah Tirta alias Tiwi yang berdandan seolah seorang perempuan tulen. Joko langsung saja menyambar perbincangan antara Ketrien dan Tiwi. Karena pengemudi taksi itu tak terima wajahnya disebut ndeso. Baginya itu adalah penghinaan terbesar di dalam hidupnya.
"Heh, kamu kayak sudah benar saja. Bilang wajahku ndeso. Kamu tuh yang enggak jelas. Enggak tahu laki-laki tapi berdandan seperti perempuan, mending kalau cantik mah. Dasar banci Taman Lawang!" ujar Joko dengan perkataan yang berapi-api. Melampiaskan amarahnya kepada Tiwi, dengan tetap fokus menyetir taksinya menuju rumah ibunya Ketrien. Seolah tak terganggu sama sekali dengan hubungan video call itu.
"Aku memang banci, tapi banci cantik ...," sahut Tiwi tak kalah sengit.
"Banci tetap banci! enggak ada yang cantik!" seru Joko tak mau kalah.
"Tapi aku cantik!" sahut Tiwi dengan nada genit, seakan ingin menggoda Joko.
"Bodo amat!" timpal Joko dengan nada ketusnya.
"Awas nanti jatuh cinta ...," sambung Ketrien lalu tertawa dan memutuskan hubungan video call itu. Tak ingin perdebatan di antara mereka menjadi lebih panjang lagi.
"Kenapa sih Mba, Video call nya di mati'in. Akukan belum puas melampiaskan amarahku ini?" tanya Joko, masih tersulut oleh api kemarahannya terhadap Tiwi.
"Langsung ketemu saja sama orangnya, mau ..?" canda Ketrien. Lalu tersenyum lepas kepada Joko.
"Ogah!" Joko terdiam sejenak. Lalu melanjutkan perkataannya kembali.
"Mba, mukaku engga ndeso kan?" tanya Joko kembali, dengan penuh penasarannya.
"Enggak ko, kamu itu tampan," dusta Ketrien demi menghibur Joko.
Mendengar pujian dari Ketrien. Joko pun tersenyum lebar. Dirinya benar-benar terbang ke awang-awang atas pujian Ketrien itu.
"Maaf ya Mba, tadi aku lancang dan kasar sama teman Mba itu," kata Joko dengan nada lirih. Sangat merasa bersalah atas kejadian video call tadi.
"Santuy aja Mas Joko, aku tidak merasa terganggu kok ...," sahut Ketrien, lalu tersenyum manis ke arah Joko. Yang semakin terbang tinggi ke awang-awang.
Walaupun Ketrien berbicara seperti itu. Tetap saja Joko merasa bersalah. Karena ia merasa, tak seharusnya ia bersikap seperti itu kepada penumpangnya. Joko lalu terdiam tak mengeluarkan suaranya lagi. Dirinya lebih terfokus pada menyetirnya untuk mengantarkan Ketrien ke tujuannya dengan aman dan nyaman. Tanpa kendala sedikit pun.