Bab 13. (Ketrien dan Joko yang Semakin Dekat)

1141 Kata
Malam semakin melarut, Ketika Ketrien menunggu taksi Joko untuk menjemputnya pulang. Gadis cantik itu tampak galau, ia hanya duduk pada sebuah halte yang telah sepi, yang berada di pinggir jalan raya. Kali ini Ketrien memakai jaket berwarna biru, untuk menahan dinginnya udara malam. Yang seakan ingin menembus tulang sumsumnya sedari tadi. Terlihat ia sedang termenung di halte itu. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh dirinya, hingga ia menjadi seperti itu?. "Kadang aku merasa jenuh dengan hidupku ini, aku tidak tahu, harus sampai kapan aku seperti ini?" ucap Ketrien di dalam hatinya, sambil memandangi jalanan yang telah sepi oleh kendaraan bermotor. "Lian, Lian. Apakah takdir sedang mempermainkan cinta kita ini, dengan liku-likunya?" tanya Ketrien di dalam hatinya dengan penuh kegalauannya. Terlihat Ketrein terus terdiam, bermain dengan angannya itu. Hingga taksi yang dikemudikan oleh Joko tiba dan berhenti di halte bus itu. Mengetahui taksi Joko telah tiba. Ketrein segera menghampirinya, membuka pintu dan lalu masuk ke dalam taksi itu. Lalu menutupnya kembali. Taksi itu pun lalu melaju, setelah Ketrien masuk ke dalam taksi itu. Tanpa sebuah basa-basi lagi. "Ket, lama nunggunya ya?" tanya Joko, memulai pembicaraan di antara berdua. "Ya, begitulah. Tapi aku maklum ko, kamu kan sibuk dengan pacarmu itu," sahut Ketrien, mengingat kejadian beberapa waktu lalu, saat mereka bertemu di Mall. Dengan senyum yang seakan, ingin menggoda Joko. Dengan kejadian itu. "Ah kamu, Ket. Masih saja ingat kejadian itu," timpal Joko, lalu tersenyum malu-malu, dengan ingatan saat ia dan Lastri bertemu dengan Ketrien di Mall. "Ingatlah Jok, siapa yang bisa lupa. Tante-tante menggandeng seorang brondong, di depan umum. Ha ...!" goda Ketrien, lalu tertawa lepas. "Dia itu teman Mba ku di kampung, jadi kami keliatan begitu akrab," alasan Joko pun berbicara, berusaha mendustai Ketrien. "Oh, jadi begitu ya. Itu berarti spekulasi ku saja yang salah, yang berkembang dengan liar ...," timpal Ketrien, lalu mengambil smartphonenya dari dalam tasnya. Dan mulai membuka aplikasi onlinenya . "Makanya kemarin kan aku bilang, 'apa yang kamu lihat itu. Belum tentu sama dengan apa yang kamu pikirkan'," tutur Joko, sambil membelokan arah taksinya dari arah jalan raya itu, menuju ke tujuan Ketrien. Ketrien hanya terdiam, karena sedang fokus dengan akun Facebooknya. Hingga Joko membuka pembicaraan, dengan topik yang baru. Agar ia tetap dapat berinteraksi dengan Ketrien. Seakan dirinya ingin benar-benar dekat dengan gadis pujaannya itu. "Ket, kamu sebenarnya kerja apa sih? Ko pulangnya semalam ini?" tanya Joko, yang kali ini disahuti oleh Ketrien. Walaupun masih tetap fokus dengan smartphonenya itu. "Aku ini seksi Dancer, jadi kerja aku. Kalau ada job saja. Kalau aku lagi enggak ada job, ya sibuk latihan. Atau menganggur saja," sahut Ketrien, dengan tatapan mata masih tertuju dengan smartphonenya. "Kenapa kamu enggak mencari kerja lain, atau kuliah saja?" tanya Joko, seakan ingin lebih tahu. Tentang Kehidupan Ketrien lebih dalam. "Aku itu sudah lulus kuliah, mencari pekerjaan lain. Aku enggak suka, karena sepertinya panggilan jiwaku, ada di dunia Dancer. Aku enggak mau kalah, sama Kakakku yang jadi vokalis band," ujar Ketrien mengutarakan keinginannya itu, lalu tersenyum ke arah Joko dengan manisnya. "Oh, aku kira kamu itu sedang menunggu lelaki yang akan melamar kamu?" sahut Joko, seakan memancing Ketrien. "Memang ada lelaki yang mau melamar diriku ini?" timpal Ketrien, seakan serius. Yang ditanggapi serius oleh Joko. "Akulah lelaki yang akan melamar dirimu ...!" ucap Joko dengan penuh percaya dirinya. Yang membuat Ketrien tertawa dengan lepasnya, ketika mendengarnya. "Ha ...ha...! kamu itu bisanya ngawur saja. Aku itu sudah punya pacar, walaupun sedang dalam hubungan ketidakpastian ...," timpal, Ketrien. Sambil menatap wajah Joko, yang membuat Joko menjadi ge'er diperlakukan seperti itu oleh Ketrien. "Kamu bohong ya, jujur saja kamu itu enggak suka, apalagi cinta sama aku. Aku itu belum pernah melihat kamu bergandengan tangan dengan seorang lelaki. Aku tahu, aku ini enggak selevel sama kamu ...," ucap Joko, dengan gaya yang mendayu. Mendengar akan hal itu, Ketrien lalu keluar dari aplikasi facebooknya. Lalu membuka album foto yang ada di smartphonenya. Dan lalu membesarkan sebuah foto, yang terdapat sosok dirinya dan Zulian. Yang sedang berdampingan, dengan masih memakai seragam SMA. Ketrien lalu memperlihatkan foto di dalam ponselnya. Kepada Joko yang ada di sampingnya, hingga Joko pun tampak terkejut. Ketika melihat foto diri Zulian bersama Ketrien, yang pernah ia jumpai sewaktu di Mall bersama Sri. Joko lalu terdiam, sambil memandang foto Zulian dengan mata kirinya. Dengan pikiran bermain di benaknya. "Apakah mungkin, lelaki berwajah Korea di foto ini? adalah lelaki berwajah Korea. Yang dulu berjumpa dengan diriku di Mall, dan tengah bersama adiknya Lastri?" tanya Joko di dalam hatinya, masih terdiam dengan tatapan mata kirinya terfokus pada sosok Zulian di dalam smartphone milik Ketrien. Melihat Joko terdiam dengan tatapan mata kiri seperti itu. Ketrien lalu mengagetkannya. "Woi! ngelihatnya biasa saja kali sama pacarku. Jangan-jangan kamu naksir sama pacarku ya?" ucapan Ketrien itu tak membuat Joko kaget. Ketien lalu menarik smartphonenya, dari pandangan mata kiri Joko. Lalu memasukan kembali smartphonenya ke dalam tasnya. "Ngawur saja kamu Ket, aku itu masih normal. Aku hanya ingat saja, sama lelaki itu. Ko wajahnya mirip pemain drama Korea ya? Jangan-jangan itu hanya foto editan ya?" tanya Joko, seakan tidak mengenal Zulian sama sekali. "Enak saja, itu foto asli. Saat kami masih SMA dulu," timpal Ketrien dengan ringannya. "Tapi kenapa, dia enggak pernah kelihatan jalan bareng sama kamu ya?" tanya Joko dengan penuh selidik. "Ya, masalahnya itu. Aku itu kehilangan jejak dirinya selama 5 tahun terakhir ini." timpal Ketrien apa adanya. "Aneh, pacaran ko sampai kehilangan jejak seperti itu. Apa memang selama ini kalian enggak ada komunikasi sama sekali?" tanya Joko kembali. "Enggak sama sekali," jawab Ketrien dengan datarnya. "Lewat telepon?" tanya Joko kembali. "Enggak," sahut Ketrien ringan tanpa beban sama sekali. "Lewat jejaring sosial?" tanya Joko lebih penasaran lagi. "Enggak ...," jawab Ketrien semakin datar suaranya. "Waduh, itu mah seperti zaman kakek-nenek kita saja dulu. Saat teknologi masih sederhana, jadi sulit untuk berkomunikasi satu dengan yang lainnya," ucap Joko. "Itulah seni dirinya, sangat misterius sekali orangnya. Aku itu sudah mencarinya di jejaring sosial manapun. Tapi tidak ada akunnya sama sekali," tutur Ketrien dengan nada yang lirih. Seolah sedang menahan kesedihannya selama ini, di dalam pencariannya mencari Zulian. "Berarti kamu selalu merindukan masa lalu dong, selalu mengingatnya hingga saat ini. Walaupun sudah kehilangan jejaknya?" Ketrien pun tersenyum mendengar perkataan dari Joko. "Mungkin bisa dibilang seperti itu, tapi aku sudah sedikit menemukan jejaknya." kata Ketrein, dengan pancaran mata yang penuh dengan kebahagiannya. "Kapan dan di mana?" tanya Joko, dengan basa-basi nya. Yang dijawab dengan penuh antusias oleh Ketrien. "Pertama saat aku berada di dalam Busway, aku melihat dirinya tengah berada di dalam halte busway. Kedua saat aku keluar dari dalam Busway. Dan aku melihatnya masuk ke dalam Busway yang berlawanan arah, bersama seorang gadis berdandan menor, sebelum kita bertemu di Mall itu. Tapi sayangnya dari kedua kejadian itu, aku belum sempat dapat menemuinya," jelas ketrien, yang membuat Joko terdiam. Mulai berasumsi tentang sosok Zulian di dalam pikirannya itu. Sosok yang ia lihat sedang jalan bersama Sri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN