2. I found You

1803 Kata
Kilatan blitz langsung kentara menyergap ketika Arsene, Oliver, serta Kimora memasuki ruang auditorium yang berada di gedung Exon Corporation. Semua wartawan tampak berlomba untuk meliput jalannya proses pelantikan CEO yang ke depannya akan memimpin perusahaan konstruksi terbesar di Inggris Raya tersebut. Arsene, dengan dibalut jas berwarna Navy tampak duduk dengan tenang tepat di sebelah Oliver. Tidak sedikit pun raut gugup terlihat di wajah tampannya. Setelah bertahun-tahun belajar, magang, hingga terjun langsung ke berbagai macam tender bersama Oliver, Arsene terus berusaha untuk meyakinkan semua pemegang saham dan para petinggi perusahaan. Ia, di umur yang baru menginjak angka 25 tahun, berusaha membuktikan kepada semua orang kalau dirinya memang benar-benar pantas menduduki kursi jabatan yang dulu pernah ayahnya tempati. Setelah dua kali melakukan rapat umum pemegang saham, akhirnya didapatkan kesepakatan kalau Arsene memang layak menempati posisi tersebut. Untuk itulah, hari ini secara resmi ia akan dilantik oleh para komisaris agar bisa segera menjalankan tugas sebagaimana mestinya. "Terima kasih atas kehadiran serta kepercayaan yang sudah diberikan oleh para petinggi Exon Corporation kepada saya." Arsene kini sudah berdiri dengan penuh percaya diri di depan mimbar. Memberikan sambutan pertamanya sebagai seorang CEO. Sementara itu, para awak media yang hadir langsung berebut untuk mengabadikan momen terbaik dari Arsene. Setahun belakangan ini, ia memang menarik perhatian public luas karena terbosoan-terobosan yang dilakukannya dalam dunia bisnis. Apa pun itu bila berhubungan dengan Arsene, pasti sangat laris untuk diberitakan. "Sebagai pemula di dunia bisnis, tentu merupakan kehormatan bagi saya karena bisa menduduki jabatan sebagai CEO. Besar harapan, setelah memimpin purusahaan ini, Exon Corporation semakin berkembang. Menjadi satu-satunya perusahaan kontruksi multinasional yang sepak terjangnya melesat hingga ke berbagai belahan dunia." Riuh suara tepuk tangan seluruh peserta rapat terdengar membahan memenuhi ruangan. Kilatan lampu kamera kembali menerpa Arsene yang begitu berapi-api menjelaskan visi dan misinya setelah resmi diangkat menjadi pimpinan. "Sebagai CEO yang baru, hal pertama apa yang akan Anda lakukan pada perusahaan ini?" tanya salah seorang wartawan. Arsene tersenyum kemudian menjawab dengan begitu tenang. "Baru-baru ini, saya menyetujui tawaran joint venture dengan beberapa perusahaan besar asal Timur Tengah untuk membangun gedung tertinggi di dunia. Saya optimis, proyek ini bisa selesai tepat waktu. Dan ketika semuanya berjalan sesuai harapan, Exon Corporation akan semakin di perhitungkan keberadaannya di kancah bisnis internasional." Semua orang kembali bertepuk tangan. Begitu banyak yang terkagum-kagum dengan keluwesan Arsene menjelaskan serta menghadapi banyaknya rentetan pertanyaan yang diberikan. Ia tampak santai seolah tidak sedikit pun memiliki beban. "Soal pasangan ... " salah seorang wartawan kembali mengajukan pertanyaan. "Apakah Mr. Arsene sudah memiliki calon pendamping dan berniat untuk segera mengakhiri masa lajang? Mengingat kepopuleran Anda saat ini, pasti banyak wanita di luar sana yang mangantre untuk menjadi calon istri." Lagi, senyum Arsene sunggingkan. Dengan ramah ia menjawab satu per satu pertanyaan yang diberikan. "Untuk saat ini, saya belum terpikirkan untuk menikah. Soal pasangan sendiri, nanti kalian akan tahu siapa wanita yang berhasil mencuri hati saya." Setelah selesai melewati sesi tanya jawab dengan beberapa wartawan, pria itu dengan di iringi Oliver dan Kimora memilih untuk keluar auditorium. Bersiap untuk pergi menuju ruang CEO dan memulai pekerjaanya untuk pertama kali. *** "Arsene Tobias Geraldo, apa kami mengganggumu?" Arsene baru saja menyelesaikan pekerjaan pertamanya sebagai seorang CEO. Memasuki jam makan siang, ia dikejutkan dengan kehadiran para sahabat yang secara tiba-tiba bertandang ke kantornya tanpa menghubungi terlebih dahulu. "Astaga, kenapa kalian tiba-tiba ada di sini?" Arsene buru-buru bangkit. Pria itu lantas mendekati tiga orang pria yang tampak berdiri tak jauh dari muara pintu ruangan. "Ini idenya Edward," tunjuk salah seorangnya. "Playboy tengik itu sengaja sekali ingin memberimu kejutan. Macam anak kecil saja." Pria bernama Edward itu langsung berdecak. Lalu dengan serta merta menyerahkan box kue yang sebelumnya ia pegang. "Oh ayolah, Rich. Kenapa kau banyak mulut sekali? Bukannya ini ide kita bertiga? Kenapa kalian menjadikanku kambing hitam sekarang?" "Tapi memang kau pencetusnya, kan?" delik Richard. "Kau yang sedari tadi merengek. Bahkan, meminta aku dan Kenzie untuk segera menjemput lalu menemanimu membeli kue ulang tahun untuk Arsene," tambah pria itu. "Benarkah?" Giliran Arsene yang memastikan. Ia menatap satu per satu sahabatnya dengan tatapan tidak percaya. Keseringan bercanda, ia tidak menyangka kalau para sahabatnya itu bisa bersikap manis juga. "Well ... baiklah. Aku mengakuinya. Apa yang dikatakan Richard memang benar." Sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Edward pada akhirnya mengakui apa yang diucapkan Richard. Di antara ketiga sahabatnya, ia memang paling dekat dengan Arsene sedari awal memulai pertemanan. Apa-apa selalu mereka kerjakan berdua. Bahkan, Edward sudah menganggap Arsene seperti seperti saudaranya sendiri. Kenzie dan Richard bahkan menyebut mereka seperti saudara kembar. "Memang aku yang menyeret mereka berdua untuk ikut menemuimu. Lagi pula, kami memang sudah sepantasnya mengucapkan ulang tahun dan selamat atas pencapaianmu hari ini. Jujur aku pribadi bahkan begitu bangga denganmu." Arsene tersenyum haru. Tanpa canggung langsung memeluk satu per satu para sahabatnya. Mengucapkan terima kasih karena semenjak pertama kali memasuki kuliah hingga saat ini ia sudah bekerja, ketiga sahabatnya ini selalu berada di sampingnya. Tidak sedikit pun beranjak di saat susah maupun senang. "Ya Tuhan, aku benar-benar terharu atas ucapan kalian." Ia kemudian meminta ketiga sahabatnya untuk segera duduk di sofa. Di sanalah mereka semua mulai berbincang dengan santai. "Jadi, bagaimana pelantikanmu hari ini? Kulihat dikilas berita, saham perusahaan kalian langsung naik secara signifikan setelah kau resmi menjabat sebagai CEO yang baru," ungkap Kenzie. Ada nada kagum terselip dalam ucapannya. Sesama CEO muda, tentu saja ia turut bangga dengan apa yang sudah dicapai oleh sahabatnya itu. Arsene langsung mengangguk. Sambil memotong kue ulang tahun yang Edward bawakan, ia menanggapi pertanyaan Kenzie dengan santai. "Aku juga merasa sangat terkejut, Ken. Ini benar-benar pencapaian yang luar biasa untukku sebagai pemula. Aku tidak tahu kalau pelantikan ini bahkan berpengaruh pada saham perusahaan. Para komisaris juga sempat membicarakannya." "Itu berarti, keberadaanmu benar-benar ditunggu oleh public luas." Richard ikut menanggapi dengan serius. "Sepertinya mereka memang tertarik dengan segala terbosan serta sepak terjangmu belakangan ini. Perlu ku akui, segala ide briliant yang kau tunjukkan memang membawa angin segar bagi bisnis ini." "Arsene, kau benar-benar membanggakan." Kali ini Edward yang berbicara. Pria itu tidak mau kalah memberikan selamat kepada sahabat karibnya. "Demi Tuhan, aku sangat iri denganmu. Semoga suatu hari nanti, aku bisa menduduki jabatan sebagai CEO AlphaBeta dan bersinar seperti dirimu saat ini," decaknya begitu kagum. Ketiganya lantas memilih untuk menikmati kue yang baru saja Arsene potong dan sodorkan. Sambil melahapnya, mereka terus memperbincangkan berbagai topik dengan santai. "Omong-omong, apa tidak ada pesta kecil-kecilan? Semacam perayaan atas ulang tahun sekaligus keberhasilanmu hari ini?" tanya Edward sambil menyuap kue di tangannya. Sudah menjadi tradisi bagi mereka semua bila merayakan sesuatu, pasti akan mengadakan pesta. Entah secara besar-besaran atau secara private bersama teman dekat saja. "Astaga kau benar. Karena beberapa hari ini begitu sibuk, aku sampai tidak kepikiran ke arah sana. Tapi bagaimana kalau kita adakan saja pestanya nanti malam?" Kenzie meletakkan piring kuenya di meja. Meraih cangkir teh, lalu menyesap minuman tersebut. Setelah habis, pria itu mengangguk setuju dengan ide yang baru saja Arsene kemukakan. "Aku setuju. Kita rayakan saja di American Bar." "Ya, benar kata Kenzie. American Bar tempat yang cocok untuk kita merayakan ini semua." Richard ikut menimpali. "Tapi, apakah nanti malam boleh membawa pasangan?" tanya Edward hati-hati. "Maksudku, pesta nanti malam sebatas kita-kita saja seperti biasa. Atau boleh membawa teman wanita juga?" Richard yang duduk di seberang Edward langsung memasang wajah sinis. Ia paham ke mana arah pembicaraan sahabatnya yang satu itu. "Memangnya kalau boleh kenapa? Kau mau bawa pasangan?" Edward mengangguk angguk. "Tentu saja." "Wanita mana lagi yang kali ini mau kau bawa Edward Cullen?" tanya Richard. "Ada seorang wanita yang tengah ku incar saat ini. Aku bermaksud untuk mengenalkannya pada kalian. Sepertinya aku cocok dengan wanita itu." Richard mendengkus. Bosan sudah dirinya mendengar kata-kata mutiara yang sering Edward lontarkan. Hampir di setiap teman kencan yang Edward kenalkan, ia selalu saja berucap dengan perkataan yang sama. "Asal kau tahu saja, aku bahkan bosan membaca apalagi mendengar beritamu di portal gosip yang dikabarkan selalu bergonta ganti pasangan." "Namanya Playboy memang seperti itu, kan?" debat Edward tidak mau kalah. "Lagi pula, selagi masih muda apa susahnya menikmati hidup. Lagi pula, mereka yang selalu mengejar-ngejarku. Tapi yang paling penting dari semua ini, aku tidak pernah sekali pun selingkuh atau mengencani pasangan orang lain." Richard berdecak dengan malas. Ia hapal benar tabiat sahabatnya yang satu ini. Bukan rahasia umum lagi kalau di antara mereka berempat, hanya Edward yang paling suka bergonta ganti pasangan atau teman kencan. "Aku doakan saja suatu hari nanti kau kena batunya. Mana tahu suatu saat nanti kau yang pada akhirnya harus repot mengejar-ngejar wanita yang kau taksir." Edward mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ingin mengumpat atas doa jelek yang baru saja sahabatnya itu lontarkan. Tapi karena melihat Kenzie yang memberikan isyarat untuk tidak melawan, Edward hanya bisa menarik napas kemudian berusaha menyahut dengan santai. "Itu tidak akan mungkin terjadi, Richard Delano." **** Seperti yang sudah disepakati bersama, ke empat sahabat itu memutuskan untuk berkumpul di America Bar tepat pada pukul delapan malam. Arsene sendiri kali ini membawa serta Kimora untuk menemaninya. Setelah melakukan reservasi dan memesan makanan pembuka, Arsene bisa melihat Kenzie tiba lebih dulu di tempat acara dengan membawa serta Tita, kekasihnya. Lalu tak lama berselang disusul Richard yang juga hadir dengan membawa Claire, tunangannya. "Kami tidak terlambat, kan?" tanya Kenzie sambil menarikkan kursi lalu mempersilakan kekasihnya untuk duduk. "Tenang saja. Aku dan Kimora bahkan baru sampai 10 menit yang lalu," sahut Arsene. Setelahnya, ia ikut duduk kemudian memulai perbincangan. "Arsene, selamat atas ulang tahun dan pencapaianmu hari ini. Aku tahu, kado ini tidak seberapa. Tapi setidaknya aku dan Richard tulus memberikannya padamu," ucap Claire seraya menyodorkan sebuah kotak berwarna hitam sebagai kado ulang tahun Arsene kali ini. "Astaga, tidak perlu repot-repot. Kalian hadir saja aku sudah sangat bersyukur," ucap pria itu. "Tapi mau bagaimana pun, kau pantas menerima semua ini." Tita di tempat duduknya ikut menambahkan. Wanita itu lantas mengeluarkan bingkisan, kemudian menyerahkannya kepada Arsene. "Ini aku dan Kenzie yang memilihnya secara khusus. Kami harap kau berkenan untuk memakainya." "Tentu saja." Di sela-sela perbincangan mereka, Edward yang sedari tadi ditunggu akhirnya tiba. Sambil melempar senyum pria itu langsung menghampiri bersama wanita yang ia bawa. "Maaf aku sedikit terlambat. Aku harus mengambil kado terlebih dahulu," kata Edward sambil menyodorkan barang yang ia bawa. Sebuah kotak berisi jam secara khusus ia berikan kepada sahabatnya itu. "Sekali lagi selamat ulang tahun Arsene. Aku harap di umurmu kali ini, semua cita-cita yang belum terwujud bisa disegerakan." Arsene yang kala itu berdiri langsung memeluk Edward dengan penuh haru. Ketika mengurai pelukan, fokusnya langsung tertuju pada wanita cantik yang sahabatnya itu bawa. "Ed, kau tidak ingin mengenalkan wanita cantik di sebelahmu ini?" "Ah, ya ampun. Aku hampir lupa," balas Edward. Pria itu kemudian menoleh ke arah wanita yang berdiri tepat di sebelahnya. "Perkenalkan teman-teman semua. Wanita cantik ini adalah Olivia Walters Adelaide." Arsene menatap lekat manik cokelat di hadapannya. Detik kemudian, ia menyodorkan tangan seraya menyunggingkan senyum penuh arti. "Arsene Tobias Geraldo. Senang sekali bisa bertemu denganmu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN