Sedikit Marah

1199 Kata
Bagas memutar-mutar pena yang harganya tidak bisa dikatakan murah, kira-kira harganya sekitar satu juta rupiah. Otaknya saling berperang satu sama lain seakan tidak ada yang ingin kalah. Apa yang harus Bagas lakukan? Entahlah, ia larut dalam pikirannya sendiri. Bagas melihat jam tangan yang bertengger nyaman di pergelangan tangannya. Sudah pukul delapan malam, tidak ada hal menarik dari tempat dia mendudukan diri sekarang. Jangan heran jika dari luar terlihat cahaya yang menyala dari bangunan yang cukup besar ini. Hampir setiap hari ada divisi yang lembur untuk menyelesaikan pekerjaan atau juga mencapai target-target tertentu. Bagas mulai berdiri, dia melepaskan pena di atas meja begitu saja seakan tidak ada hal menarik darinya. Bagas mulai melangkah untuk mendekati jendela, kaca jendela yang gelap apabila orang luar yang melihatnya tetapi jika dari dalam Bagas bisa melihat apapun dengan jelas. Ruangannya berada pada lantai yang paling atas yaitu lantai lima belas. Mungkin jika perusahaannya mengalami perkembangan yang signifikan dia akan membangun anak-anak perusahaan lainnya untuk menaklukkan pasar bisnis. Bagas memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana, dia masih memperhatikan bangunan-bangunan luar yang penuh dengan cahaya. Sangat menarik, setidaknya untuk menemani malam sepinya yang tiada berunjung. Kekayaan yang Bagas miliki tidak mampu untuk membeli rasa kenyamanan. Di tengah keramaian sekalipun Bagas merasa sangat kesepian. Apa semua orang merasakan hal yang sama seperti dirinya? Atau hanya dirinya sendiri? Ya mungkin saja. Bagas masih setiap menatap pemandangan malam diluar ruangan. Meskipun hanya bangunan-bangunan yang bisa ia pandang. Setelah puas, Bagas mulai mengambil ponsel, dompet dan juga kunci mobil di atas meja. “Lo mau kemana?”tanya Vero dengan tatapan bingung. Kegiatan Vero yang cukup menegangkan terpaksa terhenti karena melihat atasan sekaligus temannya itu keluar dari ruangan dengan penampilan cukup keren. Vero bahkan pernah bingung dan mempertanyaan kapan Bagas akan terlihat jelek? Melewatkan aktivitas mandi saja selama beberapa hari tidak membuat diri Bagas terlihat lusuh, kusam dan tidak merusak mata. “Mau pulang,” jawab Bagas seadanya. Vero bersok ria, akhirnya dia bisa pulang ke rumah juga setelah menghabiskan hampir semua waktunya untuk perusahaan. Bagas tidak berkomentar banyak, dia langsung turun ke bawah dengan menggunakan lift. Jika tidak mendapat kabar bahagia seperti ini, maka Vero akan kesal karena dia hanya mati dalam memainkan games perang kesukaannya. Tetapi berhubung dia akan segera pulang ke rumah, maka tidak masalah jika dia harus mati di dalam perang. Vero mulai membereskan barang-barang, setelah itu dia turun ke bawah untuk segera pulang ke rumah. Bagas mengemudikan kendaraannya tidak kecepatan normal, berhubung masih cukup senja untuk anak malam maka suasana kali ini masih sangat ramai dan dipenuhi banyak manusia yang berlalu lalang. Sebelum sampai ke tempat tujuan, Bagas lebih dulu mampir di minimarket untuk membeli beberapa kebutuhan dan keinginan. Seperti biasa, Bagas memakai masker dan topi. Dia terlalu percaya diri jika ada yang mengenal siapa dirinya. Padahal pada kenyataannya, orang-orang terlalu sibuk dengan dunia mereka masing-masing sehingga tidak memiliki waktu untuk mencampuri hidup orang lain. Bagas memilih beberapa makanan ringan, tidak lupa membaca komposisi yang terkandung di dalamnya. Pilihan Bagas jatuh pada sebatang cokelat dengan bungkus berwarna ungu tua. Bagas mengambil beberapa bungkus setelah itu mengambil buah-buahan yang masih terlihat segar. “Ada tambahan lain Mas?” Bagas menggelang. Kasir langsung mengatakan total belanjaannya. Bagas menbayar dengan menggunakan kartu. Setelah selesai, dia kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. Apa lagi kalau bukan rumah sakit yang selalu dia datangi 1 bulan belakangan ini. Bagas membawa plastik belanjaan ke dalam rumah sakit. Dia tidak perlu bertanya-tanya kepada karyawan yang bekerja karena Bagas sudah sangat hafal dimana letakkan ruangan Alena. Ya dia akan mengunjungi Alena lagi meskipun terakhir kali dia sudah mengatakan tidak akan datang ke sini lagi. “Alena nya tidur Sus?” tanya Bagas kepada suster Erin yang duduk di nurse station. “Eh Pak Bagas, sepertinya belum Pak.” Erin lumayan kaget dengan kedatangan Bagas yang tiba-tiba begini. Hanya dirinya yang tahu tentang Bagas, itupun atas permintaan Bagas yang tidak ingin identitasnya diketahui banyak orang dan malah menganggu ketenangan Alena nantinya. Orang-orang yang bekerja pada lantai dimana Alena dirawat hanya mengetahui Bagas sebagai sosok keluarga atau wali jauh. Padahal Bagas tidak memiliki hubungan keluarga dengan Alena sama sekali. Suster Erin selalu saja terpesona dengan penampilan Bagas, meskipun hanya memakai kaos biasa tetapi tetap terlihat berkelas dan berwibawa. Ternyata orang kaya itu tidak perlu pamer dengan barang bermerek dan mahal, bagaimanapun gayanya ia akan terlihat kaya apapun yang melekat pada tubuhnya. “Ini saya beli beberapa makanan Sus, bagikan ke teman-teman yang lain.” Bagas memberikan beberapa plastik kepada suster Erin. Jujur saja suster Erin yang mendapat makanan hampir setiap kali saat Bagas berkunjung merasa tidak enak hati. Namun yang namanya Bagas tidak menerima penolakan. Jika suster Erin bisa membuka mulut, ia akan menyampaikan ke sosial media bagaimana sosok Bagas sebenarnya yang sangat baik dan perhatian. Ternyata memang benar Bagas adalah sosok idaman banyak perempuan. Suster Erin mengucapkan banyak terima kasih. Padahal petugas medis di larang menerima sesuatu dari pasien atau keluarga pasien, tapi Bagas seakan tidak mengindahkan hal tersebut. “Saya mau lihat Alena sebentar dulu,” izin Bagas lagi. Suster Erin mengangguk sopan dan mempersilahkan. Bagas sudah sampai di depan pintu kamar rawat Alena, ketika tangannya ingin menarik gagang pintu dia seperti mendengar sesuatu. Pintu tidak tertutup sehingga Bagas dapat mendengar dengan jelas apa yang terjadi di dalam kamar. Matanya menangkap satu orang laki-laki yang tengah menyuapi Alena. Bagas tidak asing dengan laki-laki tersebut, ternyata dokter Zafran yang masih menyempatkan waktu untuk menemani Alena. Bagas mengurungkan niat untuk masuk, beberapa kali ia berhasil menangkap senyum dan juga tawa Alena yang keluar. Bagas mengepalkan tangannya karena tidak suka dengan pemandangan yang ia lihat. Matanya terlalu sakit dan Bagas benar-benar benci. Bagas tidak jadi masuk ke dalam, dia memberikan plastik yang berisi makanan kepada Erin. “Ini apa Pak?” “Saya titip ya buat Alena.” Erin mulai mengerti, ia mengambil plastik tersebut dan memindahkan ke tempat yang lebih aman. “Sudah bertemu Alena Pak?” “Belum, sepertinya dia sedang kedatangan tamu.” “Ah iya, dokter Zafran sedang ada di dalam kamarnya Pak.” Erin baru ingat soal ini. Ya mungkin karena pekerjaannya cukup banyak malam ini sehingga tidak terlalu memperhatikan hal-hal yang bisa dinomor duakan. “Dia sedang bekerja?” Erin menggeleng. “Dokter Zafran shift pagi Pak, mungkin karena Alena sudah diperbolehkan untuk pulang besok hari sehingga dokter ingin menemaninya.” Bagas tidak ingin mendengar informasi tersebut, tetapi apa boleh buat. Ia memilih untuk segera meninggalkan tempat itu, Bagas tidak langsung pulang. Ia mencari angin di taman rumah sakit. Ada beberapa orang di sana yang juga terlihat mencari angin segar. Bagas mengambil rokok di dalam saku celananya. Ia membuka kotaknya dan mengambil satu batang. Bagas menjernikan pikirannya sejenak sambil menikmati asap yang dapat merusak paru-parunya. Ya dia seakan tidak peduli tentang hal tersebut. Entah sudah berapa lama dia duduk di taman, yang jelas bekas puntung rokoknya berjumlah lebih dari satu. Di samping itu, Zafran yang sudah menunaikan ibadah shalat memilih untuk kembali ke kamar rawat Alena. Dia melihat makanan Alena yang belum tersentuh sehingga Zafran berinisiatif ingin menyuapi Alena. Tentu saja Alena tidak akan menerima begitu saja, dia sudah menolaknya karena merasa tidak enak hati. Namun Zafran tetap bersikeras. Mau tidak mau Alena hanya bisa menerima segala perlakukan baik Zafran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN