Bab 12 Penyatuan Hasrat

1585 Kata
"Jangan sekarang. Jangan di tempat ini!" Freya berbisik-bisik berbicara dengan seseorang di telepon. "Tapi ini kesempatan kita. Selagi dia masih ada di sini akan memudahkanku melakukannya," bisik suara lain di seberang. "t***l! Memudahkan kau, tapi merepotkan aku! Kau pikir siapa yang akan jadi tersangka utama jika ada seorang pria terbunuh di rumahnya? Istri pria itu, t***l!" umpat Freya habis-habisan. "Kita akan buat itu seperti kecelakaan. Jatuh dari tangga atau apa." "Baskara selalu menggunakan lift, tidak. Aku tidak mau ambil risiko. Lakukan ketika dia berada di Jogja." "Aku bekerja di sini, tidak mungkin membunuh orang yang ada di Jogja," sungut orang di seberang. "Atau kau mau aku pergi ke dukun?" sambungnya terkekeh. "Jangan bercanda! Aku tidak membawamu ke rumah ini untuk main-main," desis Freya dingin. Suara kekehan di seberang langsung terhenti.  "Kau bisa ambil cuti atau menyuruh orang melakukannya, terserah. Yang penting jangan lakukan di rumah ini!" "Oke, oke. Akan kupikirkan caranya," kata orang itu, dan panggilan pun terputus. "Kau sedang berbicara dengan siapa?" Freya terlonjak. Dia berbalik cepat dan mendapati Luc yang sedang menatapnya. "Sejak kapan kau di situ?" tanya Freya pucat. Luc menggeleng. "Belum lama," jawabnya santai menyembunyikan rasa curiganya dengan lihai. Dia mendengar keseluruhan kata-kata Freya yang terakhir. Luc memang belum memahami maksudnya, tapi dia tahu Freya merencanakan sesuatu dan wanita itu bersekutu dengan seseorang yang tinggal di rumah ini. Freya mengamati Luc. Dia khawatir Luc mendengar percakapannya di telepon, tapi pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda dia mengetahui sesuatu. Mungkin memang dia belum lama berada di sini. "Terlalu malam untuk berada di luar, apa Bu Freya membutuhkan sesuatu?" Freya tersenyum. "Sudah kubilang kau tidak perlu memanggilku 'bu' kalau kita hanya berdua. Kita ini seumuran," ujarnya melembutkan suara. Diam-diam Freya mengagumi bentuk tubuh Luc yang kekar. Dia sering secara sembunyi-sembunyi memperhatikan Luc ketika bekerja di siang hari, mengagumi kulit coklat tembaga yang dimiliki pria itu, ditambah dengan otot-otot pada tubuhnya yang tampak menggoda. Freya sering berpikir, pasti menyenangkan sekali jika bisa mengeksplorasi bagian-bagian tubuh pria itu. Sayangnya kau hanya tukang kebun, Honey, ucapnya dalam hati sambil menelan air liur. Jika saja pria itu pemilik perusahaan, atau paling tidak mempunyai banyak uang, Freya pasti sudah menjeratnya. Akan tetapi kalau Luc bersedia, dia akan dengan senang hati membuka pahanya untuk malam ini. Dia pernah merasakan nikmatnya sensasi bercinta di alam terbuka, pasti akan lebih menggugah adrenalin jika melakukannya bersama Luc. Luc tersenyum dingin menanggapi ucapan Freya. Dia tahu Freya wanita yang berbahaya dan dia tidak ingin terjebak di jaring laba-laba wanita itu. "Saya permisi dulu," katanya berlalu meninggalkan Freya. Setelah Luc pergi, Freya menuju kamar Kalvin. Dia mengurungkan niatnya kembali ke kamarnya sendiri. Membayangkan tubuh Luc tadi membuat libidonya naik. Dia harus bercinta malam ini, jika tidak bisa bersama Luc, dia harus mendapatkannya dari Kalvin. Di depan jendela kamar Kalvin, Freya mengetuk kacanya perlahan. Tidak membutuhkan waktu lama ketika Kalvin membukanya. "Ada apa?" tanya Kalvin berbisik. "Aku membutuhkanmu, Kalvin," kata Freya bersiap melangkahi ambang bawah jendela. Akan tetapi Kalvin menahannya. "Tidak, kau tidak boleh masuk." "Kenapa?" "Ada Mika, dia sedang tidur." Kedua bola mata Freya seakan hendak melompat keluar. "Dia tidur di sini?" Kalvin mengangguk. "Jangan macam-macam, Kalvin! Kau tidak boleh membawa dia ke kamarmu!" "Kau lupa dia istriku, Freya? Papa akan curiga kalau kita tidur terpisah." Freya berusaha mengatur napasnya yang tersengal. "Tapi kau tidak bercinta dengannya, kan?" Kalvin menggeleng. "Belum," jawabnya pendek. "Belum? Apa maksudmu?" Kalvin terdiam beberapa saat. "Aku tidak bisa membicarakannya sekarang, besok saja kita bertemu di kafe biasa." Jantung Freya berdebar kencang, dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Kalvin. Instingnya sebagai wanita sebenarnya menyadari apa itu, tapi dia tidak ingin mengakuinya. "Kalau begitu ayo ke kamarku. Aku membutuhkanmu malam ini." Freya menatap Kalvin memohon. Ini satu-satunya kesempatan untuk mengubah pendirian Kalvin. "Ayo, Sayang. Aku rindu kau memasukiku," bisik Freya lagi dengan suaranya yang serak menggoda, matanya meredup sayu, bibirnya terbuka, mengundang untuk dicium. Tangan Freya membuka kancing baju tidurnya perlahan dan menyibak bagian atasnya, memperlihatkan asetnya yang besar dan membusung sempurna. Bagian puncaknya sudah mencuat karena gairah. "Kau lihat, Kalvin. Aku sudah sangat terangsang," bisiknya merayu. Namun apa Freya tidak salah lihat? Kalvin hanya menatapny dingin. Dia mengulurkan kedua tangannya dan mengancingkan kembali baju tidur Freya. "Pergilah, Freya. Kita bicara besok," katanya pelan. Lalu pria itu menutup jendela kamarnya dan menghilang di balik gorden. Freya melotot tidak percaya. Matanya berlinang siap menumpahkan air mata kemarahan. Dia merasa terhina, Kalvin berani menolaknya gara-gara Mika. Freya tidak terima diperlakukan seperti ini. Dia harus membalasnya, dia akan membalas Mika. Tunggu saja! ****** Ini sudah hari keempat Mika tidur di kamar Kalvin. Dia bersikeras tidur di sofa, tapi setiap bangun keesokan harinya, dia selalu berada di ranjang Kalvin. Seperti pagi ini. Mika menggeliat. Dia melihat Kalvin masih terlelap di sofa. Dari tempatnya berbaring, Mika menatap Kalvin secara diam-diam. Dia tidak lagi memprotes perbuatan pria itu memindahkannya dari sofa ke ranjang seperti hari pertama. Percuma. Sekeras apa pun dia melarang Kalvin memindahkannya, keesokan paginya dia tetap akan berada di tempat tidur pria itu. Sementara Kalvin menggantikannya tidur di sofa. Di hari pertama Mika menyadari dia tertidur di ranjang Kalvin, gadis itu langsung panik. Dia meneliti semua pakaiannya, baru bisa menarik napas lega ketika melihat semuanya masih menempel rapi pada tubuhnya. Kalvin yang memperhatikan perbuatan Mika hanya tersenyum geli. "Sekarang kau sudah yakin aku tidak macam-macam denganmu, kan?" selorohnya menahan tawa. Pipi Mika merona, merasa malu sekaligus kesal dengan perbuatan pria yang sedang menertawakannya. "Jangan lagi-lagi kau memindahkanku dari sofa," katanya masam. Namun seperti yang dibilang tadi, ancaman Mika tidak berarti apa-apa bagi Kalvin. Pria itu tetap memindahkan Mika dari sofa ke tempat tidur setiap kali gadis itu sudah terlelap. Jika sedang tidur seperti sekarang, wajah Kalvin sungguh menyerupai malaikat. Dia pasti mirip dengan ibunya, karena Mika tidak melihat kesamaan fisik antara pria itu dan ayahnya.  Udara pagi ini terasa lebih dingin dari biasanya meski AC tidak menyala. Mika yang melihat selimut Kalvin tergeletak di lantai beranjak bangun, mengambil kain tebal itu dan dengan hati-hati menutupi tubuh Kalvin. Jarak mereka begitu dekat, Mika bisa merasakan embusan napas halus Kalvin yang menyapu wajahnya. Melihat Kalvin dari jarak sedekat ini menghadirkan debaran halus di d**a Mika. Pria itu ternyata memiliki bulu mata yang lentik. Alisnya rapi dan pangkalnya hampir menyatu satu sama lain. Hidung bangir dan bibir tipisnya yang merah enak dipandang. Kulit putih pria itu membuat Mika minder, dia yang perempuan malah berkulit coklat. Tiba-tiba Kalvin membuka matanya, wajah Mika langsung memerah, merasa tertangkap basah. "M-maaf, tadi selimutmu jatuh," kata Mika gugup. Kakinya terasa lemas hingga tidak mampu membawa tubuhnya pergi dari situ. Padahal Mika ingin sekali menyembunyikan wajahnya. Jika bumi mau menelannya saat ini juga, dia pasti ikhlas lahir dan batin. Debaran di d**a Mika kini berubah menjadi bunyi-bunyian yang riuh rendah, seolah ada genderang yang ditabuh beramai-ramai di sana. Kedua bola matanya melebar ketika menyadari tatapan Kalvin yang menelusuri wajahnya, berhenti tepat di bibirnya. Tanpa sadar itu justru membuat bibir Mika gemetar hingga memberikan kesan terbuka sedikit. Kalvin tak kuasa menahan hasratnya, dia mendekatkan wajahnya dan memagut bibir gadis itu lembut. Puluhan sayap kupu-kupu terasa menggelepar di perut Mika. Tubuh gadis itu mendadak lemas hingga meluncur turun. Sigap, Kalvin langsung menangkapnya. Tanpa melepas ciumannya dia mengangkat tubuh Mika hingga gadis itu berada di pangkuannya, mendekapnya erat. Kalvin melingkarkan tangan Mika ke lehernya, sementara ciumannya semakin dalam dan panas. Mika yang belum pernah merasakan hal seperti itu merasa terhanyut. Desakan rasa pada bagian bawah perutnya membuat gadis itu tak bisa menolak sensasi yang ia rasakan. Nalurinya bekerja, dia membalas ciuman Kalvin. Gerakan bibirnya kacau dan tidak terlatih. Namun itu justru membuat gairah Kalvin makin membara. Dia mengangkat Mika dan membawanya ke ranjang dengan bibir masih saling memagut. Gerakan tangan Kalvin tampak lihai saat jari-jemarinya membuka kancing baju tidur Mika dengan cekatan. Pria itu melakukan apa yang ingin ia lakukan sejak dulu saat pertama kali melihat Mika dalam balutan bodycon midi dress, meremas bukit kembar gadis itu. Aneh, meski selama ini Kalvin selalu berpikir dia lebih menyukai p******a yang besar daripada ukuran normal, pemikiran itu langsung tergeser saat tangannya menangkup buah d**a Mika. Dia jauh lebih menyukai ini, terasa pas di tangannya. Kalvin melakukan gerakan meremas lembut. Seketika tubuh Mika menggelinjang, kepalanya mendongak hingga ciuman mereka terlepas. Rintihan lolos dari bibir gadis itu. Kalvin mengalihkan ciumannya pada puncak d**a Mika selama beberapa saat, lalu turun ke perut gadis itu. Dia merasakan otot perut Mika mengencang, tubuhnya menggeliat menahan hasrat. Kalvin tidak bisa menunggu lebih lama. Dia membuka seluruh pakaiannya dan kembali ke atas Mika. "Kau akan mengizinkanku kan, Mika?" bisiknya meminta persetujuan. Mika tidak tahu harus menjawab apa. Pikirannya sudah tertutup gairah, pandangan matanya sayu dan lidahnya berkali-kali membasahi bibirnya. Kalvin membelai kening gadis itu. "Aku akan berhenti kalau kau berubah pikiran," bisiknya mesra. Lalu Kalvin melucuti pakaian Mika hingga tidak ada sehelai benang pun di tubuh gadis itu. Tanpa sungkan pria itu menunjukkan kekagumannya. "Kau sangat indah," bisiknya serak. Kulit tubuh Mika langsung memerah dari ujung kaki sampai ke wajahnya, gadis itu tidak berani menatap Kalvin karena malu. Kalvin menyentuh dagu Mika, memalingkan wajah gadis itu hingga pandangannya kembali kepada Kalvin. "Kau sangat cantik, Mika. Aku sangat menginginkanmu," kata Kalvin lembut. Lalu dia mencium bibir Mika lagi, menuntun gadis itu mengarungi ruang tanpa batas. Kalvin melakukannya dengan sangat hati-hati, dinding yang menahannya dia tembus secara perlahan-lahan, dengan terus memberikan rangsangan pada gadis itu, hingga rasa sakit yang Mika rasakan teralihkan. Kalvin membawa Mika ke tempat yang belum pernah gadis itu rasakan. Tempat terciptanya gelembung besar yang membawa mereka melayang menuju tingkatan tertinggi. Tempat dua jiwa saling menyatukan gairah hingga keduanya melebur menjadi satu. Bersambung... 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN