Bab 2 Sepasang Iblis

1640 Kata
Selama dua hari Mika memikirkan penawaran wanita misterius yang menemuinya itu. Beberapa hal membuatnya ragu, Mika tidak suka bekerja dalam kegelapan, artinya dia tidak suka mengambil risiko. Akan tetapi dia membutuhkan uang yang dijanjikan akan menjadi bayarannya. Dan uang itu tidak sedikit, jadi mungkin memang Mika harus mengambil risiko. Hari itu juga Mika menghubungi Freya dan mereka sepakat untuk bertemu. Selesai bekerja Mika tidak langsung pulang seperti biasanya, dia menunggu di tepi jalan. Lima menit kemudian sebuah mobil berhenti tepat di depan Mika. Freya menurunkan jendela mobil, membuka pintu dari dalam dan menyuruh gadis itu masuk. “Kita akan menemui Kalvin dan membahas kontrak kerjamu,” kata Freya begitu mobil melaju. “Siapa Kalvin?” tanya Mika datar. “Anak tiriku. Laki-laki yang akan menikah denganmu.” Setelah percakapan singkat itu mereka sama-sama terdiam. Namun di dalam hati, Mika masih bertanya-tanya kenapa wanita di sampingnya ini harus membayar orang untuk menjadi istri si anak tiri. Apakah pria itu cacat sehingga tidak ada yang mau menikah dengannya? Mereka berhenti di sebuah hotel. Freya mengajak Mika masuk ke sebuah kamar yang sudah ia sewa sebelumnya. Seorang pria berperawakan tinggi langsung menyambutnya begitu pintu terbuka. “Aku membawa calon istrimu,” kata Freya melangkah anggun memasuki kamar. Kalvin mengamati gadis yang masih berdiri canggung di depan pintu hotel. Dahinya berkernyit, lalu dia langsung berbalik menyusul kekasihnya. “Jangan main-main, Fre! Aku bisa dipenjara karena menikahi anak di bawah umur,” ujarnya kesal. “Hey, jangan bersikap tidak sopan dengan membairkan seorang gadis berdiri di depan pintu,” tegur Freya. “Masuk saja, Darling. Dan tolong tutup pintunya,” sambungnya pada Mika. Mika menurut, dia memperhatikan Kalvin secara sembunyi-sembunyi. Pria itu sangat tampan, iris matanya berwarna hitam pekat,  berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia yang bermata coklat gelap. Tinggi pria itu 1,86 meter, di atas rata-rata pria Indonesia pada umumnya. Rambutnya berwarna hitam yang diberi highlight coklat terang di beberapa bagian, dipotong model pompadour dan disisir rapi. Dia memiliki tulang wajah yang indah, garis rahangnya tegas, hidung mancung dan bibir yang tidak terlalu tebal. Tubuh berototnya memberikan kesan maskulin yang tak bisa dibantah. “Kau serius dia yang harus kunikahi, Fre?” tanya Kalvin tak percaya, ditatapnya gadis yang berdiri di depannya dari atas ke bawah. “Dia terlihat seperti masih enam belas tahun.” Dilirknya Freya dengan tajam. “Saya dua puluh satu tahun,” ralat Mika dengan ekspresi datar. Freya menelengkan kepala seraya tersenyum. “See? Dia dua puluh satu tahun,” katanya mengedipkan sebelah matanya pada Kalvin. Spontan, tatapan Kalvin beralih ke arah Mika. Kerutan pada dahinya bertambah saat memandangi kembali gadis yang masih berdiri di depannya. Penampilan gadis itu sama sekali tidak mencerminkan seperti gadis berusia dua puluh satu tahun. Tubuh yang kurus dan pendek, d**a rata, kulit kusam karena matahari. Belum lagi pakaian yang ia kenakan hanyalah kaus dan celana jin yang sudah lusuh serta topi yang melindungi wajahnya dari penglihatan orang lain. “Coba buka topimu,” perintah Kalvin dingin. Mika menurut, dia melepaskan topi dari kepalanya sehingga rambut panjang yang semula ia selipkan di bawah topi jatuh tergerai. Mata hitam Kalvin beradu pandang dengan manik coklat Mika selama beberapa detik. Kalvin merasakan hatinya berdesir, entah mengapa. Dia buru-buru mengalihkan pandangan ke arah lain. Baru kali ini seorang Kalvin Magnus Dhananjawa tidak sanggup memandang mata seorang gadis, dan itu membuatnya bingung. Dia mendekati Freya dan menyeret wanita itu menjauh. “Kau tidak bisa cari gadis lain? Dia sama sekali tidak cocok jadi istriku.” Freya tersenyum, dielusnya pipi sang kekasih dengan lembut. “Dia cocok, Sayang. Aku tidak mau ambil risiko dengan mencarikanmu wanita yang sesuai seleramu.” Lalu dikecupnya bibir sang kekasih. Dari sudut matanya, Kalvin bisa melihat reaksi Mika. Gadis itu terlihat syok dengan kedua mata yang membulat tak percaya. Tiba-tiba saja Kalvin merasa tidak nyaman, dilepaskannya ciuman Freya yang mulai memanas dan menjauhkan tubuh wanita itu darinya. Dia berjalan mendekati Mika. “Siapa namamu?” tanyanya. “Mika.” “Oke, Mika. Sementara kau akan tinggal di sini, kami akan menyewa orang untuk mengurusmu. Banyak yang harus kaupelajari karena laki-laki yang akan kaunikahi ini berasal dari keluarga terhormat.” Wajah Mika memerah mendengar kalimat sombong yang diucapkan Kalvin. Dia berusaha menyembunyikan perasan muak yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya. Dari apa yang baru saja ia lihat, Mika bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Ibu dan anak tiri itu merupakan pasangan selingkuh. Itulah kenapa Freya mencarikan istri bayaran untuk anak tirinya, agar hubungan terlarang mereka tidak terbongkar. Akan tetapi itu bukan urusan Mika, dia hanya gadis yang dibayar untuk menikah dengan Kalvin, jadi dia akan menjalankan tugasnya dengan baik selama dia mendapatkan bayarannya. “Saya harus pulang dulu ke kontrakan saya,” ucap Mika tanpa ekspresi. “Tidak perlu!” Kalvin berkata tegas. Mika memandang Kalvin tanpa berkedip. “Jika Anda tidak ingin pemilik kontrakan saya melaporkan kehilangan saya pada polisi, maka Anda harus mengizinkan saya berpamitan padanya.” “Oke, lakukan itu! Aku akan menyuruh supir mengantarmu.” “Tidak perlu. Saya tidak akan melarikan diri.” “Supir mengantarmu, atau kau tidak usah ke sana.” Kalvin bersikeras. Mika terpaksa menyetujui dengan wajah yang merah padam. Pria itu benar-benar arogan dan menyebalkan. Semoga dia tidak harus sering-sering berinteraksi dengannya jika mereka menikah nanti. Ralat, pura-pura menikah. “Satu lagi, tidak perlu membawa barang-barangmu. Aku akan menggantinya dengan yang baru.” Mika mengabaikan perintah tersebut, tentu saja dia akan membawa barang-barang pribadinya. Setelah itu Kalvin dan Freya meninggalkan Mika di hotel dengan supir yang merangkap sebagai penjaganya. ****** Ketika berada di kontrakan, Mika mengepak semua baju-baju dan barang pribadinya yang tidak banyak ke dalam satu koper. Saat memasukkan map berisi ijazah sekolahnya, dia termangu. Dia mengusap benda itu dengan perasaan sedih. Dulu dia berangkat ke ibu kota berbekal ijazah SMK dengan harapan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Bermimpi bisa bekerja sambil kuliah. Namun beberapa tahun tinggal di Jakarta membuatnya sadar impiannya tidak mudah untuk diwujudkan, apalah arti ijazah SMK di kota sebesar ini, ketika sarjana saja banyak yang menganggur. “Nak Mika mau pindah kontrakan?” Mika menoleh, senyumnya terulas tipis begitu melihat pemilik kontrakan berdiri di depan pintu kamarnya yang langsung menuju ke halaman luar. “Bukan pindah kontrakan, Bu,” katanya seraya menutup ritsleting koper. “Saya dapat pekerjaan baru, dan kebetulan pekerjaan baru saya ini mengharuskan saya tinggal di rumah bos saya.” “Jadi pelayan rumah tangga?” “Mm … bisa dibilang begitu, tapi ini lebih mengurusi ke hal pribadi,” jelas Mika. Pemilik kontrakan mengangguk-angguk, kemudian dia berkata, “Mobil yang di depan gang itu….” “Ya, itu milik bos saya.” Mika menyambung ucapan pemilik kontrakan yang tergantung. “Oya, Bu,” Mika mengeluarkan amplop panjang dari dalam tasnya. “Ini untuk bayar kontrakan saya bulan ini.” Tangan pemilik kontrakan yang gemuk dengan gesit menyambar amplop tersebut, lalu tanpa sungkan membuka dan menghitung isinya. Seketika raut mukanya menjadi cerah. “Waduh, ini banyak sekali, Nak Mika. Ini sih cukup untuk bayar kontrakan satu tahun.” “Tidak apa-apa, Bu. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih saya karena selama ini Ibu sudah baik sama saya,” senyum Mika. “Terima kasih ya, Nak Mika.” “Sama-sama, Bu. Saya langsung pamit ya, Bu. Sudah ditunggu supir.” “Iya, iya. Semoga Nak Mika kerasan di tempat baru, jangan sungkan main-main ke sini ya, Nak.” “Iya, Bu. Mari….” Mika menyeret kopernya keluar dari kamar kontrakan, menuju mobil yang sudah menunggunya di depan gang yang akan membawanya kembali ke hotel. ****** Keesokan paginya Freya datang dengan seorang wanita paruh baya berpenampilan glamor yang masih terlihat cantik. “Morning, Darling,” sapanya pada Mika, gerakannya anggun dan gemulai saat memasuki kamar hotel. “Mulai sekarang Madam Cecilia akan menemanimu di sini.” Jari-jari lentik Freya menunjuk pada wanita yang datang bersamanya. “Aku dan Kalvin tidak akan sering-sering ke sini, tapi kuharap kau bisa cepat belajar.” Mika hanya mengangguk. “Paling lama dua minggu kau harus sudah siap dikenalkan ke publik,” sambung Freya dengan nada tajam. Lagi-lagi Mika hanya mengangguk. Sepeninggal Freya, Madam Cecilia menoleh dan tersenyum pada Mika. “Lihatlah, dia berlagak seperti baginda ratu, padahal waktu bayi yang dia tahu hanya menangis,” ucapnya ramah, kilatan jenaka terpancar pada matanya yang bening. Melihat sorot penuh tanya di mata gadis yang berdiri di hadapannya, Madam Cecilia tertawa. “Dia putriku. Oh, bukan. Aku yang melahirkannya,” kedipnya penuh arti. “Dia tidak tinggal bersama Anda?” “Aku bersamanya sampai usianya empat puluh hari, setelah itu aku memberikannya pada sepasang suami istri kaya raya yang tidak bisa mempunyai anak.” Cara Madam Cecilia bercerita menunjukkan seakan-akan hal tersebut bukan sesuatu yang penting. “Tapi ternyata dia tidak pernah lupa padaku, ketika umurnya tujuh belas tahun dia menemukanku di salah satu rumah pelacuran paling terkenal di Surabaya, membawaku ke kota ini dan memberikanku tempat tinggal. Jadi, di sinilah aku sekarang.” Senyum lebar kembali terulas di bibir wanita itu, sama sekali tidak tampak ada beban di matanya. “Jangan bilang padanya aku menceritakan ini padamu, dia bisa memarahiku habis-habisan,” kikik Madam Cecilia. Mika tidak yakin Madam Cecilia berkata benar, bisa saja wanita itu hanya mengaku-ngaku. Namun Mika tidak memungkiri jika ada kemiripan di antara mereka berdua. “Oke, Dear, aku harus berhenti berbicara tentang diriku sendiri. Mari kita perbaiki penampilanmu.” Madam Cecilia menyipitkan matanya, menilai Mika dari atas sampai bawah. Lalu dia berkata, “Sepertinya tidak sulit mengubah penampilanmu, hanya perlu sedikit polesan karena pada dasarnya kau memang sudah cantik. Aku harap putriku tidak menyesali keputusannya menikahkan kau dengan kekasihnya.” Lagi-lagi Madam Cecilia terkikik seolah apa yang dikatakannya sangatlah lucu. “Kau lihat kan, Freya dan Kalvin sangat serasi, mereka memang sepasang iblis yang rupawan.” Sepasang iblis? Mika setuju, mereka memang sepasang iblis. Makhluk seperti apa yang tega berselingkuh dari ayah atau suaminya kalau bukan iblis? Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN