Bab 4

886 Kata
Sudah menjadi hal yang biasa seorang Kenzio akan melupakan masalah pribadi dengan melampiaskan kepada pekerjaannya, ia akan fokus kepada setumpukan kertas di atas meja demi mengusir pikiran yang berkecamuk di di dalam otaknya. Kenzio melihat ponselnya yang bergetar di di samping lembaran kertas itu. Nomor baru yang mengirimnya pesan w******p. 085123xxx : Hai Kenzio membuka foto profilnya dan tidak asing dengan foto seorang gadis yang tersenyum ke arah kamera itu. Kyara? Kenzio : siapa? 085123xxx : Kyara kak, yang pernah ketemu sama kakak waktu di kafe. Kenzio : oh. Tau nomor saya dari mana? 085123xxx : nggak penting kak. Saya cuma mau bilang, sekarang Zea lagi di UKS, tadi dia pingsan waktu upacara Tanpa menunggu lama, Kenzio langsung keluar dari kantornya dan menuju sekolah Zea, ia benar-benar khawatir kesayangannya pingsan. Kenapa bisa Zea? Setelah sampai di sekolahnya Zea, ia langsung ke UKS, ia sudah hapal di mana letak ruangannya karena SMA ini adalah alumninya beberapa tahun yang lalu dan bangunannya hampir tidak ada yang berubah. "Gue khawatir banget sama lo, Ze." Mata Kenzio memanas, saat baru mau masuk melihat seorang laki-laki menggenggam tangan Zea, gadis itu tidak menolak ketika ketika tangannya digenggam laki-laki itu semakin membuat Kenzio sakit. Kenzio langsung masuk dan ia berdeham cukup keras membuat Zea dan laki-laki itu kaget. Zea langsung melepaskan genggaman itu. "Kata anak-anak lo yang gendong gue ke sini, by the way thanks. Lo sekarang boleh keluar." Ia pun berdiri dan langsung melenggang pergi. Kenzio duduk di kursi yang ditempati laki-laki tadi. "Siapa?" "Apanya?" "Laki-laki tadi." "Arka. Dia mantan aku." "Kamu punya berapa mantan sih astaga Zea!" Zea menampilkan cengiran khasnya. "Arka sama Alvin doang, Arka pas zaman kelas 9." "Dia masih sayang sama kamu?" Zea mengendikkan bahunya. "Kami putus dulu waktu kelulusan karena Arka pindah ke luar negeri bersama orang tuanya, beberapa bulan yang lalu dia balik dan sekolah di sini." Kenzio menggenggam tangan Zea erat. "Mulai sekarang, hanya ada aku dan kamu. Tidak boleh ada Alvin, Arka atau siapapun." "Emang kita ada hubungan om? hanya sebagai om dan keponakan, right?" Kenzio menggeleng kuat. "Kamu milikku, aku milikmu. Dan selamanya akan begitu." "Aku 'kan belum jawab iya." "I know you love me, babe." Kenzio menggoda Zea hingga pipinya memerah. "Om saja belum menembak Zea yang romantis." "Kurang romantis apa, itu di taman berlutut di hadapan kamu terus malam minggu lagi." "Astaga, om. Itu jauh banget dari kata romantis. Aku pengin tahu pria dingin ini bisa seromantis apa." "Anything for you, babe." Kenzio tersenyum manis. "Ayo ikut aku ke kantor," lanjutnya. "Tapi aku sekolah, om." "Nanti aku izin ke gurumu, just Ken not Om!" "No." "Nanti aku cium kamu sampai kehabisan napas, mau?" Zea langsung menggeleng. "Iya, Ken!" Sial rencana gue gagal, mereka bukannya berantem. *** Mereka sudah sampai ke kantor Kenzio, ini memang bukan pertama kali Zea ke kantor ini. Perusahaan real estate ini adalah milik keluarga Kenzio. Diurus oleh Kenzio sementara orang tuanya dan Varel masih menetap di Australia, mungkin mereka sudah terlanjur nyaman di sana. Cuma orang b**o kayaknya yang gak mengakui ketampanan seorang Kenzio. Mata Zea masih menatap Kenzio yang fokus ke layar laptop, tiba-tiba Zea teringat sesuatu. "Om, pinjam Hp ya. Aku mau blokir Whatsappnya Kyara." "Hah?" "Iya tadi 'kan Kyara WA Ken, itu Zea yang kasih nomornya buat hubungi Ken." Kenzio mencibir. "Possesive!" ia memberikan ponselnya. "Password-nya apa?" tanya Zea saat menerima ponselnya. "ziosayangzea." Zea tidak bisa menahan tawanya. "Dasar Alay!" Setelah Zea memblokir nomor w******p Kyara dan menghapus chatnya tadi. Matanya tidak sengaja menangkap nama kontak my sunshine, setelah dibuka ternyata itu nomornya Zea. "My Sunshine," ujar Zea dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. Kenzio langsung mengangkat wajahnya. "Sejak kapan Ken cinta Zea?" tanya Zea. Kenzio mengendikkan bahunya kemudian menghampiri Zea di sofa. "Sejak negara api menyerang." Zea bersandar ke d**a bidang Kenzio. "Kenapa nggak pernah bilang?" "Ada hal yang tidak kamu ketahui Zea, Mama gak merestuinya. Tapi sekarang aku sadar kamu harus kuperjuangkan." "Kenapa nenek Safira gak merestui?" "Karena kamu memanggilnya nenek." "Hah?" Cup! Kenzio langsung mengecup bibir Zea sekilas. "Bibir ini adalah milikku, tidak ada yang boleh menyentuhnya selain aku." "Halalkan dedek dulu, bang!" "Sekarang juga aku siap menjabat tangan abang Gavril di depan penghulu dan beberapa para saksi." "Jangan sekarang juga, tunggu Zea lulus." "Jadi kamu mau menikah denganku?" Zea menggeleng. "Nembak yang romantis dulu." "Labil." Kenzio mendekap tubuh Zea, ia selalu menyukai wangi tubuh Zea, tubuhnya yang mungil sangat pas untuk dipeluk. "I love you, my baby Zea." *** Pasangan suami-istri itu sedang berciuman panas di sofa ruang tengah, mereka larut dalam ciuman itu, tidak ada satupun yang ingin melepaskannya. Tiba-tiba seorang anak yang memakai seragam putih biru itu melihat mereka. "MAMA, PAPA. MATA IQBAL TERNODAI!" teriakan Iqbal langsung membuat Gavril dan Alana melepaskan ciuman mereka. Alana dan Gavril salah tingkah karena perbuatan m***m mereka dilihat oleh anak bungsu mereka yang bahkan umurnya belum 15 tahun. "Ciuman papa ganas juga." Gavril menatap anaknya tajam. "Iqbal, jangan diteruskan lagi." "Iqbal boleh nggak kayak papa?" ia bertanya dengan polos. "Iqbal, jangan macam-macam sayang," nasihat Alana. "Nikah dulu biar tahu nikmatnya." "Yaudah Iqbal mau cepat nikah, Iqbal pasti lebih kuat dari papa, lebih hot juga." "Papa, Iqbal! kalian jangan berpikiran mesum." Gavril dan Iqbal tertawa ngakak. "Anak sama bapak sama saja." Alana melenggang pergi tapi Gavril langsung memeluk istrinya dari belakang. "Kita ke kamar sayang, lanjutkan yang tadi!" bisiknya di telinga Alana. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN