Hana sangat terkejut atas pernyataan yang baru saja dilontarkan oleh seorang Adam Rizki Pratama. Apa katanya? Calon istri? Adam masih sehat, kan? Telinga Hana masih normal kan? Gumam Hana dalam hati. Hana juga memandang bahunya yang dirangkul oleh Adam. Ia ingin melepaskan tetapi Adam dengan kuat menahannya.ssssssDiana pun tak kalah terkejutnya dengan Hana. Diana buru-buru menyadarkan diri dari rasa terkejutnya dan tersenyum ramah pada Hana.
“Hai, Hana!” sapa Diana sambil mengulurkan tangannya pada Hana.
“Hai juga, Diana,” jawab Hana sambil tersenyum kikuk dan menyambut uluran tangan Diana.
“Wah, kalian pasangan yang serasi deh. Alhamdulillah, gue ikut seneng lu udah punya calon Dam. Bisa move on juga ternyata. Jangan lupa datang juga yas, Han ke nikahan gue. Bareng Adam loh,”ucap Diana sambil tersenyum manis.
Berbeda dengan Adam, semenjak memutuskan hubungan dengan Adam, Diana hanya menganggap Adam sebagai teman, tidak lebih. Makanya Diana sangat senang begitu tahu Adam sudah punya calon istri.
“Ta ... tap-” belum selesai Hana menjawab ajakan Diana, Adam sudah lebih dahulu menyela, “Iya, udah, tenang aja, Hana pasti gue ajak, Di. Secara kan dia calon istri gue. Iya kan, Sayang?” ucap Adam sambil mengeratkan rangkulannya pada bahu Hana dan tersenyum manis.
Hana yang diperlakukan seperti itu oleh Adam mendadak risih. Hana tidak suka ada kontak fisik dengan lelaki yang bukan mahramnya.
“Oke deh, gue tunggu ya. Awas loh kalo gak datang. Yaudah gue pamit pulang ya.buru-buru nih. Salamin buat nyokap lo ya, Dam,” ucap Diana sambil beranjak menuju pintu keluar.
“Gue tunggu loh undangan dari kalian berdua. Assalamu’alaikum,” ucap Diana sambil tersenyum jahil.
Setelah Diana menghilang dari rumah Adam, Hana pun buru-buru menjauh dari Adam dan melepaskan rangkulan Adam di bahunya.
“Lo apa-apaan sih, Dam? Maksud lo apa tadi ngomong gitu ke Diana?” kesal Hana.
“Kita perlu ngomong berdua Han, tapi gak di sini,” ucap Adam.
Tak lama kemudian keluarlah Bu Malik membawakan minuman yang tadinya untuk Diana,
“Loh, Diananya mana, Dam?” tanya Bu Malik.
“Udah pulang Ma, titip salam buat mama tadi gak sempet pamit. Buru-buru katanya,” jawab Adam.
“Oh, padahal udah mama bikin minum nih.” Setelah meletakan minum di meja ruang tamu, Bu Malik pun mengambil undangan yang diberikan Diana tadi.
“Ayo kamu kapan nyusul Diana, Dam? Harus move on loh jadi cowok. Mama kan pengen nambah cucu lagi. Iya kan Han?” tanya Bu Malik sambil tersenyum jahil ke arah Hana. Loh? Kenapa jadi nanya ke aku? Gumam Hana dalam hati. Sambil tersenyum kikuk dan gugup Hana bisa menganggukan kepalanya tanda setuju dengan Bu Malik.
“Kalo Hana sudah punya pacar atau calon suami belum?” tanya Bu Malik tetiba.
“Eh? Oh itu, belum, Bu. Hana tidak pacaran. Kalo ada yang mau serius sama Hana maunya langsung nikah aja,” jawab Hana sambil tersenyum tipis.
“Wah, jarang nih ada cewek kayak gini. Berarti kamu maunya apa itu namanya? Yang kaya Aisyah sama Fahri di ayat-ayat cinta ya, ta ... ta ... apa sih aduh mama lupa.”
“Ta’aruf, Ma,” jawab Adam.
“Nah iya itu! Bagus itu. Daripada kayak anak satu nih, pacaran lama-lama, ke pelaminan juga nggak. Kan sia-sia waktu ya, Han? Kamu mau gak ta’aruf sama Adam?” ucap Bu Malik sambil melirik anak lelakinya. Hana tidak berani menjawab pertanyaan Bu Malik. Lagi-lagi ia hanya tersenyum kikuk.
“Ma, udah lah kenapa obrolannya jadi ke arah sana sih?” ucap Adam.
“Ish, gak apa-apa dong, Dam. Kalian sama sama single ini. Siapa tahu cocok gitu, mama juga suka kok sama Hana,” ucap Bu Malik sambil tersenyum tulus.
Merasa suasana di ruangan ini semakin awkward, Hana pun memutuskan untuk pulang karena urusannya disini juga udah selesai.
“Emh, Bu Malik, mohon maaf saya mau izin pamit pulang, takut kesorean, kasihan ibu sendirian di rumah,” pamit Hana sambil beranjak ke pintu keluar.
“Eh, iya Han. Makasih ya kuenya. Kamu dianter Adam aja sekalian. Anterin Hana ya, Dam,” perintah Bu Malik.
“Eh gak usah Bu, saya bisa pesan ojek online,” tolak Hana.
“Udah gak apa-apa, sekalian kalian pedekate,” ucap Bu Malik sambil mengerlingkan matanya pada Hana.
“Iya Ma, sebentar ambil kunci mobil dulu,” ucap Adam. Adam pun bergegas mengambil kunci mobil yang disimpan di kamarnya. Ketika hanya berdua dengan Hana di ruang tamu, Bu Malik coba mengajak Hana untuk menghadiri undangan nikahan Diana.
“Oh iya, kamu juga datang aja ke nikahan Diana ya Han. Temenin Adam, kasin dia jomblo. Hehe”ucap Bu Malik.
“Eh? Gak usah Bu. Kan saya gak diundang, hanya ibu dan keluarga yang diundang. Saya gak enak.”
“Loh jangan gitu Han, kita kesana bareng-bareng. Gak Cuma kalian berdua kok, nanti saya dan suami juga ikut,” tawar Bu Malik.
“Hmmm ... nanti saya pikir-pikir lagi ya, Bu.”
“Anggap ini permohonan customer ya, Han,” ucap Bu Malik sambil tertawa.
Sebenarnya Hana enggan diantar Adam. Ia tidak mau berduaan di mobil dengan lelaki yang bukan mahramnya. Tapi apa daya, Bu Malik terus memaksanya hingga Hana tak bisa menolak. Kini, Adam dan Hana pun sedang berada di mobil menuju rumah Hana.
“Sebelum ke rumah lo, ikut gue sebentar. Ada yang mau diomongin,” ucap Adam memecah keheningan di mobil.
“Gue gak mau. Mau langsung pulang. Gue gak suka ya lo bohong sama Diana tadi, pake ngaku-ngaku gue jadi calon istri lo lagi. Dan satu lagi, gue gak suka dipegang-pegang sama lelaki yang bukan mahram ya, Dam. Tolong hargai prinsip gue!” ucap Hana tegas.
Adam pun menepikan mobilnya, agar ia bisa serius berbicara dengan Hana. Hana pun segera membuka kaca mobil, karena ia tidak ingin terjadi fitnah antara dia dengan Adam.
“Untuk yang satu itu gue minta maaf Han, tadi gue reflex gitu aja. Bukan gue gak ngehargain lo, sorry,” ucap Adam merasa bersalah.
“Tapi kenapa juga lu mesti bohong sama Diana. Kalo masih jomblo mah ngaku aja jomblo, gak usah gengsi kali.”
“Bukan gitu masalahnya Han, oke gue juga minta maaf kalo gue salah di mata lo. Tapi untuk kali ini boleh gue minta tolong sama lo? Sesama muslim harus tolong menolong kan, Han?”
“Minta tolong apa? Asal jangan aneh-aneh.”
“Tolong datang temenin gue ke nikahan Diana nanti.”
“Itu sama aja ngelanjutin kebohongan lo tadi, Dam. Enggak! Gue gak mau!” tolak Hana.
“Please Han, tolong gue sekali ini aja. Lo kesana sebagai temen gue aja. Bukan sebagai calon istri, ya, ya?” pinta Adam.
Hana pun bingung memikirkan permintaan Adam. Kok permintaan ibu dan anak bisa sama sih? Gumam Hana.
“Nanti gue pikirin lagi deh,” ucap Hana.
“Makasih Han. Gue bakal berterima kasih banget kalo lo mau nolongin gue. Oh iya, soal omongan nyokap gue tadi, jangan diambil hati ya.” Hana pun hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda setuju. Adam pun kembali melajukan mobilnya untuk menuju rumah Hana.
***
Adam pun kembali ke rumahnya setelah mengantar Hana.
“Eh udah pulang, Dam?” tanya Bu Malik.
“Iya, Ma. Udah.”
“Eh, mama serius loh sama perkataan mama tadi, kalo kamu mau ta’aruf sama Hana mama setuju banget. Anaknya baik, cantik, manis, sholihah dan mandiri loh, kue buatannya juga enak, nih cobain,” ucap Bu Malik sambil menyuapi anak lelakinya itu kue buatan Hana.
“Iiiihh…udah bangkotan masih disuapin. Malu noh sama jenggot,” ledek Hawa yang tiba-tiba menghampiri adik dan ibunya. Semenjak rumahnya berdekatan dengan mamanya, Hawa jadi lebih sering berada di rumah mamanya daripada di rumahnya sendiri.
“Sirik aja lo, Mbak,” ucap Adam.
“Yee, makanya cari istri sono biar bisa suap-suapan, iya kan, Ma?” tanya Hawa sambil memasukkan sepotong kue dalam mulutnya.
“Ah, bahas istri mulu, gak ada topik lain apa. Adam ke kamar dulu ya Ma, mau mandi,” ucap Adam.
“Yeh, dasar bocah, menghindar aja bisanya.”
Bu Malik hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah kedua anaknya. Yah begitulah, meskipun sudah beranjak dewasa, tingkah kedua anaknya masih seperti anak kecil, suka ledek-ledekan. Tapi, meskipun begitu sebenarnya mereka saling menyayangi sebagai kakak adik.
“Tadi mama bilang apa ke Adam? Ta’aruf? Mau tuh anak?”
“Iya, kan Diana mau nikah, trus mama suruh dia cari calon istri. Tadi kebetulan ada Hana. Mama tanya dia udah punya pacar apa belum. Terus dia jawab dia gak pacaran, dia maunya kalo ada yang serius langsung nikah, gitu.”
“Jadi, mama nyuruh Adam ta’aruf sama Hana?”
“Iya.”
“Ya mudah-mudahan aja mau tuh anak, Hawa juga setuju kok kalo Hana sama Adam.”
“Kita doain aja yang terbaik buat adik kamu ya.”
***
Seminggu menjelang pernikahan Diana, Adam pun uring-uringan karena Hana tak kunjung membalas pesan whatsappnya. Adam kembali melirik ponselnya, pesannya hanya bertanda ceklis dua biru. Dibaca tapi kenapa gak dijawab sih Han, gumam Adam dalam hati. Kalo gak bisa bawa Hana, bisa jatuh lah harga diri Adam di undangan mantan, ngenes banget dikira belum move on. Adam terus berdoa dalam hati agar Hana mau menemaninya datang ke pesta Diana.
Sedangkan di kamarnya, Hana pun tak kalah bingung. Hana ingin menolong Adam tapi tidak dengan cara berbohong. Ya Allah aku harus gimana, pikir Hana. Tapi selain Adam, Bu Malik memintanya untuk datang juga, kalo nolak, gak enak juga secara Bu Malik udah beberapa kali mesen kue. Oke,oke, demi menghormati Bu Malik, hmmm…bismillah akhirnya Hana memutuskan untuk mengiyakan ajakan Adam.
Assalamu’alaikum, Dam. Oke, insya Allah gue bisa ikut ke undangan Diana. Tapi inget, Cuma sbg temen, ga lebih. Dan jgn ada kontak fisik plis.
Wassalam.
Begitulah pesan yang ditulis Hana pada Adam. Tak lama kemudian notif pesan masuk berbunyi di ponsel Adam. Adam pun dengan malas mengambil ponselnya. Tapi ketika melihat siapa yang mengiriminya pesan, Adam luar biasa bersyukur. Alhamdulillah, akhirnya Hana mau.
Alhamdulillah, akhirnya lo mau juga Han. Makasih banyak ya. Gue janji ntar gue bantuin promosiin kue lu ke temen-temen gue deh. Sbg ucapan terima kasih gue ke lo.
***
Hari pernikahan Diana pun tiba. Hana memutuskan naik kendaran online menuju gedung pernikahannya. Resepsi diadakan saat malam hari. Tadinya adam menawarkan untuk menjemput Hana, tapi Hana dengan tegas menolak. Akhirnya mereka berdua sepakat bertemu di pintu masuk gedung resepsi, biar kesannya datang bersama. Hana menggunakan gamis cantik berwarna hijau teduh dengan sedikit make up di wajahnya.
Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di gedung. Hana pun menghampiri Adam yang sudah terlihat menunggunya.
“Adam!” panggil Hana.
Adam pun terkejut melihat penampilan Hana. Cantik, pikirnya. Beda banget dengan jaman kuliah dulu, yang masih cupu, dekil dan gak ada polesan make up. Ups, sorry Han, gumam Adam dalam hati. Adam pun buru-buru menormalkan diri dari rasa terkejutnya.
“Ayo kita masuk, tadi gue kesini berempat sama bokap, nyokap dan Rama. Biar Rama bisa nemenin lo, Mbak Hawa sama ipar gue lagi keluar kota soalnya.”
Mereka berdua pun akhirnya beriringan masuk ke gedung mencari kedua orangtua Adam dan Rama. Bu Malik sangat senang Hana mau menerima ajakannya untuk datang ke nikahan Diana. Rama pun sangat senang bisa bertemu atenya. Rama pun lengket di gendongan Hana. Mereka berlima kemudian naik pelaminan untuk bersalaman dengan pengantin. Setelah berbasa-basi,cipika-cipiki dan berfoto bersama mereka pun segera menuju prasmanan untuk mengisi perut. Bu Malik sengaja mengajak suaminya menjauh agar bisa memberikan kesempatan untuk Hana dan Adam berdekatan. Tadinya Bu Malik mau mengambil cucunya dari gendongan Hana, tapi cucu laki-lakinya itu enggan lepas dari Hana. Alhasil sekarang Hana ,Adam dan Rama sedang memilih-milih prasmanan yang sesuai dengan selera mereka. Jika orang awam memperhatikan, mereka bertiga seperti pasangan suami istri yang serasi dengan anak kecil yang lucu dan menggemaskan. What a perfect family!
Hana pun dengan sabar menyuapi Rama yang senang makan kue dan pudding.
“Makan nasi ya, Rama. Belom makan nasi loh dari tadi,” bujuk Hana.
“Gak mau Ate. Maunya makan kue lagi,” pinta Rama.
“Udah banyak, Sayang. Hmm…makan buah aja ya?”
“Iya mau,” jawab Rama antusias. Adam pun tersenyum melihat tingkah ponakannya yang manja itu.
“Hana, gue mau ke toilet dulu bentar ya. Tolong jagain Rama dulu, jangan kemana-mana. Ntar gue kesini lagi,” pesan Adam.
“Iya, yaudah sana. Rama aman sama gue.”
Tinggalah Hana dan Rama berdua. Ketika sedang asik menyuapi Rama sambil berceloteh ria, ada yang memanggil Hana.
“Assalamu’alaikum, Hana, kan?” ucap seorang lelaki menghampiri Hana.
Deg….
Ya Allah, suara itu.