BAB 16 (Bismillahirrahmanirrahim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad)

1963 Kata
Hana menatap Adam dengan tatapan tidak percaya. Apa tadi katanya? Adam mengajak Hana ta’arufan? Hana menatap Adam tanpa terkedip. Ia masih tidak menyangka kalau ajakan itu bisa keluar dari mulut Adam yang seorang playboy. Adam tergelak menatap ekspresi Hana yang menurutnya lucu. “Woi, kedip Hana, kedip!” ucap Adam sambil melambaikan telapak tangannya ke depan wajah Hana. “Lo mah, gue Cuma bercanda tahu!” ucap Adam santai sambil menyeruput cangkirnya yang berisi kopi. Hana langsung beristighfar dan langsung mengalihkan pandangannya. “Ih, sumpah bercanda lo gak lucu, Dam!” ucap Hana kesal. Entah kenapa awalnya Hana menganggap serius ucapan Adam. Ya Allah, kenapa aku ini? Batin Hana. Masa aku baper sama si Adam playboy? Huh, sadar Hana, sadar!  Hana merasa sedikit kesal karena dirinya yang terlalu baper dengan ucapan Adam yang playboy. “Kenapa? Lo baper ya sama bercandaan gue tadi?” Duh, Adam ini seperti cenayang. Kenapa ia bisa tahu kalau Hana baper dengan ucapannya tadi? “Ih enggak kok, jangan kegeeran lo. Gue juga masih waras kali mau iyain ta’arufan sama playboy kayak lo,” ucap Hana tegas sambil mengalihkan tatapan dan tangannya dengan membuka berkas dokumen di meja Adam. Hana tidak ingin Adam tahu bahwa wajahnya merona. “Ih, lo jahat banget sih, Han. Jadi kalo lo iyain ajakan ta'aruf dari gue berarti lo udah gak waras gitu? Masa lo gak percaya kalo gue ngajakin ta’aufan? Meskipun playboy, gue itu playboy yang soleh kok. Pacaran gue gak pernah aneh-aneh, suer. Cuma sebatas pegangan tangan dan jalan bareng aja,” ucap Adam sambil menampilkan wajah polos tanpa dosa dan dua jari yang membentuk huruf V pada Hana. “Apa? Playboy sholeh? Ih ngarang aja lo. Mana ada playboy sholeh. Kalo lelaki itu baik, pasti dia gak akan macarin, Dam. Pacaran itu sarat dengan PHP, dan yang paling banyak dirugiin itu pihak cewek, Dam.” Dan ya kali lo pacaran Cuma pegangan tangan sama jalan bareng? Hari gini?” ucap Hana tak percaya. “Lo lagi pacaran atau bantuin orang nyebrang? Lo gak merasa kalah sama anak SD? Gak percaya gue cowok seumuran lo pacaran Cuma pegangan tangan, apalagi jaman kayak gini.” Menurut Hana pribadi, gaya pacaran zaman sekarang sudah sangat mengerikan. Anak-anak usia SD pun sudah pacar-pacaran bahkan memanggil dengan panggilan “ayah-bunda” yang seketika membuat Hana mual jika mendengarnya. Makanya, Hana tidak percaya jika gaya pacaran Adam yang notabene lelaki dewasa hanya sebatas pegangan tangan dan jalan bareng. “Ih lo mah gitu. Gue itu dinasihatin sama nyokap gue buat ngehargain perempuan, Han. Gue gak akan nyentuh perempuan yang bukan istri gue.” “Nah, itu dia, nyokap lo bener. Buat ngehargain perempuan juga, Dam. Lo gak boleh PHP-in mereka dengan hubungan gak jelas kayak pacaran.” Menurut Hana, pacaran memang hubungan yang tidak jelas. Tidak ada yang dapat menjamin seratus persen bahwa pasangan yang pacaran itu akan naik pelaminan. “Ya, abis gimana, Han. Gue masih belum bisa kalo gak pacaran, gimana dong? Lagian cowok tampan, mapan dan pinter kayak gue ini banyak ditaksir sama cewek. Ya kalau mereka mau dekat sama gue, masa gue nolak? Ya kita gak boleh nolak rejeki, kan?” Hana tidak menyangkal ucapan Adam tentang dirinya yang tampan, mapan dan pintar. Jika dilihat dari segi fisik, Adam memang tampan. Wajah tampan, tinggi tubuhnya yang Hana kira bisa mencapai 175 cm, kulitnya yang berwarna kecoklatan menambah kesan tersendiri di mata para perempuan. Selain tampan, ia juga mapan. Adam berasal dari keluarga yang cukup berada dan terpandang. Meski papanya Adam tidak tenar ke seantero negeri, tetapi beliau cukup terpandang di kota ini. Sudah berasal dari keluarga terpandang, Adam juga sudah mandiri secara finansial karena ia sudah mempunyai usaha sendiri. Faktor-faktor itulah yang membuat para perempuan dengan mudahnya jatuh hati pada Adam. Meski Hana tidak menampik kenyataan itu, tetap saja Hana jengkel mendengar ucapan Adam yang narsis. “Ya lo coba cari satu perempuan yang lo suka. Buat tahu sifat atau karakternya lo bisa tanya sama teman dekatnya, orang tuanya. Iya kan? Menurut ilmu yang  gue pelajarin nih, lo bisa menilai cewek dari caranya bergaul dengan teman sebayanya, bergaul dengan anak-anak, dengan orang tua dan orang yang lebih muda. Nah kan, dengan begitu lo gak perlu pacaran.” “Hmm...gitu ya, Han.” “Iya.” “Oke deh, gue pikirin nanti.” Hana hanya mengedikkan bahu dan menghela napas. Keras kepala juga nih, Adam, batin Hana. “Iya, terserah lo. Yang penting gue udah ngasih tahu, Dam.” “Iya. Eh tapi gimana, kita tetap jadi partner kan? Udah lo gak perlu musingin si Diva.” “Iya, sorry.” “Terus emang kalo kita udahan kerja samanya lo mau usaha apa?” “Gue punya sedikit tabungan buat nyewa kios, ya meski masih kurang sedikit sih. Rencananya gue mau cari kios yang agak murah aja di pinggir jalan buat gue usaha kue, Dam.” “Hmmm ... setahu gue jarang lho ada kios pinggir jalan yang harganya murah, Han.” “Iya, makanya paling nunggu satu atau dua bulan lagi. Ya gak apa-apa lah, sambil gue tetep nerima pesanan kue di rumah.” “Hmm ... gimana kalo modalnya kita satuin aja sama yang punya gue, Han?” “Hah? Maksudnya gimana, Dam? Gue gak ngerti.” “Gue juga punya sedikit tabungan buat ngembangin cafe ini. Nah gimana kalo tabungan lo dan gue kita gabungin buat ngembangin cafe ini. Modal gabungan itu bisa buat promosi besar-besaran, Han. Atau juga bisa buat bangun ruangan tambahan. Lo juga bisa display kue lo lebih banyak di sini. Lo bikin kartu nama aja yang isinya alamat cafe ini. Jadi kalo pelanggan lo mau pesan kue bisa ke sini.” “Hmm ... boleh juga sih ide lo, Dam. Tapi ruangan tambahan yang lo maksud itu buat apa? Menurut gue udah cukup luas kok cafe ini. Gak perlu ada ruangan tambahan.” “Ruangan tambahan itu rencananya mau gue pakai buat pelanggan yang mau buat event di cafe ini. Karena target pasar cafe ini adalah remaja dan mahasiswa, ya eventnya bisa event ulang tahun atau apa pun lah, kan lumayan bisa nambah pemasukan cafe. Kalo di Coffee’s Heaven kan gue bikin ruangan tambahan buat ngadain rapat-rapat buat orang kantoran dan hasilnya lumayan banget, Han.” Hana hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. “Gimana lo setuju? Kalo ia lo bisa kasih uangnya ke gue secepatnya. Terus nanti kita buat anggarannya bareng plus bagi hasil dari keuntungan, gimana?” “Oke, besok yang gue kasih uangnya ke lo,” ucap Hana. “Sip lah kalo begitu. Udah Han, lo gak usah mikirin apa pun ya, yang penting sekarang kita fokus buat majuin usaha kita aja. Lo jangan baperan jadi cewek,” ledek Adam. Hana menatap Adam tajam seakan mata Hana mengeluarkan sinar laser yang bisa membunuh Adam seketika. Adam langsung bangkit dari duduknya dan melesat ke pergi ke luar ruangannya. “Adaaaaammm!” === Hari ini cafe milks heaven mulai direnovasi untuk menambah satu ruangan serbaguna yang bisa digunakan untuk berbagai event. Ia sudah meminta beberapa orang yang sering ia gunakan jasanya untuk merenovasi cafe. Adam pun segera turun setelah selesai memarkirkan mobilnya di tempat khusus yang ia buat untuk parkir mobilnya sendiri. Setelah memantau pekerjaan tukangnya dan memastikan mereka bekerja sesuai keinginan Adam dan Hana, Adam meninggalkan mereka menuju ruangannya. Adam segera membuka laptopnya dan merinci biaya-biaya yang sudah ia keluarkan beberapa hari ini untuk renovasi cafe. Setelah beres, Adam sedang berpikir strategi selanjutnya agar cafenya ini semakin ramai oleh pengunjung berusia muda. Adam pun mulai membuka internet dan i********: untuk mencari ide dan inspirasi yang cocok dengan bisnis café keduanya ini. Ketika sedang asyik berselancar di dunia maya, ponsel Adam pun berbunyi. Ternyata dari Hawa, kakaknya. “Halo, kenapa Mbak?” “Halo, assalamu’alaikum dulu kek , Dam.” “Eh iya, Assalamu’alaykum, kenapa Mbak?” “Wa’alaykumussalam, kamu lagi ada di mana, Dam?” “Aku lagi di Milk’s Heaven, kenapa?” “Oh kebetulan, mbak lagi ada di sekitar situ, mbak mampir ya. Bawa Rama juga.” “Oh yaudah kesini aja mbak, ntar biar sekalian pulang bareng.” “Oke deh, wassalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam.” Adam pun segera menghentikan dan membereskan pekerjaannya. Ia pun segera beranjak keluar ruangan dan memutuskan menunggu kakak dan keponakannya di meja café. Tak lama kemudian, Hawa dan Rama pun tiba di cafenya. Rama terlihat sangat senang berada di café Adam yang satu ini, selain dekorasinya yang lucu, Rama pun bisa sepuasnya minum s**u dengan rasa kesukaannya. “Ma aku mau minum s**u rasa pisang. Boleh ya Om Adam?” pinta Rama dengan menampilkan wajah inocentnya. “Iya boleh kok, bentar ya Om pesenin dulu.”ujar Rama sambil memanggil salah satu karyawannya dan meminta agar dibuatkan pesanan Rama. “Mbak Hawa mau minum apa?” “Samain kaya Rama aja, Dam.” “Oh ya, Hana mana? Kok gak kelihatan?” “Hari ini dia gak datang dulu Mbak, lagi ada pesanan katanya.” “Oh, kirain sakit.” Adam pun akhirnya memerintahkan karyawannya untuk membuatkan dua gelas s**u pisang dan satu gelas milkshake cokelat untuknya. Sepuluh menit kemudian pesanan Adam pun sudah tersedia di mejanya. “Om, kok kayanya yang punya Om Adam lebih enak ya,” ujar Rama sambil menampilkan wajah mupeng khas anak kecil. Belum juga Adam menjawab, Rama telah lebih dulu menyeruput milkshake Adam. “Hmmm….iya lebih enak ini. Tukeran ya, Om,” ujar Rama sambil menukar gelas s**u pisangnya dengan gelas milkshake cokelat Adam. “Huuu, dasar bocah!” ucap Adam gemas sambil mengacak rambut keponakannya. Hawa hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putranya. Rama pun tidak peduli akan gerutuan Omnya dan asyik menyeruput milkshake cokelat yang menjadi minuman favoritnya sekarang. “Gimana perkembangan café kamu ini, Dam?” “Ya gini Mbak, bisa lihat sendiri. Ya karena masih baru jadi belum sebagus coffe’s heaven lah.” “Cari strategi lain dong, Dam.” “Iya, aku juga lagi nyari tadi pas Mbak telepon,” ujar Adam sambil memainkan ponselnya. “Terus itu tukang ngerjain apa?” “Oh itu. Ruangan atas direnov, Mbak. Biar jadi ruangan serbaguna yang bisa disewa untuk event gitu lah, lumayan buat pemasukan tambahan.” “Loh, bukannya waktu itu kamu bilang tabungan kamu masih kurang? Papa minjemin kamu modal?” Hawa tahu bahwa adiknya itu sedang kekurangan modal untuk mengembangkan cafe barunya ini. “Nggak, aku pake uang Hana.” “Hah? Kok pake uang Hana? Kamu minjem uang sama Hana?” “Nggak, Mbak. Jadi uang tabunganku atau modalku dan modal Hana kita gabungin buat renov ruangan baru sama biaya promosi cafe ini biar makin terkenal.” “Oh, gitu! Baguslah, berarti bagi hasilnya juga harus jelas loh, Dam.” “Iya, Mbak. Aku sama Hana juga udah ngomongin soal itu kok.” “Baguslah kalo gitu. Oh ya, kamu masih pedekate sama si Diva itu?” Saat kedatangan Diva pada acara syukuran kelulusan Adam, Bu Malik dan Hawa sudah menaruh curiga jika Adam sedang melakukan pendekatan dengan teman Diana itu. Bu Malik dan Hawa langsung menginterogasi Adam begittu Diva sudah pulang dan Adam mengakui jika dirinya memang sedang melakukan pendekatan dengan Diva. “Nggak, Mbak. Dia belum jadi apa-apa juga udah posesif duluan, bikin males,” ucap Adam sambil menyedot banana milkshakenya. “Ya lagi, kamu gak bisa dibilangin, terus jadinya gimana?” “Ya udahan sih, aku mau cari cewek lain aja.” “Duh, Dam, Mbak capek deh, gak tahu harus gimana lagi bilangin sama kamu.” “Udah Mbak tenang aja, aku pacaran juga gak macem-macem kok.” “Terserah deh.” Hawa sudah bosan berulang kali mengingatkan adiknya itu. Sebagai kakak, Hawa hanya bisa mendoakan agar Adam segera menemukan pendampiing hidupnya dengan cara yang benar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN