BAB 14 (Bismillahirrahmanirrahim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad)

1917 Kata
Seperti yang telah direncanakan, hari ini Adam akan mengundang anak-anak dari panti asuhan  untuk berdoa bersama. Hana dan Adam telah menentukan budget untuk mengadakan acara ini, meski mereka ttetap menghitungnya sebagai suatu sedekah dan hanya berharap mendapat balasan dari Allah SWT. Adam memberikan kebebasan pada Hana untuk menentukan panti asuhan yang akan diundangnya. Tentu saja Hana mengundang panti asuhan yang sudah sering dikunjunginya, yaitu panti asuhan Kasih Bunda. Bu Endang selaku pengelola panti sangat senang menerima undangan dari Hana. Beliau telah memberitahukan kepada anak-anak panti agar bisa memenuhi undangan Hana.  Selain mengundang anak-anak panti, Adam juga mengundang keluarganya, Zafran sahabatnya dan juga Diva, perempuan yang sedang gencar mendekati Adam. Ruangan café sudah ditata sedemikian rupa agar nyaman untuk ditempati oleh anak-anak. Meja-meja pun sudah penuh dengan aneka macam kudapan yang akan disukai anak-anak, yang telah dibuat Hana dibantu Sita dan beberapa pegawai lainnya. Sebelumnya, Adam dan Hana sepakat mengundang seorang uztadz yang akan mempin mereka mengaji bersama-sama. Adam dan Hana membantu para pegawai menyiapkan makanan dan minuman di meja yang telah disediakan. Ketika sedang membawa nampan minuman, Hana melihat mobil keluarga Adam sudah tiba di halaman parkir cafe. “Adam, itu keluarga lo udah dateng,” ucap Hana pada Adam yang sedang menata makanan. “Mana?” ucap Adam sambil melihat ke arah parkiran cafe. “Oh iya betul. Sebentar ya gue nyambut mereka dulu.” Adam pun meninggalkan Hana dan para pegawainya. Seluruh keluarga Adam datang mulai dari papa, mama, kakak, kakak ipar beserta keponakannya. Mereka berjalan memasuki cafe. Hana segera menghampiri mereka di pintu masuk. “Selamat datang, Pak, Bu,” ucap Hana sopan. “Eh, ada Hana juga. Apa kabar kamu, Nak?” tanya Bu Malik sambil bercipika-cipiki dengan Hana dan Hawa. “Alhamdulillah ayo masuk, Bu, Mbak.” Hana mempersilakan Hawa dan Bu Malik untuk duduk di meja yang sudah dipersiapkan khusus untuk keluarga. Bu Malik dan Hawa sangat senang Hana bisa membantu Adam mengelola cafenya meski mereka tidak mengutarakannya langsung pada Hana. Hana menemani mereka ngobrol sambil sesekali bercanda dengan Rama. Kemudian, tak lama, rombongan anak-anak panti Kasih Bunda tiba di café Adam didampingi dua orang pengurus panti. Pihak panti mengirim sekitar lima puluh anak. Empat puluh anak usia SD dan sisanya remaja SMP dan SMA. Mereka yang remaja juga ditugaskan untuk menjaga dan mengawasi adik-adiknya yang masih SD agar tidak membuat kekacauan dan keributan yang akan membuat buruk nama panti. Hana segera menghampiri mereka dan membantu mereka menempati meja-meja yang sudah disiapkan. Café Adam terlihat penuh dan ramai saat ini. Semua membaur tanpa kecuali. Adam dan Hana berdoa agar apa yang mereka lakukan saat ini akan mengundang ridho Allah dan mendatangkan rezeki untuk cafenya. Acara dimulai ketika ustadz yang diundang sudah datang. Acara diawali dengan membaca ayat suci Al Quran bersama. Setelah selesai, mereka semua berdoa untuk kelancaran dan keberhasilan usaha Adam dan Hana yang dipimpin oleh Pak Ustadz dan mereka hanya bisa mengamini. Setelah usai berdoa, tiba saatnya menyantap hidangan. Anak-anak panti sangat antusias menatap hidangan yang telah disediakan oleh mereka. Hana menjadi sedih melihat hal itu. Ia jadi ingat cerita dari Bu Endang bahwa anak-anak di panti memang tidak setiap hari bisa makan enak. Bahkan tak jarang, ketika keuangan panti menipis, anak-anak hanya makan seadanya atau bahkan puasa. Tak sadar Hana jadi menitikkan air matanya mengingat cerita Bu Endang. Ya Allah, semoga apa yang Adam dan hamba lakukan ini bisa mendapatkan ridho-Mu karena telah membuat anak-anak yatim piatu seperti mereka merasa senang, doa Hana dalam hati. Hana dan Sita sibuk membantu anak-anak panti mengambil minuman dan makanan yang mereka sukai. Mereka tidak sabar dan berebut untuk mendapatkan es krim dan kudapan lainnya. Mereka takut tidak kebagian. Padahal Hana dan Adam sudah menyiapkan porsi yang lebih untuk mereka. “Aku dulu!” “Aku dulu!” “Aku dulu!” “Aku mau es krim coklat!” “Aku mau yang stroberi!” “Aku mau semua rasa!” “Ayo aku dulu, Tante Hana!” “Aku mau pudingnya.” Hana hanya tersenyum mendengar teriakan mereka. “Iya sabar, sabar. Tenang! Semua pasti kebagian kok. Ayo kalian antri dulu yang tertib. Baris yang rapi. Kalau gak tertiba nanti gak Tante kasih es krim mau?” “Yah, jangan dong!” ucap mereka serempak. Anak-anak yang mengantri ini kebanyakan yang berusia TK dan SD. “Ayo makanya baris dulu,” ucap Hana tegas. Anak-anak itu pun langsung berbaris rapi. Hana jadi geli sendiri melihat tingkah mereka. Setelah mereka rapi, Hana dan Sita melayani es krim yang mereka mau. Mereka paling banyak meminta es krim aneka rasa dan pancake sebagai kudapan. Hana dengan sabar melayani mereka. Lama-kelamaan antrian pun habis. Hana menghampiri anak-anak panti yang berusia remaja. “Eh kok kalian gak antri tadi?” tanya Hana. “Eh iya, Mbak. Memang boleh?” tanya seorang remaja perempuan yang Hana kenal bernama Mita dengan polos. Jika anak-anak usia TK dan SD memanggil Hana dengan panggilan Tante, maka para remaja ini Hana minta untuk memanggil dengan panggilan “mbak” karena Hana ingin menjadi kakak untuk mereka. “Ya ampun, boleh dong Mita. Mbak kan nyiapin ini buat kalian.” “Gak apa-apa, Mbak. Tadi sengaja kita biarin adek-adek dulu yang antri, biar mereka semua kebagian dulu. Kita mah gampang,” ucap salah seorang remaja lelaki yang bernama Rendi sambil tersenyum kikuk pada Hana. Mita sudah duduk di bangku kelas 9 SMP, sedangkan Rendi duduk di bangku kelas 11 SMK. Pihak panti memang sengaja menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah kejuruan agar sehabis lulus mereka bisa langsung bekerja dan mempunyai pekerjaan sendiri. Hati Hana menjadi terenyuh ketika mendengar ucapan Mita dan Rendi. Hana jadi terharu mendapati mereka sangat sabar dan lebih mementingkan adik-adiknya dibandingkan diri mereka sendiri. “Mbak udah bikin porsi lebih kok. Ayo sekarang giliran kalian yang antri yuk! Pilih aja mana yang kalian suka. Ayo cepet,” perintah Hana pada mereka. Mita, Rendi dan beberapa anak remaja lain bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Hana untuk mengambil es krim. Hana sengaja memberikan porsi besar untuk mereka. “Ya ampun, ini banyak banget, Mbak,” ucap Mita. “Udah gak apa-apa. Ini hadiah dari kalian yang udah jagain adik-adik,” ucap Hana sambil menyerahkan semangkuk es krim porsi besar untuk mereka. “Makasih banyak, Mbak.” “Iya sama-sama.” Setelah mendapatkan es krimnya, mereka kembali ke mejanya semula. Usai melayani anak-anak Hana tersenyum menatap mereka yang asyik menyantap es krimnya. Tingkah mereka sangat polos, belum lagi mereka tidak bisa diam dan agak belepotan memakan es krimnya. Melihat kakak pantinya memakan es krim dalam porsi besar, beberapa diantara mereka ada yang meminta tambah. Hana dengan senang hati menyanggupi permintaan mereka.   Usai mengambil es krimnya, ada anak perempuan yang menangis karena eskrimnya jatuh karen ia tersandung roknya yang panjang. “Hik…hiks…hiks.” Terdengar suara tangis anak perempuan yang bernama Eliza itu sambil berjongkok di depan eskrimya yang meleleh di lantai. Kemudian Rama pun penasaran dan menghampiri Eliza. “Kamu kenapa? Kok nangis?” tanya Rama. “Es krim aku jatuh. Tuh liat. Jadi gak bisa dimakan,” ucapnya sambil menunjuk ke arah lantai. “Cup..udah jangan nangis. Nanti aku mintain lagi ke ate Hana, udah kamu jangan nangis,” ucap Rama sambil menghapus lelehan air mata di pipi Eliza. “Emang boleh? Nanti aku dimarahin.” “Boleh, tenang aja. Kan café ini punya om aku, jadi aku bisa minta es krim sepuas yang aku mau,” ucap Rama sambil tersenyum lebar. “Wah, enak ya kamu punya Om kaya, jadi bisa makan es krim kapan aja kamu mau. Gak kayak aku. Kalo mau beli es krim aku pasti harus nabung sisa uang jajan aku dulu,” ucap Eliza sedih. Rama pun segera menggandeng tangan Eliza menuju Hana untuk meminta es krim baru. Adam pun mengamati cafenya dari mejanya. Adam memang tak membantu Hana. Ia menemani Pak Ustadz dan keluarganya. Saat ini hanya ada Adam dan Hawa di mejanya. “Lagi liat apa kamu, Dam?” “Liatin café, Mbak. Seneng deh lihat anak-anak panti itu makannya lahap,” ucap Adam sambil melipat kedua tangannya. “Liatin anak-anak panti apa Hana?” goda Hawa. “Apaan sih, Mbak. Jangan mulai deh.” “Iya sorry deh sorry. Iya Dam, ide kamu bagus banget ngundang anak panti kesini. Kasian mereka, belum tentu setiap hari makan enak, apalagi ngeliat mereka makan eskrim aja kayanya udah bahagia gitu.” “Itu mah idenya Hana, Mbak. Aku mah Cuma iyain aja.” “Oh idenya Hana? wah, kamu pinter milih partner bisnis, Dam. Coba aja dia mau jadi istri kamu. Udah baik, shalihah, pinter bisnis, tuh lihat, dia sayang banget sama anak-anak. Keibuan banget,” ucap Hawa sambil menunjuk ke arah Hana. “Udah deh Mbak, ah. Bahas yang lain aja deh.” Pandangan Adam dan Hawa pun kembali ke lantai satu café. Ketika sedang memperhatikan anak-anak panti, Adam melihat Zafran yang baru keluar dari mobilnya di parkiran. Adam pun segera turun menuju pintu masuk untuk menyambut Zafran. “Assalamu’alaikum, Bro!”ucap Zafran. “Wa’alaykumusalam. Akhirnya lo datang juga, thanks banget loh udah nyempetin kesini.”ucap Adam sambil berpelukan dengan Zafran khas lelaki. Adam pun segera mempersilakan Zafran untuk menempati salah satu meja dan menanyakan pesanan Zafran. Zafran pun bersalaman dengan seluruh anggota keluarga Adam yang sudah ia anggap keluarga sendiri. “Ya Allah, Zafran ini bener kamu, Nak?” ucap Bu Malik tak percaya. “Iya, Bu.” “Tambah ganteng aja ya kamu. Kesibukanmu apa sekarang?” “Dia udah jadi manajer, Ma,” celetuk Adam. “Wah, hebat. Main lagi lah kalau ada waktu ke rumah.” “Iya, Bu, insya Allah.” Usai bercakap sebentar dengan Adam dan keluarganya, Zafran pun izin pamit karena ada urusan kantor. Sebenarnya ia ingin berlama-lama di cafe Adam, tetapi ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkannya. “Ya gue ngerti deh, orang sibuk mah beda,” ledek Adam. “Yah sorry banget, Dam. Sebenernya gue masih pengen di sini, tapi gue masih kuli nih, belom jadi bos kayak lo,” ucap Zafran. “Aah bisa aja lo. Iya kuli aja dimobilin ya sama bosnya,” cibir Adam. Zafran terkekeh mendengar sindiran Adam. “Lo gak mu nunggu makanan yang gue pesen datang?” “Sorry, Dam. Serius gue lagi dikejar waktu.” “Oh ya udah, gak apa-apa. Hati-hati ya, lain kali mampir lagi ke sini.” “Pasti, Bos.”            Saat mobil Zafran sudah meninggalkan cafe, Hana datang membawa pesanan Adam untuk Zafran. “Nih, Dam pesanannya. Temen kamu mana?” tanya Hana sambil celingukan. “Dia udah pulang duluan, ada urusan kerjaan katanya.” “Yah, apa gue kelamaan ya bikinnya?” ucap Hana merasa bersalah. “Nggak kok, memang dia lagi buru-buru aja.” “Ya udah nih buat lo aja,” ucap Hana sambil menyerahkan nampan berisi pancake dan puding ke tangan Adam. === Anak-anak panti dan keluarga Adam sudah pulang. Kini tinggal Adam, Hana dan pegawai café yang tersisa, mereka harus merapikan dan membersihkan café agar terlihat rapi dan bersih kembali, sehingga besok bisa beroperasi seperti biasa. Ketika Hana sedang mengelap beberapa piring dan gelas di satu meja, Adam pun menghampiri Hana. “Sini gue bantuin, Han,” tawar Adam sambil mengambil serbet dan salah satu gelas. “Eh, udah ga usah. Lagian kan lo udah bantuin yang lain tadi. Udah biar gue aja,” tolak Hana. “Yaelah Cuma ngelap gini doang bisa kali gue juga,” ucap Adam. Mereka berdua pun tersenyum satu sama lain. Tak lama seorang perempuan memasuki cafe dan memanggil Adam. “Adam!” “Diva?”  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN