Shena menggeliat dalam tidurnya. Melirik sang suami yang masih terlelap di sisinya. Setelah sholat subuh, pasangan suami istri tersebut memutuskan untuk kembali tidur. Apalagi hari ini Aaron libur kerja.
Shena mengubah posisi terlentang nya menjadi menghadap Aaron. Memeluk tubuhnya sambil mencari posisi paling nyaman. Dan itu membuat si empunya terbangun.
"Sayang, kamu udah bangun?" tanya Aaron dengan suara khas orang baru bangun tidur, sambil mengusap sebelah matanya.
Shena mendongak sambil tersenyum lebar, menatap wajah tampan suaminya dari bawah.
"Morning kiss!" Shena berseru manja. Memanyunkan bibir merah muda alaminya.
Bibir Aaron mengulas senyum. Kepalanya sedikit menunduk untuk mencapai bibir sang istri. Namun, saat jarak semakin tertepis tiba-tiba ada sesuatu yang Aaron rasakan hingga membuatnya meringis.
"Sshhhhh....."
"Eh, Mas kenapa?" Shena bertanya panik.
"Mules. Sebentar ya," jawab Aaron. Langsung meloncat dari atas tempat tidur, buru-buru masuk ke dalam kamar mandi dan meninggalkan Shena yang melongo di tempat.
Bibir Shena melengkung ke bawah. Menatap sendu pintu kamar mandi yang sudah tertutup.
"Padahal tinggal tiga jari lagi dapet morning kiss nya Mas Aaron." Shena bergumam lirih, sok merasa paling tersakiti.
"Sayang!" Aaron berteriak di dalam sana.
"Apa, Mas?"
"Kamu sarapan duluan aja ya! Nanti Mas nyusul!"
Shena menghela napas panjang, lalu terbangun seraya mencepol rambutnya asal-asalan. Langkahnya terayun keluar dari dalam kamar, menuruni setiap undakan tangga untuk pergi ke dapur. Dan ternyata semua anggota keluarga nya telah siap menunggu di meja makan untuk sarapan bersama.
"Lho, Na, kamu baru bangun?" Zoya bertanya, begitu menangkap kedatangan menantu pertamanya tersebut.
Shena meringis malu sekaligus merasa bersalah, menggaruk kepala nya yang tidak gatal.
"Iya, Ma. Maaf, Shena gak ikut bantu siapin makanan buat sarapan."
Zoya tersenyum mendengarnya. "Gak apa-apa. Kan udah ada Bibi yang masak. Lagi pula kan, biasanya kamu juga gak pernah telat bangun," ujar nya penuh pengertian.
Semenjak hari itu, sifat Zoya terhadap Shena benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat dari biasanya. Zoya beralih menjadi sosok ibu mertua idaman bagi semua perempuan.
"Ya udah, sekarang ayo duduk dan kita sarapan bersama."
Shena mengangguk. "Iya, Ma."
"Bang Aaron gak ikut sarapan bareng, Kak?" Moza bertanya saat tidak menemukan keberadaan sang kakak.
"Oh iya, Mas Aaron juga sama baru bangun. Sekarang lagi ada di kamar mandi. Nanti juga turun kok," jawab Shena.
Moza mengangguk seraya memasukkan nasi ke dalam mulutnya.
Teringat akan sesuatu, Zoya segera memanggil asisten rumah tangganya. "Bi! Bibi!"
"Iya, Nyonya!"
Mendengar panggilan dari nyonya besar keluarga Ricardo, segera Bi Marni berlari menghampiri.
"Ada apa, Nya?"
"Tolong ambilkan sup ayam yang tadi saya masak ya, Bi."
"Baik, Nya."
Zoya mengangguk. Kembali menyantap sarapannya.
Sementara Bi Marni pergi mengambilkan sup ayam yang telah dibuat oleh Zoya langsung.
"Ini, Nya." Bi Marni menyimpan sup ayam tersebut.
"Terima kasih, Bi." Zoya berucap, lantas Bi Marni kembali pergi ke dapur.
Melihat ada sup ayam khas dengan aroma nya yang menggugah selera, Derry tersenyum lebar menatap lapar ke arah sup ayam tersebut.
"Wah, wanginya. Aku mau dong, Ma."
Tangan Derry terulur untuk mengambil sup ayam tersebut, namun lebih dulu Zoya menepis tangan anak keduanya itu. Membuat Derry meringis.
"Hus! Enak aja. Ini sup ayam spesial Mama buat untuk Shena dan Angela yang sedang mengandung cucu-cucu Mama," ujar Zoya.
"Mampus!" Moza berseru, meledek Derry.
"Diem lo bocah!"
Zoya menatap Shena dan Angela bergantian. "Ayo, kalian makan yang banyak ya. Ini sup ayam bagus untuk kekebalan tubuh selama hamil," ujarnya.
Shena dan Angela tersenyum sambil mengangguk.
"Makasih, Ma." Kedua nya berucap bersamaan.
Setelah sarapan selesai, Shena kembali masuk ke dalam kamar untuk mengecek keadaan suaminya karena belum juga keluar kamar sampai sekarang.
Dan pandangan pertama Shena dapatkan begitu masuk ke dalam kamar adalah Aaron yang sedang setengah bersandar di dinding samping pintu kamar mandi, tangan nya pun berada di atas perut sambil memejamkan mata.
"Mas! Ih, Mas Aaron kenapa?" Shena berseru khawatir, setengah berlari menghampiri suaminya.
Aaron membuka mata, menatap wajah khawatir sang istri. "Aduh, Sayang. Mas lemes banget nih," keluhnya.
"Aaaa, kenapa?" Shena menarik lengan Aaron agar duduk di tepi ranjang. "Sini-sini duduk dulu."
"Tunggu sebentar!" Aaron buru-buru masuk kembali ke dalam kamar mandi.
Shena menjadi uring-uringan melihat Aaron yang sedang tidak baik-baik saja. Perempuan itu mengetuk pintu beberapa kali.
"Mas! Mas ih, Mas kenapa?" Shena berteriak khawatir.
Shena menutup mulutnya saat teringat kalau semalam ia memaksa Aaron untuk memakan banyak mangga.
"Aduh, jangan-jangan perut Mas Aaron sakit gara-gara makan mangga banyak semalam," ringisnya merasa bersalah.
"Hueekk! Hueekk!"
Suara muntahan dari dalam, membuat perhatian Shena teralihkan. Matanya terbelalak kaget.
"Mas Aaron muntaber? Aaaaa! Mama!!!"
•••••
"Diminum dulu, Bang."
Aaron menerima gelas berisikan air yang sudah tercampur madu dari Zoya. Meneguknya hingga setengah gelas.
"Ke rumah sakit aja yuk, Mas. Shena khawatir banget lho sama Mas Aaron," rengek Shena sambil memegang lengan Aaron yang kini tengah duduk bersandar di kepala ranjang.
"Gak usah, Sayang. Mas gak apa-apa kok," jawab Aaron sambil tersenyum menenangkan.
Zoya terkekeh pelan melihat kekhawatiran Shena. "Udah gak apa-apa, Na. Mas Aaron mu muntah-muntah kayak tadi bukan karena penyakit, tapi morning sickness yang kamu rasakan pindah sama suami kamu, calon ayahnya anak kalian."
Aaron dan Shena saling beradu pandang, sebelum akhirnya menatap Zoya dengan kening mengerut.
"Maksudnya, Ma?" Shena bertanya mewakilkan.
Zoya tersenyum sambil mengangguk. "Iya. Uniknya morning sickness bisa terjadi juga sama suami atau calon ayahnya. Bagi laki-laki, morning sickness bisa menjadi salah satu gejala dari sindrom couvade. Kondisi ini dianggap sebagai bentuk kehamilan simpatik ketika suami mengalami gejala kehamilan seperti yang dirasakan istri tanpa benar-benar hamil," ujar nya menjelaskannya.
Shena menutup mulutnya dengan telapak tangan untuk menahan tawa.
"Ya ampun, lucu banget sih."
Aaron memicingkan mata menatap sang istri. "Apa nya yang lucu?"
"Ya lucu aja, Shena yang hamil tapi Mas Aaron yang ngalamin morning sickness nya," jawab Shena lalu terkikik geli.
Sebelum akhirnya Aaron mengalami morning sickness, laki-laki itu memang sempat mulas karena mungkin efek makan mangga di malam hari. Namun yang membuat laki-laki itu lemah tentu karena tidak berhenti muntah sejak Anna turun ke bawah untuk sarapan bersama keluarganya.
Zoya tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya. "Ya udah, Mama mau ke bawah lagi ya."
"Iya, Ma."
Setelah Zoya keluar dari dalam kamar mereka, Shena mencubit hidung Aaron membuat laki-laki itu menoleh padanya.
"I love you, Mas suami."
Aaron tertawa pelan. Menarik tengkuk Shena lalu mencuri kecupan di atas bibirnya.
Cup!
"I love you too, My Wife."
Shena tersenyum malu-malu. Entahlah, ia selalu merasakan seperti itu setiap kali Aaron menggodanya atau mengungkap kata-kata manis. Padahal bukan yang pertama, tapi efeknya selalu bereaksi sama.
Dengan jahil, Aaron menusuk pelan pinggang Shena menggunakan jari telunjuknya. Membuat Shena terkejut sekaligus merasa geli.
"Ih, Mas!" rengeknya.
"Gemes banget deh. Jadi ngidam nih," ucap Aaron.
Shena mengerutkan keningnya. "Ngidam? Kan Shena yang hamil. Kok Mas Aaron yang ngidam?"
"Lho, emangnya kenapa? Tadi juga yang ngalamin morning sickness Mas, bukan kamu. Sekarang juga yang ngidam Mas Aaron," jawabnya tak ingin kalah.
"Oh iya-iya. Tapi masa Mas Aaron lagi sih, udah morning sickness di ambil Mas Aaron, sekarang ngidam juga? Shena cuma kebagian ngelahirin doang dong?" tanya nya polos.
Aaron terdiam sejenak. Lalu detik berikutnya ia terbahak.
Shena menatap datar suaminya. "Kok ketawa? Emang aku salah apa ya, Kak? Atau kita pernah saling kenal?" ucapnya meniru salah satu postingan di akun sosial media.
"Eh! Ngadi-ngadi kamu," kekeh Aaron.
Shena menyengir lebar. "Ya udah, Mas ngidam apa? Jangan bilang kalo ngidam buah mangga punya tetangga, terus minta Shena buat manjat pohonnya kayak semalam yang Mas lakuin."
Aaron terduduk. Menggeser posisi duduknya menjadi lebih dekat dengan sang istri. Tatapan matanya turun pada dadaa Shena. Menyadari tatapan Aaron, segera Shena menyilangkan kedua tangannya di atas sana.
"Kok di tutup? Mas kan pengen," rengek Aaron tak terima.
"Gak boleh, Mas."
"Why? Mas kan suami kamu, Sayang. Apa karena sekarang bukan malam? Kan kita juga udah pernah ngelakuin di siang bolong," protes Aaron.
Shena melayangkan pukulan pada paha Aaron. "Ih, bukan itu."
"Terus apa? Orang hamil gak mungkin datang bukan kan?"
"Apa sih, ih? Kok jadi bawel."
"Kan tadi Mas bilang lagi ngidam. Dan ngidamnya Mas kan pengen...." Aaron menggantung ucapannya, melempar tatapan kode sebagai kata lanjutnya.
Shena berdecak. Mengambil handphone, tampak mengotak-atik layar datar itu sebelum akhirnya ia memberikannya pada Aaron.
"Apa?"
"Liat dan baca," suruh Anna.
Tanpa ragu Aaron menerima handphone dari Anna lalu membaca sebuah artikel yang tertampil di layar tersebut.
"Berhubungan intim saat hamil muda pada umumnya aman dilakukan. Hanya saja, sebagian ibu hamil merasa enggan untuk melakukan hubungan intim, baik karena takut, gairah seksualnya menurun, mood-nya berubah-ubah, atau badannya terasa lemas."
Kemudian Aaron kembali menatap Shena, mengangkat sebelah alisnya. "Lalu? Ini aman kok katanya."
"T-tapi Shena merasa enggan, takut, gak ada gairah seksuall, gak mood juga, dan ahhh badan Shena terasa lemas," ujarnya menjawab menampilkan wajah melas.
Sedangkan Aaron yang mendengarnya hanya bisa diam dengan wajah datar. Mendadak bahunya turun dan ambruk kembali terbaring.
"Alasan mu, Dek."