Leonard Widjaya

1381 Kata
"Sampai kapan kau akan hidup seperti biarawan?" cela Ardian kepada temannya yang hanya duduk minum, sementara dirinya sudah sibuk memeluk seorang wanita muda belia. "Tidak usah ikut campur!" sengit Leonard. Ardian tertawa, "Jangan emosi, Kawan. Aku hanya menyayangkan wajahmu yang tampan dan tubuhmu yang mampu membuat wanita berliur. Sungguh sayang sekali tidak ada satu wanita pun yang kau ijinkan mencicipinya." Ejekan itu membuat Leonard meneguk habis minumannya. Dia melirik ketika si wanita muda berlutut di antara kaki Ardian dan memulai aktivitas yang membuat darahnya berdesir. Leonard segera mengalihkan pandangan. "Hei, aku bisa meminjamkan Siera untuk satu malam," kata Ardian. Leonard geleng-geleng kepala. Dia tidak suka cara Ardian memperlakukan wanita simpanannya seperti barang. "Ya, bagus, seperti itu, Baby," desah Ardian menanggapi sentuhan Siera. Wanita muda bernama Siera itu tersenyum nakal, "Kita check in saja, Daddy. Supaya aku leluasa bergerak." "Hei, kami ke atas dulu. Dengarkan aku, carilah seorang wanita cantik yang berpengalaman dan bawalah dia ke hotel. Nikmati malam pertamamu, Kawan. Jangan sampai kau mencapai umur empat puluh dalam keadaan masih perjaka." Ardian menepuk bahu Leonard. "Banyak bacot! Pergi kau!" Ardian merangkul Siera pergi diiringi suara tawa mengejek. "Sial. Siapa yang mau bermain wanita sepertimu?" omel Leonard. Suara musik yang menghentak mulai mengganggu pendengaran Leonard, terutama karena kini dia duduk sendirian di area VIP dan banyak wanita berpakaian minim sengaja lalu lalang untuk menarik perhatiannya. Untuk seorang lelaki berusia tiga puluh sembilan tahun, wajah dan tubuhnya bisa dibilang hampir sempurna. Tampan, dingin, tinggi kekar, rambut ikal mencapai bahu, dan terlebih lagi dia adalah pemilik sebuah perusahaan besar. "Sial ... Wanita-wanita ini seperti binatang kelaparan," gerutunya. Tidak ada hal lain yang ingin dilakukan, Leonard pun meninggalkan club malam tersebut. Mungkin hal terbaik yang seharusnya dia lakukan di akhir minggu seperti ini adalah berdiam di penthouse mewahnya sampai pagi menjelang. Mengendarai mobil sport Eropa model terbaru, lelaki itu melaju pergi dengan kecepatan tinggi. Mobil mewahnya membetot perhatian semua orang yang dilewati. Leonard tidak peduli. Baginya mobil adalah alat transportasi belaka. Pilihan terhadap mobil mewah ini karena daya tahan dan kenyamanan. Jarak tempuh yang tidak terlalu jauh dilalap dalam waktu singkat. Leonard melajukan mobilnya memasuki gerbang sebuah gedung apartemen di kawasan elit. Sebagai pemilik gedung dia memiliki area parkir khusus di basement yang menjamin tempat selalu tersedia bagi mobilnya. Seorang petugas keamanan yang berjaga di dekat lift menyapa penuh hormat. Leonard mengangguk. Untuk naik ke rooftop penthouse di lantai lima puluh, Leonard memiliki lift sendiri yang hanya bisa aktif dengan kartu khusus. Dia masuk ke lift disambut oleh aroma pinus yang menyegarkan dan lantunan musik jazz ringan. "Hei! Tunggu!" Terdengar petugas keamanan berseru. Leonard terkejut melihat sesosok manusia menerobos masuk lewat pintu lift yang sedang menutup. Petugas keamanan gagal menghentikan. Sepasang mata berbentuk almond menatap Leonard. Seorang wanita muda berdiri di sudut lift seolah berharap dirinya tidak terlihat. Wajah cantik yang polos tanpa make up itu segera menarik perhatian si lelaki. Kaos oblong dan jeans yang dipakai tidak mampu menyembunyikan lekuk tubuh yang menarik. "Siapa kamu?" tanya Leonard yang sudah kembali bersikap dingin. Wanita itu meringis, "Sorry, tidak bermaksud menerobos, tapi aku sedang menghindari orang yang berniat jahat." Leonard mengangkat alis, "Bagaimana kalau aku juga berniat jahat?" Wanita itu tertegun. Dalam penilaiannya lelaki tampan dengan penampilan rapi ini tidak terlihat seperti orang jahat. "Aku hanya butuh bersembunyi sebentar. Kalau kamu merasa terganggu, aku akan turun lewat tangga darurat. Oke?" "Sebelumnya, siapa namamu?" Leonard penasaran. "Kirana. Kamu?" "Aku Leonard. Kamu bersembunyi dari siapa di gedung ini?" Leonard mengernyit. Adakah sesuatu yang tidak dia ketahui terjadi di gedung miliknya? "Uhm ... Hanya sekelompok orang yang ingin memanfaatkan wanita. Bukan masalah besar." Kirana tersenyum gelisah. Mana mungkin dia menceritakan yang sebenarnya pada lelaki tak dikenal ini? "Salah satu penghuni apartemen?" "Kurasa begitu. Maksudku, aku tidak tahu mereka membeli atau menyewa unit. Yang pasti di sana ada beberapa orang wanita muda yang tidak dapat keluar dengan bebas." Leonard merasa tidak senang. Dia berkata ketus, "Prostitusi?" Kirana mengejapkan mata, "Aku terlalu banyak bicara. Lupakan saja." "Beri tahu nomor unit mereka." Pintu lift terbuka di lantai tujuan. Leonard mengeluarkan handphone dari saku celana dan menelepon. Kirana mengikuti lelaki itu sambil terkagum melihat interior penthouse yang bergaya modern minimalis. Jendela-jendela besar menjulang tinggi membuat ruangan terlihat lebih luas. Penthouse yang dirancang dengan konsep loft memiliki lantai atas yang memakan setengah luas keseluruhan. "Kirana. Nomor unit mereka," cetus Leonard. "Oh, ya ya ... Kalau tidak salah tiga lima enam," sahut Kirana yang terkejut karena namanya disebut. Leonard berbicara pada entah siapa, "Laporkan penghuni unit tiga lima enam atas tindakan prostitusi ilegal." Kirana tercengang. Pada siapa lelaki tampan ini melaporkan penghuni apartemen? Usai berbicara Leonard menyimpan kembali handphonenya di saku celana. Kini saatnya menyelidiki wanita muda cantik ini. "Apa urusanmu dengan orang-orang itu?" tanya Leonard. "Tidak ada." Kirana memandang sekeliling mencari jalan untuk melarikan diri. Leonard mengamati tindak-tanduk Kirana. Jelas sekali terlihat si wanita ingin segera pergi dari tempat ini. "Wanita muda sepertimu tidak seharusnya berkeliaran malam-malam. Di mana kamu tinggal?" tanya Leonard lagi. "Tidak jauh. By the way, mana jalan keluarnya?" Kirana masih sibuk mengamati sekeliling sehingga tidak menyadari Leonard berjalan mendekat. "Aku jalan keluarmu," ucapnya. Kirana kaget ketika sesuatu menyentuhnya. Dia segera menyentak lepas lengannya dari genggaman Leonard dan mundur beberapa langkah. "Mau apa?" "Aku tertarik padamu." Leonard tersenyum. Kirana bergidik. Senyum itu membuat wajah Leonard terlihat tampan tanpa cela. Jantungnya berdebar kencang karena lelaki itu terus melangkah maju. Dalam hati dia mengeluh karena lolos dari mulut harimau dan mendarat di mulut buaya. "Tinggallah sebentar supaya aku dapat mengenalmu," bujuk Leonard. "Tidak bisa. Sudah malam, aku harus pulang." Sambil bicara Kirana terus menjaga jarak di antara mereka. Tatapan Leonard fokus pada wajah cantik yang mulai terlihat panik. Entah kenapa dia bisa tertarik pada wanita muda yang berpenampilan biasa ini, padahal di luar sana tak terhitung berapa banyak wanita cantik dan seksi yang siap melompat ke dalam pelukannya. Apakah karena kecantikannya yang polos? Atau karena sikap Kirana yang tidak serta merta tertarik padanya? "Aku akan mengantarmu pulang setelah kita bicara," tawar Leonard. Kirana menatap curiga, "Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku hanya salah masuk lift. Itu saja." Semakin wanita itu menolak, Leonard merasa semakin tertantang untuk menaklukkannya. Aneh. Padahal dia tidak berpengalaman sama sekali dengan wanita. Dengan cara apa dia akan menaklukkan Kirana? Kecuali ... "Aku punya penawaran untukmu, Kirana." Leonard tersenyum tipis. Wanita itu mengernyit, "Penawaran apa?" "Jadilah wanitaku." Kirana ternganga. Otaknya mendadak macet, "A–apa?? Wanitamu?" "Ya. Aku akan memenuhi semua kebutuhanmu. Sebagai gantinya kamu memberikan waktumu untukku." Leonard fokus pada bibir merah muda Kirana yang merekah. Dia membayangkan seperti apa rasanya mencium bibir ranum itu. "Oh, kamu tidak ada bedanya dengan ... Oh! Dasar lelaki! Siapa mau jadi wanita simpananmu! Aku tidak semiskin itu sampai harus menjual diri!" sergah Kirana. "Siapa yang bicara soal menjual diri?" Leonard mengernyit. Dia tersinggung karena Kirana menyamakannya dengan lelaki-lelaki lain. "Kamu ingin aku memberikan tubuhku, kan? Jangan harap! Aku bukan wanita seperti itu! Carilah wanita atau lelaki di pinggir jalan untuk memuaskanmu! Dan biarkan aku pergi dari sini!" "Kalau kamu tidak mau, aku tidak akan memaksa. Kesepakatan ini tidak perlu berakhir dengan hubungan intim. Kamu hanya perlu ada untukku kapan pun kuminta. Bagaimana?" Leonard tersenyum. Dia memang tidak bermaksud mengarah ke hubungan yang terlalu jauh. Kirana mengejapkan mata. Hanya perlu ada untuknya? Benar-benar hanya menemaninya? Memang ada sugar daddy seperti itu? Bukankah semua lelaki mengincar hal yang sama, yaitu tubuh wanita? "Kalau tidak percaya aku akan membuatkan perjanjian tertulis." Kirana masih menatap tidak percaya. Apakah lelaki tampan ini hanya kesepian? "Apa jaminannya kalau kita tidak akan melakukan hubungan itu?" tanya Kirana. "Surat kontrak dengan pasal-pasal yang jelas," ucap Leonard serius. Hening sesaat ketika Kirana berpikir. Dia masih tidak percaya ada hal seperti itu di muka bumi. "Tapi, kenapa? Kamu tidak suka wanita?" tanya Kirana hati-hati. Pertanyaan itu menusuk hati Leonard, "Nona, aku ini lelaki normal. Aku menyukai wanita, tapi juga menghargai tubuh mereka, dalam hal ini tubuhmu. Jika kamu tidak menginginkan hubungan terlalu jauh, aku tidak akan memaksa. Oke? Sampai di sini paham?" "Jadi aku benar-benar cuma menemani?" Kirana memastikan. "Ya. Ke mana pun aku pergi, kamu ikut." "Ini bukan perjanjian dengan iblis, kan?" Leonard tertawa, "Apa? Dari mana kamu dapat ide seperti itu?" Suara tawa lelaki itu terdengar menyenangkan di telinga Kirana. Ketegangannya sedikit mengendur. "Buatlah dulu perjanjian tertulisnya supaya aku bisa memutuskan menerima penawaranmu atau tidak," ucap Kirana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN