SEMBILAN

1273 Kata
MARCO   Aku terbangun di kamar hotel. Di sampingku ada bidadari cantik sedang tertidur. Aku menyadari bahwa bidadari ini tak mengenakan pakaian. Aku juga baru sadar kalau aku juga tidak memakai pakaian. Oh s**t. Apa yang terjadi semalam? Aku memejamkan kepalaku sebentar. Memikirkan dan mengingat apa yang terjadi semalam. Aku dan Clarissa sama mabuknya sampai tak menyadari apa yang kami lakukan. Tapi aku ingat, ia sempat memanggil nama seseorang, Alex mungkin. Saat aku sedang melakukannya. “Marco!! Sialan. Kita ngapain ini?” Aku kaget mendengar seruan itu dan langsung membuka mataku. Melihat Clarissa dengan muka panik, membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut. “Kita berdua sama-sama mabuk!” jawabku, mencari sebuah pembenaran. “Terus lo kenapa bawa gue ke sini? Gilaaaa!!!” “Aku gak tahu harus nganter kamu ke mana!” “Mending lo tinggal gue di gedung!! Daripada lo giniin gue!!” Serunya. Marah. “Kamu yang pertama cium aku!” kataku. Yaa aku mulai ingat sekarang. Ia yang pertama menciumku. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. “Gila sumpah gila!!” katanya lalu turun dari kasur masih dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia memungut pakaiannya di lantai lalu masuk ke kamar mandi. Aku juga turun dari kasur, memungut pakaianku dan mengenakannya kembali. Saat mengambil ponselku, aku melihat bercak merah di sprei tempat Clarissa tadi tidur. Aku mendekat dan melihat lebih jelas,  darah merah yang segar. Fix ini darah! Oh my Lord. Gilaaa. Aku abis perawanin anak orang. Oh s**t. Aku harus gimana ini? Aku segera menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. “Clar!!” Seruku panic tentu saja. Namun tidak ada jawaban. “Clarissa!!” Seruku lebih keras, masih tak ada jawaban. “Clar!! Keluarr!!” seruku sambil menggedor-gedor pintu. Lalu ia keluar, rambutnya sudah tidak berantakan seperti tadi. Wajahnya masih panik dan matanya terlihat seperti habis menangis. “Sorry!” kataku. Aku membawanya ke kasur dan menyuruhnya duduk. “Sorry!” kataku lagi. Namun ia tak merespon. “Tas gue mana?” Tanya dia. “Tas? Tas apaan? Kemaren kamu gak pegang tas sama sekali.” kataku, bingung. “Di ruang ganti kemaren. Tas gue ada di situ!” serunya. “Aku anter kamu ke sana.” Lalu ia bangkit dan keluar. Aku menyambar ponsel dan kunci mobilku lalu keluar. Setelah chek out, petugas hotel yang kuminta mengeluarkan mobil memberikan kunci setelah ia membawa mobilku dari parkiran. Aku langsung mengantar Clarissa ke gedung kemarin.   Untung saja masih ada panitia nikahan yang sedang bebersih di gedung tersebut. Setelah Clarissa mengambil tasnya. Kami berdua jalan menuju parkiran. Aku bingung harus seperti apa. Ia diam seribu bahasa. Ia berjalan mengarah ke sebuah mobil. Mobilnya. Aku menahan tangannya. “Maaf” kataku. Ia hanya diam. “Clar kalo terjadi apa-apa sama kamu, aku siap tanggung jawab kok. Gak usah takut, oke?” Kataku. Lagi-lagi ia diam tak merespon perkataanku. Ia melepaskan jari-jariku yang menahan tangannya. Lalu masuk ke mobil dan melaju begitu saja. Oh Lord I think I’ve just ruin everything.     ** **     Hari-hari berikutnya aku merasa Clarissa menghindar dariku. Aku bingung siapa yang harus jadi teman curhatku. Mungkin saja Kinan. Tapi Kinan dan Armand sedang bulan madu ke Santorini. Ahhh s**t! Aku sedang dalam perjalanan dari rumah sakit menuju rumah saat ini. Namun ponselku tiba-tiba bergetar. Zetira calling...   “Kenapa dek?” tanyaku saat mengangkat panggilan itu. “Tadi aku mampir ke rumah, jemput Aga. Aku di rumah Ibu. Kakak ke sini aja yaa?!” “Okee dek. Otw nih!” “Beliin kue yaa. Kue apa aja!” katanya. “Okee.”   Lalu aku mematikan telefon. Karena pesanan Zetira tadi, kuputuskan untuk mampir ke salah satu toko roti, toko ini merangkap cafe. Saat aku menunggu pesananku. Aku melihat Clarissa. Duduk bersebrang-sebrangan dengan seorang pria. Oh God! Siapa cowokk ini?? Aku lalu sengaja memesan kopi, kemudian duduk tepat di sofa di belakang Clarissa. Sengaja agar dapat mendengar pembicaraannya. “Apa sih, Sa. Lo tuh ngajak ketemu tapi gak jelasin apa-apa. Pusing gue!” suara si lelaki itu. “Gue bingung, Riel. Jelasinnya gimana!” kata Clarissa. Oh s**t. Jangan-jangan pria ini Ariel? “Ah elah. Lama lo! Tentang apaan? Cowok?” tanya lelaki itu. Tidak ada jawaban dan Clarissa. “Yaudah ceritain!” kata lelaki itu. “Sebulan ini, gue deket sama cowok. Orang tua murid gue.” kata Clarissa. Ohh dia ngomongin aku berarti. “s**t! Sa!! Lo deket sama suami orang?” Tanya lelaki itu. Duh sok tauu! “Gak gitu, dia duda!” kata Clarissa. “Lo jalan sama Om-om?” Kata lelaki itu lagi. Asli ni cowok sok tahu banget! “Bisa gak sih lo gak potong-potong omongan gue? Suuzon lo jatohnya!” kata Clarissa dengan nada kesal. “Oke jelasin dah sampai beres!” “Dia duda, anaknya itu murid gue. Tapi itu bukan anak kandungnya. Dia masih muda  umurnya 29 katanya. Dia adopsi gitu. Gue deket sama anaknya, anaknya rada beda gitu. Awalnya gue kesel sama kepsek karena ngasih gue tugas tambahan buat ngontrol anak ini. Tapi pas gue kenal, gue malah gak mau jauh sama anak ini. “Anak ini pinter, baik. Tapi pendiem. Gak punya temen. Gak mau bergaul. Gitu-gitu lah. Sampai akhirnya gue deketin anak itu. Dia respon saat gue deketin. Kita sering main bareng pas pulang sekolah. Mandi ujan lah. Ayunan lah. Prosotan. Apapun. “Terus akhirnya gue kenal sama bapaknya ini. Dan mungkin lumayan deket. Kita sempet beberapa kali jalan bareng. Entah nonton, cari buku, makan atau sekedar ngopi!” jelas Clarissa. “Terus masalahnya di mana?” Tuntut lelaki itu. Aku menyimak semua cerita Clarissa. Belum mau menyimpulkan apa-apa. “Masalahnya mulai pas Kinan nikah. Lo gak dateng sih k*****t!” “Sorry! Gue ada kerjaan di Aceh! Lagian gue gak kenal deket sama Kinan ehehhe,” kata pria itu, “lanjut gih cerita lo “Gimana yaa. Gue bingung jelasinnya!” kata Clarissa “Tinggal jelasin Sa. Apa susahnya?!” “Oke intinya gue jadi bridesmaid dia jadi groomsman. Ternyata cowok itu sahabatnya Armand. Intinya kita pasangan karena Rachel sama Dara kan suami-suaminya jadi groomsman juga. Nah gue sama dia tuh. Sampai after party gue biasalah ke bar minum-minum dikit.” “Lo masih minum?!!! k*****t lo janji ke gue dari setaun yang lalu kalau lo gak bakal minum lagi!!” Seru si lelaki itu terdengar marah. “Iyaa sorry. Pokoknya gue minum gue gak inget banyak apa sedikit. Kayaknya sih banyak karena gue sampai mabuk. Lo tau apa? Paginya gue bangun ada di kamar hotel sama dia!” kata Clarissa mengakhiri ceritanya. “b*****t tu cowok! Anjir Saa!!!” Maki Ariel. “Mangkanya, Riel. Gue bingung banget sekarang.” “Sekarang tu cowok mana? Gak mau tanggung jawab dia?” “Gue yang ngehindar. Gue takut!” kata Clarissa. “Ah gila lo. Lo hamil gak? Ini udah dua minggu dari nikahan Kinan lo udah cek?” “Udah. Negatif ko!” jawab Clarissa. “Tadi kata lo, lo takut. Takut apaan Sa?” “Awalnya gue takut hamil. Gila aja kan. Terus gue juga takut kalo dia gak mau tanggung jawab. Maksud gue kan gue sama dia gak ada hubungan apa-apa. Deket juga baru sebulan. Tapi gilaa. Gue parah banget. Sama Alec aja gue belum pernah!” Oh jadi Alec. Bukan Alex. “Duh gue bingung mau komentar apa. Tapi jujur yaa!! Lo kudu jujur. Sebelum kejadian ini lo suka gak sama itu cowok?” “Suka, Riel. Mangkanya gue respon dia kan gue suka. Tapi gak nyangka aja bakal kaya gini!” “Harusnya lu mau Sa. Pas setaun lalu gue ajak nikah. Kan jadinya lo aman sama gue dan gue pun gak jadi dijodohin.” kata cowok itu. “Sableng ah lo. Lo temen gue kali. Ariel Dewantara!” sahut Clarissa. Oke jadi benar cowok ini Ariel. Dan dia kayaknya ada rasa sama Clarissa karena dia pernah ngajak Clarissa nikah. Tapi sekarang cowok ini udah nikah? Gitu kan?? “Karena gue temen lo. Kita kenal dari lo belum kenal sama Alec. Tapi lo malah suka sama dia. Kan gue bete di-friendzone. Pas Alec pergi. Gue pengen jadi yang jagain lo. Tapi lo gak mau dijagain. Sekarang lo malah tidur sama cowok yang gak dikenal!” “Yeee!! Lo kira gue mau!! Udah ah apaan sih lo bahas dulu-dulu. Lo kan sekarang udah cinta juga kan sama Dinda.” “Iyaa sihh.” kata lelaki itu. “Riel, gue mau tanya yaa! Menurut lo gue benaran ga hamil atau belum ketauan?” Kata Clarissa. “Kalo kata gue sih gak hamil. Masa iya sekali main langsung gol haha!! Tapi kalo emang lo mau tes lab aja. Gue temenin deh!” “Duh gak ah. Ngeri gue!” kata Clarissa. Tiba-tiba ponselku bergetar,   Zetira calling...   Aku tersentak, kembali ke kehidupanku setelah terlarut dalam ceritanya Clarissa, akulangsung berdiri, mengambil kue pesanan dan keluar dari tempat ini. Begitu masuk mobil aku segera tancap gas menuju rumah ibuku. Banyak yang kupikirkan saat ini. Soal Clarissa. Semuanya soal Clarissa. Aku bingung harus bagaimana. Apa aku langsung melamarnya saja? ***** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN