Bab 9 - Serangan Dadakan

1097 Kata
Ruby melangkah keluar dari Gedung King Group. Hatinya begitu lega saat ini. Rasanya segala permasalahan yang menjadi beban pikirannya selama ini telah hilang. Walaupun hutangnya belum lunas, tetapi setidaknya ia terbebas dari para rentenir yang terus menghantuinya selama ini. Langkahnya sekarang terasa ringan layaknya seekor burung yang baru saja terbebas dari jerat pemburu. Ia akan mengabarkan kabar baik ini kepada Tante Norin. Wanita itu pasti akan turut bahagia bersamanya. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah mobil van putih berhenti tepat di depannya. Tiga orang pria bertampang seram dan bertubuh besar turun dari mobil van itu. Ruby mengernyitkan keningnya. Ia mengenal salah satu pria yang memiliki codet di wajahnya. Mereka adalah para rentenir yang biasa datang menagih hutangnya. 'Mau apa mereka ke sini?' Ruby melirik ke kanan kirinya. Mereka mulai berjalan menuju ke arahnya. Gadis itu pun menelan salivanya pelan dan mulai memutar otaknya. "Mau apa kalian?" tanya Ruby tanpa ada rasa takut. "Tentu saja datang untuk menagih uang," ucap salah seorang dari mereka. "Apa maksud kalian? Bukankah hutangku telah lunas semua?" teriak Ruby tidak terima. "Kalau kami bilang belum lunas ya belum lunas," jawab pria bercodet tersenyum licik. "Dasar kalian manusia penghisap darah!" umpat gadis itu. "Bawa dia pergi!" perintah pria bercodet itu kepada kedua rekannya. Seakan mendapatkan alarm peringatan, Ruby segera berlari sebelum ditangkap oleh mereka. Apalagi ketiga orang itu tidak bisa diajak kompromi sekarang. Gadis itu terus berlari. Ia berniat kembali ke Gedung King Group karena dirinya belum terlalu jauh dari tempat itu. Ia ingin meminta bantuan petugas keamanan gedung itu. Ruby terus berlari sambil sesekali menoleh ke belakang. Tiba-tiba tubuhnya menabrak seseorang dan membuat dirinya hampir tersungkur ke lantai seandainya orang tersebut tidak menarik tangannya dan menahan pinggangnya. Mata gadis itu terpejam ketika ia mengira dirinya akan terjatuh, tetapi ketika ia merasakan sebuah tangan besar melingkar di pinggangnya, ia pun membuka matanya lebar. "Kamu!" teriak Ruby ketika melihat pria arogan yang ia temui di lift berada di hadapannya bahkan memeluk pinggangnya. Posisi tubuh mereka saat ini begitu dekat, nyaris tanpa celah. Ketika Wilson akan melepaskan pegangannya, Ruby dengan cepat menarik kerah kemeja pria itu agar tidak terjatuh. Namun, yang terjadi sedetik kemudian adalah pertemuan kedua bibir mereka. Wilsom terhenyak mendapat 'serangan dadakan' dari gadis barbar di hadapannya saat ini. Ia membulatkan mata elangnya dan termangu. Tanpa ia sadari, ia menikmati bibir manis milik gadis itu. Ruby tak menyangka perbuatannya itu membuat kesucian bibirnya diambil oleh pria arogan itu. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali ketika bibir pria itu mulai bergerak pelan mencari kenikmatan di bibirnya. Aliran waktu seakan terhenti saat ini. Tanpa ada yang ingin melepaskan satu sama lain hingga sebuah tarikan pada lengan gadis itu membuat mereka tersadar. "Dasar gadis sialan! Bisa-bisanya bermesraan di saat genting seperti ini, hah!" umpat pria bercodet yang mengejarnya tadi. Ruby meronta, mencoba melepaskan genggaman tangan pria bercodet itu dari pergelangan tangannya, tetapi sayangnya kekuatannya tidak seimbang dengannya. Wilson yang melihat hal itu segera menahan tangan pria bercodet itu dengan salah satu tangannya. Ia melayangkan tatapan tajam kepada ketiga pria yang saat ini sedang mengeroyok seorang gadis. Apalagi mereka telah mengganggu kesenangannya beberapa detik yang lalu. "Lepaskan dia!" perintah Wilson. "Kenapa? Apa kamu ingin menjadi pahlawan kesiangan untuk gadis ini?" ejek pria bercodet itu dan mereka bertiga tertawa terbahak-bahak. Tanpa aba-aba, Wilson langsung memelintir tangan pria bercodet itu hingga mengaduh kesakitan. Dua rekan pria bercodet itu melihat temannya diserang segera turun tangan membantu. Akan tetapi, satu tendangannya berhasil membuat salah satu dari mereka terjerembab di tanah dan satu kepalan tinjunya berhasil membuat pria yang satunya menahan sakit pada perutnya. Wilson terus menghajar mereka dengan tangan kosong hingga tak berdaya. Ruby pun ikut membantu menghajar mereka dengan kekuatan kecilnya itu. Ia memukul-mukul pria yang sudah dipukul Wilson hingga tidak bisa bangun lagi. "Rasakan ini! Rasakan! Huh!" Ruby memukul pria yang sudah tidak sadarkan diri dengan tas selempangnya. Ketika Wilson sedang menahan serangan salah satu pria yang lain, tiba-tiba pria bercodet di belakangnya mengeluarkan sebilah pisau. Ruby yang melihat hal itu segera berteriak, "Awas!" Wilson pun berbalik dan segera menghindari serangan dari pria bercodet itu, tetapi pisau tersebut sempat menorehkan ketajamannya di lengan kiri Wilson. Dalam hitungan detik, Wilson pun langsung menarik lengan pria bercodet itu dan memukul titik vitalnya di bagian tulang iganya hingga ambruk. Beberapa petugas keamanan Gedung King Group pun segera datang ketika ada yang melapor kejadian penyerangan di luar gedung. Akan tetapi, semua telah diselesaikan oleh CEO mereka sendiri. Mereka melongo melihat ketiga pria itu telah terkapar di tanah. "Bawa mereka ke kantor polisi sekarang!" perintah Wilson kepada petugas keamanannya dengan nafas tersengal-sengal. Ia mengusap peluh di keningnya dengan punggung tangannya. "Baik, CEO Xia!" sahut para petugas keamanan itu bersamaan. Ruby terkesiap mendengar panggilan petugas keamanan itu kepada pria arogan yang telah menolongnya saat ini. "CE-CEO?" gumamnya pelan. 'Jadi selama ini aku sudah salah sangka?' batin Ruby menggigit bibirnya cemas. Gadis itu pun teringat akan kontrak kerja yang baru saja ia tandatangani beberapa saat lalu. Posisi pekerjaannya yang baru sebagai sekretaris CEO. 'Jangan bilang aku menjadi bawahannya? Astaga!' batin gadis itu lagi yang baru menyadari dirinya telah masuk ke sarang harimau. Ruby mendekati Wilson ketika pria itu akan pergi. "Tunggu!" teriak gadis itu. Wilson berhenti dan berbalik menghadap gadis itu. "Ada apa lagi?" tanyanya malas. Wilson merasa hari ini dirinya cukup sial karena bertemu dengan gadis itu dan membuatnya terlibat di dalam pertarungan itu. Sebenarnya bisa saja Wilson pergi tadi dan membiarkan ketiga pria itu membawa pergi gadis itu, tetapi jiwa kemanusiaannya tidak mengijinkan hal itu. Ruby menahan lengan Wilson ketika pria itu akan berbalik. Ingin ia tanyakan kepada pria itu apa memang benar dia CEO King Group, tetapi ia mengurungkan niatnya ketika melihat luka di lengan pria itu dan merasa bersalah atasnya. Wilson menangkap maksud gadis itu, tetapi ia tidak ingin mengakui bahwa luka itu terasa begitu sakit sekarang. "Hanya luka kecil," ucapnya sok kuat. Ruby berdecak sebal melihat pria itu masih bisa berpura-pura seperti itu. "Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" ajaknya menarik pria itu pergi. "Sudah kubilang hanya luka kecil! Kamu tidak usah ikut campur," tolak Wilson menarik lengannya kembali dari pegangan gadis itu. "Bagaimana mungkin aku tidak ikut campur? Kamu terluka karena aku," timpal Ruby menatap pria itu dengan tatapan sendu. Wilson menatap mata gadis itu yang mulai berkaca-kaca. Hatinya merasa tidak nyaman. Jantungnya pun mulai berdegup sedikit tidak beraturan. Ia pun menghela nafasnya pelan untuk menetralkan perasaannya. "Tidak perlu ke rumah sakit. Di ruanganku ada obat-obatan," ucap Wilson berbalik badan. Pria itu pun berjalan masuk ke Gedung King Group diikuti Ruby di belakangnya. Mereka menjadi pusat perhatian para karyawan di sana. Apalagi tindakan CEO mereka yang menolong gadis itu membuat mereka semakin kagum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN