Chapter 32

1052 Kata
"Apa lagi yang kau lakukan?!" pekik Ludwig ketika mengetahui kondisi Edward dari Alex. Edward terdiam. Ia masih emosi, ditambah kekesalannya pada Alex yang begitu bodohnya melaporkan segalanya pada Ludwig. Jika saja tadi ia tidak segera dipanggil ke ruangan kerja Ludwig, ia pasti punya banyak waktu untuk membuat ukiran di wajah Alex. Dan saat ini ia lebih memilih diam, mungkin dengan diam seperti ini akan meredakan sedikit emosinya. Ia berusaha bersabar. Setelah mengamuk di apartment nya. Edward kembali dengan banyak bekas kecupan di leher dan dadanya. Tidak seperti biasanya, Edward akan bermain bersih. Kali ini keadaannya benar-benar buruk. Lebih percis seperti gembel. "Hentikan tingkah bodohmu itu!" ucap Ludwig lagi. Edward hanya mengalihkan pandangan ke arah lain. Tepatnya vas bunga diatas meja. Entah mengapa kali ini vas bunga tersebut lebih menarik daripada ocehan Daddynya. "Sebentar lagi kau akan menikah. Setidaknya rubah sikap untuk istrimu!" Edward mendongak.  "Menikah?"  "Ya! Kau akan Daddy jodohkan." Brakkkk.... Edward memukul meja di hadapannya dengan keras, ia langsung berdiri. Seketika Ludwig langsung menatap tajam pada Edward. "Kau tidak bisa mengatur hidupku, Dad! Apalagi memilih pasangan untukku. Ini hidupku, aku yang menjalaninya. Kau tak berhak menjodohkanku!" kini justru Edward yang terlihat emosi. Seketika Ludwig langsung ikut berdiri. "Kau sudah dewasa. Sudah cukup waktu untuk bermain-main! Daddy dan Mommymu ingin segera menimang cucu." ujar Ludwig.  "Aku akan menikah, Pasti! Tapi bukan dengan dijodohkan. Kampungan, cuih!" Edward meludah kemudian ia beranjak meninggalkan Ludwig. "Jadi kau menolak untuk dijodohkan dengan Grace Dominica" ujar Ludwig. Seketika langkah Edward terhenti. "Bagaimana bisa?" tanya Edward langsung berbalik "3 hari lagi. Saat acara launching restoran kita. Pernikahanmu akan diumumkan dengan Grace."  "Tapi bagaimana mungkin dia mau?" tanya Edward. "Duduk!" Suruh Ludwig. Edward yang penasaran langsung menurut dan duduk kembali ditempatnya. "Cepat katakan, Dad!" ucap Edward tak sabaran. Emosinya seketika lenyap. Kini Edward memfokuskan pandangannya pada Ludwig, tak ada apapun yang lebih menarik baginya selain perbincangan mengenai perjodohan ini. "Sebenarnya aku sudah berteman akrab dengan Federico sejak lama. Dan sejak kau mulai mendekati Grace. Kami memang sudah merencanakan perjodohan ini. Bukankah aku sudah mengatakannya padamu waktu itu?, jadi kau lupa." Ah ya, Edward baru mengingatnya. Ludwig memang pernah mengatakan seperti itu. "Aku tahu kau menyukai Grace. Jadi aku mengirim mata-mata untuk mengawasi kalian. Dan masalah gosip itu. Aku yang menyuap media untuk mempublikasikannya." Ujar Ludwig. Edward terperangah. Pantas saja selama ini kehidupannya yang tak pernah terusik media, tiba-tiba menjadi perbincangan. "Kukira kalian akan terdesak dan melangsungkan pertunangan. Nyatanya, kalian tidak berbuat apapun." Ujar Ludwig. "Grace yang selalu menolakku, Dad. Pasti kali ini dia juga menolaknya" ujar Edward menyeringai. "Federico akan memastikan Grace menerimanya. Dan Grace hanya punya waktu tiga hari untuk membawa pria pilihannya. Jika ia berhasil, ia bisa menolak perjodohan ini." "Kenapa begitu Dad. Jika ia bisa membawa pria pilihannya, itu artinya dia ak-"  "Federico berani menjamin Grace tidak akan berhasil. Grace tidak mempunyai pasangan. Dan mustahil mendapatkan pasangan yang sesuai keinginan Grace dalam tiga hari. Federico lebih mengerti putrinya. Itu sebabnya ia berani mengambil keputusan seperti ini." ujar Ludwig. Edward hanya diam. Baginya tidak ada yang tidak mungkin didunia ini. Setidaknya tiga hari adalah waktu yang cukup banyak untuk dapat merubah takdir Grace. Apapun bisa terjadi dalam tiga hari, Apapun . ---- "Apa yang harus kulakukan Dev?" tanya Grace frustasi. Bahkan sedari tadi tidak ada pekerjaan yang mampu diselesaikan Grace karena beban pikirannya mengenai perjodohan. Grace hanya mondar mandir tidak jelas. Ja benar-benar gelisah. Bahkan tanpa disadari waktunya sudah banyak terbuang sia-sia hanya untuk aktivitas yang tidak berguna. Begitu pula Devani. Keduanya hanya saling berdiam diri, berusaha mencari jalan keluar atas permasalahan yang menimpa Grace. Namun hingga menjelang makan siang, keduanya tidak menemukan ide apapun. "Sayangnya, Ibumu juga mendukung perjodohan ini. Kau terima saja, Grace" usul Devani. "Kau gila? aku bahkan tidak tahu siapa yang akan kunikahi. Kau kira ini hanya sekedar hubungan cinta monyet. Ini pernikahan Dev, pernikahan! Dan ini sangat sakral. Aku juga memiliki banyak harapan dipernikahanku. Tidak mungkin aku menerima begitu saja pria yang bahkan tidak kukenal." ucap Grace. "Tapi kau masih punya waktu empat hari untuk mengenal calon suamimu."  "Empat hari? Empat hari Dev? Aku akan menikah dengannya, dan menghabiskan waktu seumur hidup bersama pria yang hanya kukenal selama empat hari. Huft, itu adalah hal yang paling sangat tidak lucu yang pernah kudengar, Dev!" Devani kembali diam. Ia bingung harus bagaimana lagi memberikan saran untuk Grace. Apapun yang diucapkannya, selalu saja diprotes begitu saja oleh Grace. "Kalau begitu. Kau cari pria lain. Pria pilihanmu. Jadi kau tidak perlu melakukan pernikahan dengan terpaksa." Usul Devani. "Kau tahu, Dev. Aku menginginkan pria yang sempurna. Dia harus setia, taat beribadah, dia harus tinggi. Berambut lurus, berkulit putih. Berkarakter baik, rajin, pekerja keras. Dia harus humoris, murah senyum, memiliki lesung pipi. Pria yang bertanggung jawab. Memiliki pola pikir dewasa. Tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak bermain wanita. Dia harus perjaka! Dan tampan." tutur Grace menjabarkan tipe pria idamannya. "Dan dimana aku bisa mendapatkan pria seperti itu. Kau tahu, Dev. Selama ini baru ada satu pria dengan tipe seperti itu yang kutemui. Dan dia hanya L-"  Grace tidak jadi melanjutkan ucapannya. Ia kembali teringat akan Leo. Leonardo Pearson. Seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang selama ini ia cari. Seseorang yang selama ini ia tunggu. Seseorang yang menjadi alasan dibalik segala penolakan yang Grace lakukan. Seseorang yang selalu Grace rindukan. Seseorang yang setiap malam selalu Grace pandangi fotonya. Seseorang yang... Grace cintai. "Siapa Grace?" tanya Devani. Grace merasa bimbang. Haruskah ia menceritakan segalanya pada Devani. Akan cukup rumit, jika Grace menjabarkannya. Baginya kisah cintanya terlalu rumit.  Tapi saat ini hanya Devani yang bisa membantunya untuk mencari Leo. Setidaknya Devani mampu menyelamatkannya dari perjodohan, jika saja Devani mengetahui keberadaan Leo. "Apa kau bisa membantuku, Dev?" pinta Grace.  "Ya pasti. Jika aku bisa, aku pasti akan selalu membantumu Grace. Katakan apa yang bisa kulakukan?" ucap Devani. "Bantu aku mencari Leo, Leonardo Pearson. Ku mohon." ujar Grace.  "Hah. Kau serius ingin memesan kue buatannya?" tanya Devani. Grace terkekeh. "Benar. Kue buatannya sangat lezat. Sepertinya kue buatannya akan membantu menghilangkan rasa stresku." ucap Grace. "Baiklah aku akan membantumu. Tenang saja." "Nanti saat makan siang, antarkan aku ketempat pertama kali kau bertemu dengannya." ujar Grace. "Tapi jaraknya cukup jauh, Grace" "Tak apa. Sampai ujung dunia pun akan kucari." "Kau benar-benar menyukai masakannya, Grace?" tanya Devani sembari mengerutkan kening. "Benar. Aku menyukainya." ucap Grace. 'Menyukai dia dan apapun tentang dirinya' sambung Grace dalam hati..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN